Santri Pondok Pesantren Putri Walisongo Jombang, melestarikan dan memperkenalkan budaya Indonesia melalui kreasi unik santri. Salah satunya adalah dengan Tarian yang memakai busana khas. Hal ini ditampilkan dalam acara muhadharoh kubro, Kamis (14/2/19) di halaman pesantren. (Foto: Umda)

Tebuireng.online- Muhadharoh merupakan kegiatan santri Pondok Pesantren Putri Walisongo yang dilaksanakan secara rutin setiap bulan. Kegiatan ini menjadi salah satu wadah bagi santri dalam mengekspresikan karya dan kesempatan dalam melatih percaya diri yang juga menjadi hiburan santri. Adapun penanggung jawab muhadharoh kali ini yaitu mabna Sabi’ (komplek 7) dengan tema “Bhineka Tunas Pertiwi” yang asalnya “Bhineka Tunggal Ika”.

Kamis (14/02/19) bertempat di lapangan Pondok Pesantren Putri Walisongo acara tersebut berlangsung sangat meriah. Dekorasi tampak unik dan sangat kreatif. Dalam keterangan panitia saat diwawancarai tim Tebuireng Online menyatakan arti dari Bhineka Tunas Pertiwi adalah “Bhineka” artinya “berbeda-beda” dari bahasa sansekerta. “Tunas” artinya “kita, anak muda” serta “Pertiwi” yaitu “kita putri Ibu Pertiwi”.

Dalam menyampaikan susunan acara, pembawa acara menggunakan berbagai macam bahasa, mulai dari bahasa Madura, Sunda, dan lain sebagainya. Acara dibuka dengan pementasan drama yang bukan sekadar hiburan, tetapi memiliki makna lain seperti edukasi untuk santri.

Drama Rama dan Shinta ditampikan untuk memperkenalkan lagi kisah romans dari negeri tercinta Indonesia. Lalu diiringi tari Sajojo (tarian yang cukup terkenal di Papua) dengan memasukkan ciri khas pelajar Indonesia yaitu Pramuka, lalu ditutup dengan Pancak Silat. Guna mengenalkan lagi salah satu budaya Indonesia.

Pembuka acara selanjutnya dipersembahkan tim banjari komplek 7 yang dilanjutkan dengan menyanyikan mars Pondok Pesantren Putri Walisongo dan mars Syu’bah (mabna sabi’/komplek 7). Dalam acara tersebut, setiap mabna (komplek) mendelegasikan anggota kompleknya untuk mempersembahkan tarian.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Tarian pun bermacam-macam dari mabna ula (komplek 1) hingga mabna tsamin (komplek 8). Setiap mabna mempersembahkan unjuk kebolehan dengan durasi yang telah ditentukan. Tariannya meliputi tari Ruai dari Kalimantan Barat, tari Dayak, tari Saman, tari Gending Madu, serta campuran yang telah dikreasikan masing-masing santri.

Juri tari dinilai oleh Ibu Ratih Asmarani, dosen Unhasy sekaligus pelatih Tari Program studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar dan Ibu Ayu, selaku dosen Seni Tari asal Kediri.

“Ingin lebih mengenalkan lagi budaya Indonesia,” kata Rifki Nur Aziza selaku penanggung jawab (PJ) saat ditanya tujuan dari tema muhadharoh malam ini.

“Dan melestarikan budaya Indonesia, apalagi santri yang akan terjun ke masyarakat,” tambahnya.

Ainun Fariza, selaku sie. dekorasi dan dokumentasi bersama rekannya Rifki memaparkan betapa pentingnya Bhineka Tunggal Ika. Dimana anak muda jaman sekarang banyak yang condong ke negara lain seperti Korea atau deman K-Pop. Hal tersebut sangat berpengaruh bagi kelanjutan bangsa Indonesia.

Menurutnya, atas dasar pertimbangan itu acara ini dilaksanakan dengan mengangkat tema yang mengingatkan santri terhadap Indonesia. Hal ini diharapkan santri mampu membangun rasa nasionalisme masyarakat Indonesia terutama anak muda agar lebih mengenal kebudayaan mereka sendiri.

Pewarta: Umdatul Fadhilah
Editor/Publisher: RZ