Saat santri mencoba berbaur dengan masyarakat, termasuk melakukan aktivitas masyarakat. (Foto: Bagus)

Oleh: Dian Bagus*

Pesantren merupakan lembaga pendidikan tradisional yang para siswanya biasa disebut dengan sebutan santri dan tinggal bersama, belajar di bawah bimbingan guru yang lebih dikenal dengan sebutan ustadz dan kiai. Kegiatan santri bukan hanya belajar mengaji namun santri juga belajar hidup di masyarakat. Santri setelah khatam bukan hanya pintar mengaji namun bisa melakukan kegiatan bermasyarakat baik itu bertani, ingon wedus (menggembala) dan lain sebagainya. Hakikatnya apapun yang masyarakat butuhkan santri harus siap dan mengabdi kepada masyarakat.

Namun menjadi santri bukan hal yang mudah, mungkin sebagian orang berpendapat “ngapain ngaji lama-lama toh sekarang sudah ada Taman Pendidikan Al Quran (TPQ) maupun Madrasah Diniyah dan Tsanawiyah (MDTA) di lingkungannya.” iya memang benar, mungkin sebagian orang berpendapat seperti itu namun santri bukan hanya soal ngajinya, tetapi belajar rasa takdim kepada para masyayikh dan kiainya. TPQ maupun MDTA memang sudah banyak di lingkungan masyarakat namun pendidikan pesantren memilki ciri khas sendiri yang biasa disebut dengan para pencari barakah ilmu para masyayikh dan kiai.

“Apa tidak jenuh terus-terusan ngaji di pesantren?”

“Mau begini tidak boleh! Mau begitu tidak boleh?”

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

“Ustadznya galak! Ngajinya bikin ngantuk.”

Kalian harus cari pengalaman di luar. Lihat kehidupan di luar pondok! Kalian masih muda! Lihat tuh di luar orang-orang bisa bermain sebebasnya. Pergi kemana mereka suka. Apa tidak iri?

“Lihat jadwal kegiatan kalian keseharian? Apa di sana ada kegiatan yang menyenangkan?”

“Belajar dan belajar terus. Membosankan!”

“Sudah begitu makanannya itu-itu saja, menunnya juga membosankan.”

Itulah keseharian yang dirasakan para santri yang tinggal di pesantren, memang para santri diajarkan sejak awal untuk hidup sederhana serta istikamah dalam mengaji, bicara tentang istikamah bukan perkara yang mudah, untuk belajar istikamah pasti banyak hal godaan untuk para santri seperti mengantuk tiba-tiba, karena semalaman belajar ngaji yang lain akhirnya pas setoran hafalan diundur-undur, apalagi kalau sudah diajak teman main bola.

“duh rasanya asik sekali!”

Yang seharusnya nderes Al Quran buat setoran besok, akhirnya ditunda lagi. Istikamah memang harus dibiasakan oleh para santri, namun main bola dan berbagai kegiatan aktivitas santri yang di luar ngaji bukan berarti santri belum istikamah, tetapi santri belajar bisa memandirikan waktu karena waktu yang sudah terjadi tidak bisa diulangi kembali. Maka dari itu santri harus bisa menghargai waktu, baik itu waktunya nderes hafalan (murojaah), serta setoran hafalan dan kegitan santri lainnya.

Hasil dari keistikamahan santri nanti pun akan dirasakan sendiri setelah lulus dari pesantren dan hidup di masyarakat, berbagai aktivitas akan terasa lebih mudah dilakukan karena sudah menjadi kebiasaan santri sehari-hari dulu di pesantren.

Semangat selalu untuk semua para santri di seluruh Indonesia maupun penjuru dunia, tanamkan di hati bahwa dirimu santri yang setia mengabdi pada masyarakat dan negeri ini, tak ada yang sia-sia dalam pengabdian, mungkin sekarang anda melayani tetapi kelak nanti anda akan dilayani.

*Mahasiswa Unhasy Tebuireng Jombang.