tebuireng-orgtebuireng.online-Santri zaman sekarang tidak harus berperang seperti tahun 1945 dulu. Jika santri dulu berjuang mengusir penjajah, saatnya santri sekarang berperang menghilangkan kebodohan dan melawan kemalasan.

Hal itu disampaikan Wakil Sekretaris Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur saat menjadi pembina upacara dalam rangka Hari Santri Nasional (HSN) di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Seblak Jombang, Sabtu (22/10/2016).

Dalam kesempatan tersebut, mantan Ketua Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama Jawa Timur ini banyak mengulas sejarah lahirnya peringatan HSN. Mulai dari revolusi fisik melalui resolusi jihad hingga diterbitkannya Keppres No. 22/2015 tentang Hari Santri.

Bapak empat putra ini juga mengulas makna kata santri, baik dalam Bahasa Arab ataupun Bahasa Indonesia. “Dari bahasa Arab, akronim kata ‘santri’ bermakna orang yang senantiasa menuju akhirat, mencintai kebaikan, menjauhi kemaksiatan dan sosok yang dipersiapkan untuk menjadi pengganti para ulama,” urainya.

Dalam Bahasa Indonesia, kata “santri” juga bisa dimaknai dari akronim enam huruf yang membentuknya. “Santri juga merupakan akronim Santun dan Sederhana, Amanah, Nasionalis, Toleran, Religius dan Rendah Hati serta Istiqomah,” tegasnya.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

“Karakter inilah yang harus dimiliki seorang santri di zaman sekarang, terutama dalam mengisi kemerdekaan yang sudah diperjuangkan para pendahulu kita,” tuturnya.

“Ini pengalaman pertama mengikuti upacara dengan memakai sarung,” ujar mantan ketua PW IPNU Jatim ini. Untuk tahun depan, lanjutnya, dicari seragam yang lain. “Agar menjadi kesan tersendiri,” imbuhnya.

“Makanya, sangat aneh jika santri sekarang tidak mencintai negaranya. Karena itu, kalau ada yang mengatakan bahwa negara ini negara kafir dan taghut, pasti dia bukan santri,” ujarnya.

Dalam upacara kali ini, seluruh santri diwajibkan mengenakan sarung dan baju putih dipadu dengan kopiah hitam. Alas kaki yang dikenakan juga sandal. Sedangkan santri putri menggunakan bawahan sesuai seragam yang berlaku di jenjang pendidikannya.
Usai upacara, seluruh santri didampingi para ustadz menuju masjid untuk membaca Shalawat Nariyah sebagai bagian dari rangkaian HSN. (Muk/Aldo)