Salah satu santri Pesantren Tebuireng sedang melaksanakan Safari Ramadan di berbagai mushala. (Foto: Abror)

Oleh: M. Abror Rosyidin*

Perangkat Lengkap Pesantren

Ramadan bulan Al Quran, Ramadan bulan penuh ampunan, Ramadan juga menjadi bulan pembelajaran yang baik. Pembelajaran dari berbagai hal berkaitan dengan makna ibadah puasa, seperti belajar sabar, belajar menahan lapar, belajar menahan nafsu dan lain-lain. Bagi santri, banyak sekali pembelajaran yang didapatkan di bulan Ramadan. Selain pengajian yang diperpadat dan diperbanyak, di bulan Ramadan, santri juga belajar bersosialisasi dan bermasyarakat dengan mengikuti terawih keliling di mushalla-mushalla dan masjid-masjid.

Di Pesantren Tebuireng, ada sebuah budaya yang sudah bertahun-tahun dilakukan, yaitu safari Ramadan. Dalam kegiatan itu, para santri dikirim ke beberapa mushalla dan masjid di sekitar pesantren untuk menjadi imam, muadzin, qori’, dan menyampaikan ceramah singkat. Mereka tidak hanya menjadi makmum atau objek. Tetapi menjadi subjek yang aktif dalam kegiatan itu.

Ada  beberapa manfaat mengikuti kegiatan itu. Ada jargon yang terkenal di pesantren, “Malu seribu kali di pesantren lebih baik daripada malu sekali di masyarakat”. Tampaknya itu perlu direnungi bersama. Masa-masa di pesantren merupakan masa-masa yang sangat pas untuk total belajar apapun, karena mumpung tersedia ruang yang luas. Tentunya memang satu pesantren dengan pesantren lainnya berbeda-beda, tapi jika ditarik garis besarnya sama, belajar apapun yang tersedia.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Sebagian orang pasti melihat bahwa pesantren adalah lembaga yang mengajarkan ilmu agama. Menurut penulis, hal itu kurang tepat. Pesantren bukan sekadar belajar ilmu agama, tapi tempat belajar apapun yang tersedia di sana. Pesantren salaf mengajarkan ilmu agama, ilmu gramatika Arab, ilmu tata krama, ilmu ngawula terhadap kiai, pengabdian. Begitu juga pesantren dengan sistem pendidikan formal, selain ilmu agama, ilmu umum, ilmu sains, teknologi, sosial, dan lain sebagainya.

Bahkan sudah ada pesantren-pesantren yang mentemakan diri lebih khusus, seperti pesantren sains, pesantren virtual, pesantren wirausaha, pesantren digital, pesantren bahasa, pesantren rehabilitasi narkoba, pesantren kanuragan, dan pesantren-pesantren lainnya. Satu lagi, di pesantren-pesantren kita diajarkan oleh guru-guru kita, berbagai disiplin ekstrakurikuler, seperti ilmu seni baca Al Quran, kaligrafi, olahraga, kesenian, literasi, jurnalistik, public speaking, dan lain sebagainya.

Safari Ramadan dan Menerapkan Ilmu

Namun, dari semua yang dipelajari di pesantren, tak ada gunanya jika tidak diterapkan di masyarakat dan memberikan manfaat bagi sesama. Di antara santri mungkin ada yang jago berpidato, berceramah, tapi malu dan tidak biasa menunjukkan kepada masyarakat, tapi dia jago di pondoknya. Di antara mereka juga ada yang memiliki suara indah menawan saat melantunkan ayat-ayat Ilahi. Tetapi, ada yang bakal grogi dan tak bisa maksimal jika disuruh menampilkan diri di hadapan orang banyak di luar pesantren. Begitu juga imam dan muadzin. Sama-sama kelihatan enteng, tapi kalau sudah masuk ke masyarakat akan jadi sangat berbeda aura dan suasanya. Bawaannya minta segera pulang, dan rawan grogi berkepanjangan.

Ada kalanya bacaan surat keliru, suara tersedak, badan gemetaran, tidak fokus, ceramah mengalami stagnasi, dan lain-lain yang menjadi masalah saat grogi atau tidak fokus. Apakah itu merupakan kesalahan? Tidak. Tentu tidak. Hal itu merupakan pengalaman yang sangat berharga dan penuh pembelajaran. Orang besar akan menggunakan kejadian demi kejadian memalukan sebagai tanbih (peringatan untuk lebih giat belajar).

Safari Ramadan di Pesantren Tebuireng bisa jadi contoh santri harus siap berinteraksi dengan masyarakat soal praktik keagamaan. Hal itu sebab santri akan menjadi pusat rujukan soal keagamaan, ibadah, dan hukum-hukum agama. Santri harus menjadi penerang bagi masyarakat dengan segala perangkat yang dia punya. Ia jago berbicara di depan publik, maka bisa dimanfaatkan untuk MC, penceramah, dai. Atau ia jago menulis, ia bisa menulis untuk surat kabar, menyebarkan kebaikan lewat tulisannya. Atau juga ia bersuara emas ketika membaca Al  Quran, dia bisa jadi qori’ di berbagai event kemasyarakatan.

Tapi yang terpenting adalah, santri dapat memanfaatkan ilmu yang dia dapatkan ketika di pesantren. Kemanfaatan itulah yang dihitung sebagai amal. Ilmu manfaat sering menjadi doa dalam kegiatan belajar mengajar. Sebuah harapan besar untuk pencari ilmu di manapun berada baik untuk dunianya dan untuk akhiratnya, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain di sekitarnya. Tentunya dengan catatan, kemanfaatan itu untuk kebaikan, seperti yang terkandung dan terkemas dalam kegiatan Safari Ramadan di atas:

Allahumanfa’na bima ‘allamtana wa ‘allimna ma yanfa’una, wa zidna ‘ilman nafi’an wa amalan maqbula (Ya Allah jadikan kami manfaat dengan ilmu yang kami pelajari, dan pelajarilah kami tentang segala hal yang mengandung manfaat, dan tambahkankan bagi kami, ilmu yang manfaat dan amal yang diterima oleh Engkau”. Semoga ilmu yang kita pelajari di manapun, termasuk di pesantren, apapun  itu bentuknya dapat manfaat terhadap sesama dan menjadi pengantar menuju ridoNya.

*Alumni Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang.