Sumber gambar: https://rumisufi.blogspot.com

Oleh: Silmi Adawiyah*

Membahas tentang tarian sufi, pastinya kita dibawa untuk me­ngetahui siapa yang mempopulerkan tarian mistik ini, tidak lain ialah Tarekat Maulawi, sebuah tarekat yang didirikan oleh penyair besar Maulana Jalaluddin Rumi. Tarekat ini ada sekitar 15 tahun terakhir hidup Rumi.

Berawal dari hilangnya guru spiritualnya yang sangat dicintainya, Rumi sangat sensitif terhadap musik. Sehingga tempaan palu seorang pandai besi mampu membuat Rumi menari dan berpuisi. Tariannya dijadikan sebagai mediasi dzikir untuk mengingat Tuhan. Tarian ini menjadi ciri khas Tarekat Maulawi, karena itu pula tarekat ini dikenal sebagai para Darwis yang berputar (The Whirling Darwis).

Mereka para Darwis berputar seraya memutari atom-atom jagad raya semesta keseluruhan kosmos yang merupakan manifestasi Tuhan. Ibn Arabi menegaskan bahwa tidak ada yang bereksistensi kecuali nama-namaNya. Garis penalaran ini menunjukkan bahwa semuanya berasal dari Allah, segala sesuatu memanifestasikan Allah, segala sesuatu menjadi tanda Allah.

Putaran dan lingkaran yang dibuat saat tarian dimulai itu menirukan di atas gerakan bumi gerakan bintang-bintang yang dengan sendirinya lambing dan kekuatan hierarki malaikat, para Darwis tersebut seakan sadar akan keikutsertaannya dalam keselarasan dalam keselarasan universal dan memberi dorongan untuk membuat apa yang berlaku di langit berlaku juga di bawah sini. Dengan membiarkannya terhanyut dalam ritme keselarasan langit ia menjadi alat dengan melalui cinta ilahi dapat berkomunikasi dengan penderitaan makhluk akibat perpisahan dan ilusi kosmik.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Melalui rotasi ini, Rumi menegaskan kehadiran unik dari Allah di segenap penjuru angkasa. Sebagaimana kalam suci Allah dalam QS Al-Baqarah ayat 115:

وَلِلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ ۚ فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

“Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui.”

Tarian sufi tersebut menunjukkan kondisi Muraqabah, kondisi dimana spiritual melihat dirinya dalam gerak dan diamnya. Muraqabah yang dimaksud disini adalah pengetahuan dan keyakinan bahwa Allah selalu melihat apa yang ada di hati nuraninya dan Allah maha mengetahui. Senada dengan ayat 52 dalam surat Al-Ahzab:

وَكَانَ اللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ رَقِيبًا

“Dan Allah adalah Maha Mengawasi segala sesuatu.”

*Penulis adalah alumnus Unhasy Tebuireng dan Pondok Pesantren Putri Walisongo Cukir Jombang. Saat ini sedang melanjutkan pendidikan tinggi di UIN Jakarta.