Oleh : M. Amfaka*

Rihlah hadir sebagai sebuah momen yang sangat berarti bagi santri atau pelajar di penghujung studi mereka. Sebagai bentuk hiburan melepas penat mereka selama belajar, rihlah bisa bermacam destinasi semisal ke pantai, ke puncak, ke taman hiburan dan sebagainya.

Memang rihlah dalam Islam itu dibenarkan. Namun ada beberapa batasan yang harus dipenuhi agar rihlah tersebut memiliki nilai pahala bagi yang melakukannya. Riwayat berikut adalah dari KH. Hasyim Asy’ari dalam kitab Adabul Alim wal Muta’allim tentang kebolehan seorang santri untuk rihlah.

ولا بأس أن يريح نفسه وقلبه وذهنه وبصره إذا كل شيء من ذلك وضعف بتنزه وتفرج في المتنزهات بحيث يعود إلى حاله ولا يضيع عليه

Diperbolehkan bagi seorang santri untuk mengistirahatkan diri, hati,  dan pikirannya dari belajar ketika sudah merasa penat. Dengan bertamasya dan menenangkan diri di tempat wisata, sekiranya dapat mengembalikan semangat belajar dan tidak melalaikannya.”

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Beliau membolehkan bagi santri untuk melakukan rihlah. Namun harapan Hadratussyaikh, dalam rihlah itu bisa mengembalikan semangat belajar dan tidak melalaikannya. Dalam riwayat beliau menjelaskan bahwa rihlah ada untuk mengistirahatkan diri, hati, dan pikiran.

Manusia memang dianugerahi sebuah tubuh untuk bergerak, akal untuk berfikir, dan hati untuk membedakan antara baik dan benar. Namun segala sesuatu itu tentu perlu istirahat. Layaknya sebuah perjalanan dengan motor, saat kita menggunakannya sesekali kita harus berhenti untuk mengistirahatkan mesin. Juga sesekali pergi ke bengkel untuk mengecek mesin-mesinnya.

Tubuh mempunyai batasan untuk bekerja, secara biologis setiap hari manusia membutuhkan minimal 4 jam sehari. Akal pun seperti itu, sesekali kita butuh waktu santai untuk mengistirahatkan otak kita. Setiap neuron di otak memproses sistem kerja di seluruh tubuh, ditambah beban memikirkan pelajaran-pelajaran yang sangat komplek. Bahkan terkadang ada suatu hal yang mengharuskan kita berfikir ketika didatangi masalah-masalah setiap harinya.

Yang terakhir, hati. Hati memiliki tempat penting dalam kehidupan manusia. Dengan hati manusia dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk. Hati memiliki pengaruh besar dalam kegiatan manusia sehari-hari karena seperti yang digambarkan oleh Nabi Saw.; Rasulullah shallallahu ‘alaihi sassallam pernah bersabda, “Sesungguhnya di dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging yang jika ia baik, maka baiklah seluruh tubuhnya dan Jika ia buruk, maka buruklah seluruh tubuhnya, ia adalah hati.” (muttafaq ‘alahi).

Hati menjadi barometer seluruh tubuh manusia, maka dari itu kita perlu menjaga hati kita dari semua hal yang membuatnya kotor. Dalam kitab Minhajul Abidin, Imam al-Ghazali menggambarkan hati sebagai anggota tubuh yang sangat mudah terpengaruh oleh lingkungan dan juga seluruh tubuh terpengaruhi pula terhadapnya.

Maka dari itu kita perlu untuk mengistirahatkan tubuh, pikiran, dan juga hati demi untuk me-refresh mereka dengan niat agar bisa bekerja lagi lebih baik dan juga lebih semangat untuk menghadapi banyak urusan-urusan di masa sekarang dan nanti.

*Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari

**disarikan dari berbagai sumber