Era Society 5.0, yang diperkenalkan oleh Jepang, menandai perkembangan baru dalam hubungan antara teknologi dan masyarakat. Dalam era ini, teknologi seperti kecerdasan buatan (AI), internet of things (IoT), dan big data digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, menjawab tantangan sosial, dan menciptakan masyarakat yang berpusat pada manusia. (Usanto dkk, 2023). Menurut Al-Rodhan (2008), globalisasi yang diartikan sebagai integrasi internasional lewat pertukaran informasi, pandangan, produk, dan budaya semakin mempercepat proses ini. Ruang publik kini bergeser ke ranah digital seperti media sosial, di mana masyarakat bebas menyampaikan pendapat. Meski hal ini mencerminkan kebebasan berekspresi sebagai bagian dari HAM, pada kenyataannya sering terjadi penyalahgunaan, seperti penyebaran ujaran kebencian, intoleransi, hingga polarisasi politik yang merusak nilai-nilai demokrasi.

Dalam menghadapi tantangan era digital ini, nilai-nilai Pancasila perlu dihidupkan kembali. Pancasila bukan hanya dasar negara, tetapi juga panduan moral dan ideologis yang mampu menjaga harmoni sosial, menghormati hak asasi manusia, dan membangun demokrasi yang sehat. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) memegang peranan penting dalam menginternalisasi nilai-nilai seperti toleransi, keadilan, musyawarah, dan persatuan kepada generasi muda, baik dalam kehidupan nyata maupun interaksi digital (Nugroho, tt). Lebih lanjut, ajaran agama di Indonesia yang menjunjung tinggi kasih sayang, keadilan, dan persaudaraan, memiliki keselarasan dengan nilai-nilai Pancasila. Semua agama menolak perpecahan dan kebencian. Maka, sinergi antara Pancasila, PPKn, dan ajaran agama menjadi kekuatan kolektif dalam menangkal dampak negatif era digital.

Pancasila, HAM, dan Demokrasi: Relasi yang Saling Menguatkan

Pancasila, HAM, dan demokrasi adalah nilai-nilai dasar yang saling melengkapi. Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, menjamin kebebasan beragama dan menjadi fondasi etika dalam menjalankan demokrasi (Judijanto dkk, 2024). HAM tidak dijalankan secara bebas tanpa batas, tetapi dalam koridor tanggung jawab spiritual. Sementara itu, PPKn mengajarkan kesetaraan hak dan kewajiban warga negara, sejalan dengan nilai-nilai agama seperti keadilan (Islam), kasih (Kristen), dan dharma (Hindu). Peserta didik dibimbing

menjadi warga negara yang tidak hanya memahami hak dan kebebasannya, tetapi juga bertanggung jawab sosial.

Dengan integrasi nilai agama dan PPKn, Pancasila menjadi alat pemersatu dalam membangun demokrasi yang adil dan beradab. HAM tidak hanya hak individual, melainkan harus digunakan secara bijak demi kebaikan bersama.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Polarisasi Politik di Era Digital: Tantangan bagi Demokrasi

Era digital menyebabkan pergeseran ruang publik ke media sosial, yang memunculkan fenomena polarisasi politik tajam. Polarisasi memperuncing perbedaan dan menyuburkan hoaks, ujaran kebencian, serta perpecahan sosial. Ini bertentangan dengan nilai-nilai dasar Pancasila seperti persatuan dan musyawarah. PPKn mengajarkan pentingnya berpartisipasi secara aktif dan etis dalam kehidupan politik (Annas dkk, 2019). Namun partisipasi ini harus dibarengi dengan tanggung jawab untuk menjaga persatuan dan keberagaman. Di sisi lain, agama juga mengajarkan prinsip-prinsip damai seperti ukhuwah, kasih, dan toleransi semua bertentangan dengan polarisasi dan fanatisme politik.

Untuk itu, integrasi nilai-nilai agama dan PPKn sangat diperlukan agar masyarakat mampu menggunakan media digital secara bijak, tidak mudah terprovokasi, dan tetap menjunjung nilai demokrasi yang sehat.

Revitalisasi Pancasila sebagai Solusi

  1. Pancasila Menghadapi Polarisasi Digital

Revitalisasi Pancasila penting untuk menghadapi tantangan polarisasi politik digital. Sila pertama menekankan nilai agama sebagai penuntun hidup, yang relevan untuk membangun toleransi dan kedamaian. Sila kedua menegaskan pentingnya menghormati hak-hak setiap individu dengan adab dan tanggung jawab. Sila keempat menuntun masyarakat untuk menyelesaikan perbedaan melalui musyawarah, bukan permusuhan. Revitalisasi ini mengajak masyarakat untuk kembali kepada nilai-nilai luhur Pancasila sebagai pedoman dalam menggunakan ruang digital, menghindari ujaran kebencian, dan membangun dialog yang konstruktif (Wulandari dkk, 2025).

  1. PPKn dan Karakter Demokrasi

PPKn berperan sebagai wahana untuk menanamkan kembali nilai-nilai Pancasila kepada generasi muda. Melalui PPKn, siswa diajarkan untuk berpikir kritis, menghargai perbedaan, serta membangun sikap toleran dan bertanggung jawab dalam kehidupan sosial-politik. PPKn juga mengaitkan nilai-nilai Pancasila dengan HAM. Kebebasan berekspresi harus seimbang dengan tanggung jawab menjaga harmoni sosial. Demokrasi tidak hanya tentang kebebasan, tetapi juga soal membangun saling pengertian dan kepedulian kolektif (Sulistianingsih dkk, 2024).

  1. Peran Agama dalam Revitalisasi Pancasila

Ajaran agama mendukung nilai-nilai Pancasila. Setiap agama mendorong kasih sayang, keadilan, dan hidup berdampingan secara damai. Agama memperkuat kesadaran bahwa perbedaan adalah keniscayaan yang harus dihargai, bukan diseragamkan. Melalui sinergi nilai Pancasila dan ajaran agama, masyarakat dapat membentuk komunitas yang lebih toleran, inklusif, dan damai. Ini penting dalam menghadapi era digital yang sering memperbesar perpecahan dan menurunkan kualitas demokrasi.

Penutup

Revitalisasi nilai-nilai Pancasila sangat penting untuk menghadapi polarisasi politik di era digital. Sebagai ideologi negara, Pancasila perlu diinternalisasi dalam kehidupan sehari-hari agar memperkuat persatuan, keadilan, dan toleransi. Kemajuan teknologi harus diimbangi dengan pedoman moral agar masyarakat bertindak bijak di dunia maya. Pendidikan PPKn berperan dalam membentuk generasi muda yang menghargai perbedaan dan aktif dalam demokrasi yang bertanggung jawab. Ajaran agama juga mendukung nilai Pancasila melalui ajaran kasih sayang dan keadilan. Sinergi antara Pancasila, pendidikan, dan agama dapat menciptakan masyarakat demokratis, inklusif, dan damai. Oleh karena itu, penting bagi semua pihak untuk menerapkan nilai-nilai tersebut demi menjaga persatuan dan keadilan sosial di Indonesia.

Baca Juga: Belajar dari Gus Dur, Menerapkan Kritik Berdasar Nilai Pancasila


Refrensi

Al-Rodhan, N. R., & Stoudmann, G. (2006). Definitions of globalization: A comprehensive overview and a proposed definition. Program on the geopolitical implications of globalization and transnational security, 6(1-21).

Annas, F. B., Petranto, H. N., & Pramayoga, A. A. (2019). Opini publik dalam polarisasi politik di media sosial public opinion of political polarization on social media. Jurnal PIKOM (Penelitian Komunikasi Dan Pembangunan), 20(2), 111.

Judijanto, L., Mawara, R. E., Winarto, B. R., Subakdi, S., Irawatie, A., Ikhwanudin, I., … & Dameria, M. (2024). Pancasila: Dasar Negara dan Panduan Hidup Berbangsa. PT. Sonpedia Publishing Indonesia.

Nugroho, S. S., & SH, M. GENERASI MILINEAL.

Sulistianingsih, S., Ajung, A., Alkani, S., & Kasih, R. (2024). Strategi Penguatan Karakter Demokratis Melalui Pembelajaran PPKn Berbasis Proyek. Jurnal Citizenship Virtues, 4(2), 821-834.

Usanto, U., Sucahyo, N., Warta, W., Khie, S., & Fitriyani, I. F. (2023). Transformasi kepemimpinan yang bersifat profetik dan pemberdayaan masyarakat di era Society 5.0 yang berkelanjutan. Community Development Journal: Jurnal Pengabdian Masyarakat, 4(2), 5287-5301.

Wulandari, A. T., Panggabean, S. A., Mubarok, F., & Antoni, H. (2025). Efektivitas Pendidikan Pancasila Bagi Generasi Z Dalam Mencegah Disintegrasi Sosial Di Era Digitalisasi. Journal of Student Research, 3(1), 206-216.


Penulis: Millati Islamia Hanifa

Editor: Muh Sutan