
Merayakan 79 tahun Resolusi Jihad dan Hari Santri Nasional memang hal yang perlu digalakkan setiap tahun. Ini penting dilakukan agar fakta sejarah tidak hilang ditelan zaman. Banyak bentuk yang dapat dilakukan untuk terus mengingatkan hal tersebut, seperti upacara, karnaval, arak-arakan, pawai, dan sebagainya. Namun, apakah hal itu sudah cukup? Ternyata tidak bagi alm. Gus Sholah dan Gus Kikin (keduanya pengasuh pesantren Tebuireng). Keduanya menyampaikan beberapa hal penting mengenai Resolusi Jihad.
Gus Kikin tentang Resolusi Jihad
“Jika kita membicarakan mengenai resolusi jihad berarti kita membicarakan tentang perjalanan Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari, dimana perjalanan beliau hampir semuanya didasari dengan apa yang ada dalam Al-Quran dan Hadis,” ungkap Cicit Hadratussyaikh di hadapan ratusan hadirin dalam seminar nasional dengan tema “Otoritas Religius KH. M Hasyim Asy’ari sebagai Faktor Kunci Suksesi Fatwa Dan Resolusi Jihad”.[1]
“Sudah saatnya kita semua bisa memulai harakah untuk memberdayakan masyarakat dan menyatukan umat dengan berbagai cara sebagaimana yang telah dilakukan oleh Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari.” Begitu pesan KH. Abdul Hakim Mahfudz (Gus Kikin) dalam pengantar buku Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari; Pemersatu Umat Islam Indonesia (Percik Pemikiran Relfektif Socio-Religious KH. Abdul Hakim Mahfudz).
Kemudian dalam tulisannya Gus Kikin menyampaikan, “Saat ini, perjuangan kita sebagai santri mungkin tidak lagi menghadapi penjajahan fisik, namun tantangan di masa kini tidak kalah berat. Kita hidup di era globalisasi, di mana tantangan dan ancaman terhadap nilai-nilai kebangsaan serta keislaman kita semakin kompleks.”
“Tugas kita sebagai santri di era modern ini adalah mempertahankan nilai-nilai keislaman yang rahmatan lil’alamin, nilai-nilai yang mendorong persatuan, toleransi, dan perdamaian. Santri harus menjadi garda terdepan dalam menjaga kerukunan bangsa, memelihara semangat gotong-royong, serta memperkokoh persatuan dalam keberagaman. Kita harus menjadi contoh teladan dalam menyebarkan ajaran Islam yang penuh kasih, bukan ajaran yang memecah belah.”
Baca Juga: Resolusi Jihad, Menyambung Juang Merengkuh Masa Depan
“Namun, selain menjaga nilai-nilai tersebut, santri juga harus siap merengkuh masa depan dengan pengetahuan yang luas dan keterampilan. Karena kedepan bangsa Indonesia dalam 100 tahun pasca kemerdekaan akan diisi oleh generasi dengan usia produktif, yang kita kenal dengan Indonesia Emas 2045. Maka pentingnya bagi para santri harus menguasai ilmu-ilmu pengetahuan dan teknologi yang menjadi kunci penting untuk menghadapi masa depan.”[2]
Gus Sholah tentang Resolusi Jihad
Namun, jihad apa yang perlu dijalankan sekarang? “Jihad terbesar untuk Indonesia saat ini adalah melawan korupsi dan ketidakadilan,” kata Gus Sholah. Menurut Gus Sholah, Resolusi Jihad tidak butuh untuk sekedar diperingati. “Apa kalau sudah memperingati Resolusi Jihad negara ini akan baik. Tidak. Tapi kita tetap harus melakukan sesuatu,” ujarnya.[3]
Ada lima hal yang perlu segera dilaksanakan mengenai Resolusi Jihad ini menurut Gus Sholah. Beliau menekankan lima hal. Pertama, pemberantasan korupsi. orupsi mengurangi pendapatan negara kalau petugas pajak berkongkalikong dengan wajib pajak. Korupsi mendistorsi pengambilan keputusan terkait kebijakan publik.
Semakin tinggi tingkat korupsi di suatu negara semakin besar bagian kegiatan ekonomi akan bergerak di bawah tanah, di luar jangkauan otoritas pajak. Korupsi akan menghambat pengembangan dan inovasi sektor swasta sehingga mendorong inefisiensi. Korupsi berperan pada kesalahan dalam penempatan SDM. Korupsi berperan dalam distribusi pendapatan negara dan pembangunan. Korupsi adalah penghianatan kepercayaan yang berakibat mendeligitimasi negara dan moral birokrasi.
Kedua, Penegakan Hukum dan Keadilan. Penegakan hukum dan keadilan belum berhasil kita wujudkan. Hukum masih tebang pilih, tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Ketiga, Masalah Sara. Masalah sara masih menjadi masalah bagi kita. Media sosial berperan dalam memperuncing masalah ini. Keempat, Keadilan Sosial. Keadilan dalam penegakan hukum juga ikut berperan. Keadilan sosial menjadi sila terakhir Pancasila tetapi justru menjadi tolok ukur utama dalam membumikan Pancasila di dalam kehidupan nyata. Selama keadilan sosial belum terwujud, maka Pancasila hanya menjadi hiasan bibir. Keadilan sosial sulit terwujud selama masalah-masalah di atas belum terselesaikan.
Baca Juga: Euforia Hari Santri Silakan, Lupa Resolusi Jihad Jangan!
“Menurut saya ada masalah utama bangasa Indonesia yang luput dari pengamatan masyarakat dalam hasil survei di atas, yaitu masalah pendidikan. Aset utama semua bangsa adalah SDMnya. Kita melihat bahwa tingkat pendidikan bangsa Indonesia berada dijajaran peringkat bawah. Bahkan di Asia tenggara kita sudah berada di bawah Vietnam.” Begitu ungkap Gus Sholah.
Masalah utama dunia pendidikan kita adalah mutu guru yang secara nasional kurang baik. Pesantren yang merupakan lembaga pendidikan tertua di Indonesia telah memberikan sumbangsih yang besar terhadap pendidikan Indonesia sejak seribu tahun lalu dan akan terus meneruskan bahkan meningkatkan sumbangsih tersebut. Pesantren perlu meningkatkan perannya dalam membentuk akhlak santri sehingga mereka bisa menjadi calon-calon pemimpin yang amanah.
Semoga dari mengaktualisasikan Resolusi Jihad dalam konteks masa kini, kita dapat terus membara dalam diri santri, ulama, pemimpin bangsa, dan kita semua. Semagat Resolusi Jihad yang penuh dengan pengabdian akan mampu membuat kita mempertahankan bangsa dan negara menghadapi tantangan di atas.
Penulis: Yuniar Indra Yahya, Mahasantri M2 Mahad Aly Tebuireng
[1] https://tebuireng.online/gus-kikin-resolusi-jihad-bicara-perjalanan-hadratussyaikh/
[2] https://tebuireng.online/resolusi-jihad-menyambung-juang-merengkuh-masa-depan/
[3] https://www.nu.or.id/nasional/gus-sholah-resolusi-jihad-tak-sekadar-diperingati-kMAhY