
Oleh: Sabdawaktu*
Dan,
Anak-anak di halaman rumah ramai membicarakanmu; dikatakannya mereka akan meraih kemenangan dengan Idul Fitri, atas rencana dimeriahkannya kembang api, petasan, silaturahmi, hingga pada hal-hal kecil seperti baju apa yang akan dikenakan agar tampil cantik, tampan, tentu menawan
Dan,
Sesepuh di desa kami memilih mendekap lelapkan zikir di pojok-pojok masjid, surau kecil, hingga mereka yang memilih masih akrab dengar kartu-kartu; semuanya menyambut dengan baik kumandang takbir, namun di pojok kamar ada tangis yang leleh di antara mukenah dan sajadah -kehilangan yang sangat dekat-
Dan,
Rupanya kau akan berlalu. Akhirnya kau akan sampai pada masa di mana pisah ini adalah tangisan paling dahsyat kami selama sepanjang tahun ke depan, bagi yang sampai, akan bahagia. Tapi bagi yang tidak, mungkin telah dirasa dari hari ke hari semenjak hari ini -dan aku adalah orang yang paling takut pada kehilangan salah satu yang saat ini masih ada-
Dan,
Terima kasih telah menjadi tamu paling agung se purnama ini
Aku dan kami semua bahagia, lantas tak akan kami lupakan apapun yang telah menjadi cerita sebulan ini
Dan,
Aku ingin kita berjumpa lagi
Diwaktu yang sama dan kebahagiaan yang lebih maha
Tentu dengan cinta dan syukur yang tak akan pernah lepas dari bibirku ini
Dan,
Terima lah segala kasih
Terima lah segenap sayang
Dan terima lah segala yang telah aku persembahkan dengan baik
Barangkali, itu adalah bekal aku sampai pada pertemuan denganmu nanti
Dan,
Ramadan akan segera bergegas, mempersilakan kita untuk baik-baik saja lepas dari kebiasaan se purnama ini -yang begitu istimewa dan tentu tak ada bahagia yang sama-
Jika kau hendak pergi, pergilah dengan baik dan hati-hati. Aku berharap akan bertemu lagi, nanti. Dengan diriku yang lebih baik, tentunya.
*Rara Zarary, penulis buku Hujan & Senja Tanah Rantau.