Pengasuh Pesantren Tebuireng, KH. Abdul Hakim Mahfudz saat memberikan materi di Halaqah Pemikiran Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari pada Sabtu (28/9/2024) gedung PCNU Surabaya. (foto: youtube/smkdaruttauhid)

Oleh: KH. Abdul Hakim Mahfudz

Seringkali kita berpikir bahwa Resolusi Jihad adalah momentum di tahun 1945. Sebetulnya pada saat Indonesia merdeka 17 Agustus 1945 merupakan perjuangan yang dibangun dengan waktu panjang sejak abad ke-20 hingga proklamasi tiba. Setelah itu pasukan sekutu datang kembali ke Indonesia. Mereka mulai masuk di Jakarta, Semarang.

Dalam waktu satu bulan sudah cukup banyak pasukan itu masuk ke Indonesia. Dari situ lah KH. Hasyim Asy’ari mencetuskan fatwa jihad di tanggal 17 September 1945. Fatwa Jihad ini mengingatkan kepada seluruh masyarakat Indonesia bahwa negara ini sudah merdeka dan harus dipertahankan. Dan mempertahankan kedaulatan bangsa dari serangan musuh itu wajib hukumnya.

Sayangnya sejak fatwa jihad dicetuskan masyarakat masih belum menyadari akan kegentingan negaranya sebab masuknya sekutu. Sampai pada tanggal 17 Oktober 1945 pasukan sekutu sudah terlalu banyak yang menguasai Jakarta dan Semarang. Informasi yang diterima bahwa pasukan sekutu akan masuk ke Surabaya pada 25 Oktober 1945. Oleh karena itu HBNO mengadakan sidang yang menghasilkan keputusan Resolusi Jihad. Masyarakat dihimbau untuk mempertahankan kemerdekaan. Resolusi tersebut memohon dengan sangat kepada pemerintah Indonesia menentukan sikap dan tindakan yang nyata, serta supaya pemerintah menetapkan perjuangan sabilillah.

Benar saja ketika kapal pasukan sekutu tiba di Surabaya pada tanggal 25 Oktober masyarakat masih bisa menahannya agar tidak turun dari kapal. Namun, pada tanggal 27 sekutu memaksa untuk turun kapal. Di situlah terjadi pertempuran yang luar biasa sengit. Inggris di dalam perkiraannya menilai bahwa masyarakat Surabaya itu hanya terdiri dari orang-orang sipil.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Padahal kalau kita menengok ke belakang, Masyumi yang dipimpin oleh KH. Wahid Hasyim sudah mempersiapkan kemiliterannya sejak tahun 1943 lewat perundingan dengan Jepang. Ia meminta Jepang untuk melatih para pemuda, orang dewasa, bahkan pengasuh pesantren tentang militer. Pun beserta syarat agar mereka tidak dikirim ke luar negeri, hanya membantuk Jepang di Indonesia saja. Hal itu lah yang menjadi bekal pertempuran masyarakat Surabaya dengan pasukan sekutu selama 4 hari  (27-30 Oktober) 1945.

Pasukan itulah yang disebut sebagai pasukan Hizbulloh, Sabilillah, dan PETA dari kalangan pesantren, ditambah BKR, PRI, BPRI, TKR Mojokerto, TKR Sido, TKR Jombang, TOP, Pol Istimewa, BBI, PTKR, TKR Laut dan TKR Kediri. Peperangan tersebut menyebabkan tewasnya jenderal Mallaby di tanggal 30 Oktober. Catatan kita mengatakan bahwa Mallaby tewas diculik, sementara media Inggris memberitakannya meninggal.

Keadaan itu membuat pasukan sekutu geram dan mengancam akan membumihanguskan Surabaya. Inggris memperkirakan akan menyelesaikan misi itu dalam tiga hari, ditambah tertangkapnya pembunuh Mallaby, penyerahan seluruh senjata. Kondisi perang yang berkecamuk itu terus menerus selama 100 hari. Menanggapi hal itu Soekarno datang untuk meminta masyarakat agar gencatan senjata karena dianggap tidak berdaya melawan sekutu. Tapi, semangat yang sudah kadung menggelora di diri pasukan Indonesia menyatakan untuk tetap melawan sekutu.

Sampai pada tanggal 9 November 1945 sore hari, usai pertemuan KH. Hasyim Asy’ari bersama Masyumi di Yogjakarta, muncul lah fatwa jihad yang kedua. Sejak sore itu hingga pagi hari pergerakan masa dari Cirebon, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali berduyun-duyun menuju Surabaya untuk mempertahankan bangsa dari sekutu. Pasukan sekutu hanya mampu masuk di Surabaya sampai batas Viaduk (rel kereta di atas jalan raya) di daerah tugu Pahlawan. Selama pertempuran sekutu telah kehilangan 3500 pasukan, 11 pesawat jatuh, 3 Jenderal tewas. Lalu pada Agustus 1946 pasukan sekutu sudah mulai menarik pasukannya dari Indonesia.

Jadi kita punya kemampuan menahan pasukan sekutu/Inggris sebagai pemanang perang dunia II. Kekuatan masyarakat Indonesia yang mempertahankan kemerdekaan itu tidak terjadi begitu saja. Melainkan hal tersebut sudah dibangun sejak lama oleh Kiai Hasyim dan kalangan Islam sejak setengah abad sebelumnya. Apalagi pergerakan menuju kemerdekaan sudah muncul lama sejak 1900-an; munculnya sumpah pemuda 1928 dan seterusnya.

Bahkan, di tahun 1936 muncul petisi Sutarjo yang meminta kepada kerajaan Belanda agar parlemen Hindia-Belanda diisi oleh pribumi dengan tetap berpemerintahan Belanda. Namun, petisi itu ditolak oleh Ratu Wilhelmina. Kalau pun diterima kemungkinan besar meski sudah merdeka Indonesia tetap menjadi negara persemakmuran Inggris sampai saat ini. Buktinya Allah tidak rela akan hal itu. Allah ridlo akan kemerdekaan Indonesia dengan rahmat-Nya. Mengapa rahmat Allah diberikan kepada rakyat Indonesia? Jawabannya adalah persatuan umat Islam.



Ditranskip oleh: Indra Yahya