
Tebuireng.online— Guru Besar Bidang Ilmu Dakwah UIN Sunan Ampel Surabaya, Prof. Dr. H. Moh. Ali Aziz, M.Ag, menyampaikan mauidhoh hasanah dalam acara Wisuda Al-Qur’an Bil Ghoib ke-XXII & Bin Nadhor ke-XXXI Tahun 2025 di Pondok Pesantren Putri Walisongo Cukir, yang digelar di halaman SMK Perguruan Mu’allimat, pada Ahad (16/2/2025).
Pada kesempatan itu, Ketua Senat Akademik UIN tersebut menekankan, pentingnya peran Al-Qur’an dalam kehidupan serta pengaruhnya dalam membentuk karakter dan masa depan seseorang.
“Segala sesuatu yang berkaitan dengan Al-Qur’an memiliki nilai lebih,” ungkapmya. Ia mencontohkan bulan Ramadan yang, meski pada awalnya sama seperti bulan lainnya, menjadi bulan istimewa karena Al-Qur’an diturunkan pada bulan tersebut.
Beliau juga mengingatkan agar para santri tidak memiliki sifat minder, “kamu harus sopan, harus tawadhu, tapi tidak boleh minder,” tegasnya. Menurutnya, orang yang minder tidak akan mampu memimpin dunia, karena rasa minder dapat menghambat ilmu dan potensi seseorang.
Prof. Ali juga menceritakan kisah Nabi Musa yang sembuh setelah membaca basmalah sebelum memakan rumput. Namun, ketika Nabi Musa kembali sakit dan hanya memakan rumput tanpa membaca basmalah, kesembuhan tidak datang. “Rumput yang ketempelan Al-Qur’an saja punya kekuatan besar,” katanya.
Terkait peran perempuan dalam menjaga nilai-nilai keislaman, Prof. Ali Aziz menyayangkan adanya santri yang berubah menjadi ‘mantan santri’ setelah menikah. Beliau menyarankan agar para santri mencari suami yang juga mencintai Al-Qur’an.
“Santri menjadi mantan santri gara-gara suami, ada nggak, Buk? Nauzubillah, jauhkan anak kami dari itu. Pesan saya, kalau cari suami, lihat dahulu bagaimana cintanya pada Al-Qur’an,” ungkapnya.
Baca Juga: 120 Santriwati Pesantren Walisongo Wisuda Qur’an Bil Ghoib dan Bin Nadhor
Beliau juga menekankan pentingnya meminta restu orang tua dan guru dalam mengambil keputusan besar, terutama dalam urusan jodoh. Menurutnya, jika seseorang telah terlanjur cinta namun tidak direstui, orang tua bisa saja menjadi musuh bagi anaknya sendiri. Oleh karena itu, jauh sebelum memutuskan hal tersebut, beliau menyarankan agar meminta izin pada orang tua.
“Hidup di dunia ini hanya sekali, karena itu, jangan menyusahkan orang lain, terlebih orang tua,” pesan beliau membuka mauidahnya.
Lebih lanjut, beliau menjelaskan tentang konsep Ulul Albab, yaitu orang yang mampu memadukan ilmu agama dan ilmu umum. “Bagaimana Al-Qur’an yang ada pada adik-adik nanti bisa melahirkan karya-karya besar dengan pendekatan ilmu terkait,” ujarnya.
Sebagai motivasi, beliau mengungkapkan harapannya agar di antara hadirin ada yang kelak menjadi wanita terpandai, bahkan se-Asia. “Cantik itu nikmat, tetapi banyak godaan. Makanya, bersyukurlah yang tidak cantik, karena tidak terlalu banyak tantangan,” katanya dengan nada humor.
Menurutnya, Allah menciptakan setiap manusia dengan keunikan dan tujuan tersendiri. “Dijadikan gemuk maupun pendek bukan tanpa alasan. MasyaAllah, luar biasa Allah membuat segalanya ada tujuannya.”
Baca Juga: Wisuda Hafidzah Walisongo, Gus Jamil: Tips Cantik dan Sehat untuk Santriwati
Prof. Ali Aziz juga menceritakan keajaiban Al-Qur’an dalam kehidupan nyata. Beliau mengisahkan seseorang yang dipermudah menjadi profesor karena menghatamkan Al-Qur’an. Beliau juga menuturkan kisah seorang wanita yang menghadapi kesulitan ekonomi setelah ditinggal suaminya. Saat membaca Al-Qur’an, matanya hanya tertuju pada suatu ayat dalam surat Al-Kahfi. Ayat tersebut menyatakan bahwa “Anak, harta itu hanya aksesoris dunia, pelengkap dunia, sedangkan masa depan yang paling jelas adalah perbuatanmu yang menghasilkan pahala yang abadi.” Hal ini menyadarkannya untuk fokus pada perbuatan baik yang berdampak jangka panjang.
Di akhir tausiyah, beliau mengingatkan pentingnya bersujud dan berdoa untuk orang tua serta para guru.
“Adik-adik, di sini ada berapa puluh guru yang mengantarkan kalian sampai titik ini? Jangan lupa sujud dan berdoa untuk mereka. Sujud dan doa adalah bentuk penghormatan dan terima kasih yang tertinggi. Ditimbang bawa martabak, sujud dan doa itu jauh lebih menentukan, dan merupakan bentuk syukur.” Pesannya.
Pewarta: Ilvi Mariana