Jajaran para tokoh yang hadir dalam seminar nasional Pemikiran KH Hasyim Asy’ari dengan tema ‘Politisasi Agama dan Pengaruhnya Terhadap NKRI’ yang digelar di kampus Universitas Sumatra Utara, Medan, Rabu (16/4/18). (Foto: Abror)

Tebuireng.online- Tokoh intelektual Muhammadiyah Abdul Hakim Siagian mengungkapkan pertanyaan yang menggelitik yakni, apakah politisasi agama merupakan delik pidana atau tidak ?

“Sejauh belum menjadi delik pidana ya politisasi agama akan terus terjadi, mungkin ini hanya menjadi domain moral dan sekedar himbauan saja agar dijauhi jadi polisi tidak bisa berbuat apa apa karena tidak ada UU yang jelas mengaturnya,” ujarnya di acara Seminar Pemikiran KH Hasyim Asy’ari dengan tema ‘Politisasi Agama dan Pengaruhnya Terhadap NKRI’ yang digelar di kampus Universitas Sumatra Utara, Medan, Rabu (16/4/18).

Mustasyar PWNU Sumatra Utara, Profesor Katiman menilai politisasi agama sudah terjadi sejak zaman Nabi Muhammad SAW.

“Dan berlanjut zaman kekhalifahan tentu ada yang positif dan negatif, sedangkan contoh negatif seperti khawarij menggunakan ayat-ayat untuk melakukan kekerasan,” tegasnya.

Kombespol Sulistyo Pujo Hartono juga mengungkapkan Indonesia merupakan pertemuan berbagai pemikiran keagamaan dan menyimpan sumber daya alam yang menjadi daya tarik dunia luar, yang menyebabkan bangsa penjajah datang silih berganti.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

“Hal itu karena kita dipecah pecah oleh penjajah, setelah kita sadar untuk bersatu maka kita mampu mengusir penjajah, karena itu persatuan menjadi kekuatan yang harus dijaga, maka politisasi agama harus dijauhi karena ia merusak sendi sendi persatuan,” terangnya.

Sementara Muryanto Amin, akademisi Dekan FISIP USU menilai bahwa politisasi agama merupakan fenomena yang lazim terjadi di dunia timur dan barat dan kajian politisasi agama oleh kalangan akademis dimulai tahun 70an yaitu tertarik mengkaji fenomena kelompok marjinal di Amirika yang  selanjutnya meluas ke isu-isu agama.

“Dalam konteks Indonesia politisasi agama sering dipakai oleh kalangan pemberontak seperti DI/TII, GAM, dan sebagainya. Karena itu politisasi agama dalam bentuk apapun di Indonesia sulit menemukan tempatnya secara meluas karena kemajmukan telah menjadi akar historis yang terinternalisasi dalam kehidupan rakyat Indonesia,” tandasnya.


Pewarta: Mukhlas/Ririf

Editor/Publisher: Rara