Oleh: Ust. Abdul Ghofur, M.Pd.*

Sejak diresmikan oleh Menteri Agama RI pada tanggal 23 Agustus 2014 (19 Syawal 1935 H), SMA Trensains Tebuireng menjadi perhatian banyak kalangan. Tidak hanya di kalangan pesantren, kalangan akademisi dan praktisi pun sangat antusias mengikuti perkembangan pelaksanaan pembelajaran di SMA Trensains Tebuireng sebagai salah satu sekolah yang menerapkan gagasan “Pesantren Sains (Trensains)”. Hal ini terbukti dengan banyaknya permohonan studi banding, diskusi ketrensainan,  dan penelitian tesis (S-2) dan desertasi (S-3) baik dari universitas dalam maupun luar negeri di SMA Trensains Tebuireng sebagai lembaga pendidikan yang baru diresmikan tersebut.

Bagi sebagian kalangan, Trensains dianggap sebagai bentuk ikhtiar baru dalam meningkatkan kualitas pendidikan di dunia pesantren. Bagi sebagian yang lain, Trensains dianggap sebagai revolusi pesantren pada saat ini. Hal ini karena kurikulum dan pembelajaran yang dikembangkan mengikuti konsep “Pesantren Sains” sehingga menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat luas.

Di sampingitu, adanya ilmu filsafat sebagai mata pelajaran yang diajarkan kepada parasantri merupakan hal yang baru dalam sejarah kurikulum di dunia pesantren. Halinilah yang membedakan Trensains dengan pesantren yang telah ada sebelumnya.

Pada umumnya, umat Islam di dunia berada di bawah dominasi Barat dalam penguasaan ilmu dan teknologi. Di sisi yang lain, seiring dengan kemajuan tersebut terjadipula kemunduran dalam bidang sosial, moral, dan peradaban yang sangat menghawatirkan. Kerusakan alam yang terjadi saat ini serta kemunduran-kemunduran moral, sosial, dan peradaban ditengarai penyebabnya adalah bangunan sains modern itu sendiri.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Pendirian lembaga pendidikan yang didasarkan pada ilmu (sains) dan teknologi dengan basiswahyu sebagai konstruksi pengembangannya merupakan salah satu ikhtiar untukmengatasi masalah tersebut. Uraian pada artikel ini bertujuan untuk menjelaskankonsep pesantren sains (Trensains) dan epistemologi ilmu dalam sistem pendidikandi SMA Trensains Tebuireng (Pesantren Tebuireng 2) yang menerapkan Sains Islam.

Pesantren Sains (Trensains) Tebuireng

Pesantren Sains (Trensains) digagas sejak tahun 2013 oleh Agus Purwanto, D.Sc dosen Fisika Teori ITS Surabaya dengan tujuan utamanya melahirkan generasi yang tidak sekedar mumpuni dalam bidang sains, tetapi juga kompeten dalam bidang agama, serta menjadikan al-Qur’an sebagai basis pengembangan sains.

Atas kerjasama dengan KH. Salahudin Wahid (Pengasuh Pesantren Tebuireng), di Jombang gagasan  Trensains baru teraplikasikan pada tahun 2014 dengan nama SMA Trensains Tebuireng seiring dibangunnya Pesantren Tebuireng 2. Sekolah tersebut terletak di Jl. Raya Jombang-Pare KM. 19 Jombok Ngoro Jombang yang pada saat itu hanya membuka 4 (empat) kelas sebagai wujud dari aplikasi gagasan tersebut.

Trensains (Pesantren Sains) adalah konsep pendidikan yang tidak menggabungkan materi Pesantren dengan ilmu umum sebagaimana pesantren modern. Trensains mengambil kekhususan pada pemahaman al-Quran, hadis dan sains kealaman (natural science) dan pola interaksinya. Poin terakhir, interaksi antara agama dan sains merupakan materi khas Trensains yang tidak ada pada pesantren modern.

Bagi santri Trensains, kemampuan bahasa Arab dan Inggris menjadi prasyarat dasar,selain para santri juga dituntut mempunyai kemampuan nalar matematik dan filsafat yang memadai. Proyeksi kedepan bagi para alumni Trensains adalahilmuwan sains kealaman, teknolog, dan dokter yang mempunyai basis al-Qur’an yang kokoh.

Epistemologi Sains Islam di SMA Trensains Tebuireng

Epistemologi merupakan cabang filsafat yang berkenaan dengan pencarian hakikat dan kebenaran pengetahuan yang dilakukan dengan cara menyelidiki sumber, syarat, serta proses terjadinya pengetahuan. Dalam perkembangannya, epistemologi tidak dapat meninggalkan persoalan yang terkait dengan sumber ilmu pengetahuan dan beberapa teori tentang kebenaran, sehingga epistemologi merupakan cara bagaimana suatu pengetahuan itu didapatkan.

Dalam sains, suatu pengetahuan (teori) dapat diperoleh melalui tiga pilar bagunan sains, yaitu ontologi, aksiologi, dan epistemologi. Ontologi berkaitan dengan subjek atau realitas apa yang (diangggap) ada dan dapat dikaji, aksiologi berkaitan dengan tujuan suatu ilmu pengetahuan, dan epistemologi berkaitan dengan cara dan sumber suatu pengetahuan, dengan apa atau bagaimana suatu pengetahuan itu diperoleh. Ketiga pilar inilah yang menentukan karakteristik suatu sains dan yang membedakan antara sains satu dengan yang lainnya.

Sains barat (modern) juga dibangun melalui tiga pilar sebagaimana di atas. Namun, bangunan sains barat telah menghilangkan unsur wahyu sebagai bagunan sains. Materialisme ilmiah menjadi inti sari ontologi sains barat, realitas hanya terdiri dari materi, ruang, dan waktu dan jiwa hanya dianggap sebagai sekumpulan materi, serta berpikir dianggap debagai proses atomik belaka.  

Dalam aksiologi sains barat, materialisme telah membuang transendensi sains, juga menyingkirkan tujuan akhir sains. Keadaan ini membuat para ilmuwan hanya takjub dengan dirinya sendiri ketika berhasil mengungkap rahasia alam semesta, akibatnya para ilmuwan terjebak dalam kondisi nihilisme, kehampaan ruhaniah, dan kekosongan spiritual.

Disisi yang lain, epistemologi dalam sains modern hanya terbatas pada metodeilmiah dan menolak wahyu sebagai salah satu sumber serta petunjuk dalampengembangan sains. Hal inilah yang ditegarai menjadi musabab bagi sains baratyang berkembang saat ini bahwa sains hanyalah untuk sains itu sendiri, sehinggatidak heran jika terdapat banyak ilmuwan-ilmuwan merasa kering ruhani sertaspiritualnya ditengah capaiannya yang sangat luar biasa.

Pada aspek yang lain, berdasarkan fakta saat ini seiring dengan kemajuan dan perkembangan sains barat terjadi pula kemerosotan akhlak, sosial, moral, dan peradaban yang justru menjadi bencana bagi manusia-manusia modern. Kondisi inilah yang melatarbelakangi berdirinya lembaga-lembaga pendidikan sebagai penerap konsep atau gagasan “Pesantren Sains” dimana lembaga pendidikan tersebut sebagai ujung tombak dalam penerapan sains Islam.

Epistemologi sains Islam dalam gagasan Trensains, menjelaskan bahwa al-Quran dapat dikonfirmasi kebenarannya oleh fenomena alam dan diri manusia, artinya bahwa al-Quran dapat menjadi sumber informasi bagi suatu fenomena alam, atau al-Quran dapat menjadi basis bagi bangunan teori tentang alam.

Maksudnya adalah dalam epistemologi sains Islam, wahyu dan sunnah adalah sumber yang memberikan inspirasi bagi pembangunan ilmu pengetahuan, dimana ayat-ayat kauniyah digunakan sebagai konstruksi sekaligus sumber dalam pengembangan sains serta pola penyelenggaraan pendidikannya.

Dengan demikian, diharapkan bangunan epistemologi sains Islam untuk ilmu pengetahuanakan melahirkan generasi Muslim yang shalih dalam bidang agama dan ahli dalambidang ilmu pengetahuan dan teknologi, yang pada gilirannya akan memberikandampak bagi kejayaan peradaban Islam di masa yang akan datang serta bangsaIndonesia dan dunia internasional pada umumnya.


*Tim PengembangKurikulum dan Pembelajaran SMA Trensains Tebuireng