Tebuireng.online— Tak banyak orang muslim, khususnya dari Indonesia yang masuk dalam jajaran ilmuan top dunia, termasuk dalam bidang sains. Hal itu dipicu oleh kurangnya perhatian pemerintah terhadap peningkatan mutu pendidik. Dibutuhkan keseriusan pemerintah dalam peningkatan mutu pendidikan dan berani mendukung ilmuan-ilmuan bangsa untuk mengembangkan penelitiannya.
Hal itu disampaikan oleh pakar kimia kristalografi, penerima Habibie award 2012, dan penemu 730 senyawa koordinasi baru dari unsur golongan 15, Prof. Effendy dalam Kuliah Umum di SMA Trensains Tebuireng Jombok Ngoro Jombang pada Ahad (14/01/2018). Ia juga termasuk dari 361 ilmuan top dunia dan merupakan doktor lulusan University of Western, Australia yang lulus dengan pridikat Cumlaude (IPK: 3,9) serta salah satu ilmuwan yang aktif dalam publikasi jurnal internasional.
Menurut Pak Eff, begitu sapaan akrabnya, tidak mudah menjadi orang top dunia. Namun, menurutnya, seharusnya banyak orang Indonesia yang bisa menembus jajaran orang-orang top di dunia, syaratnya harus berpendidikan mininal S3, menjadikan orang terbaik di dunia sebagai pembimbingnya dan pemerintah harus serius dalam peningkatan mutu para dosen.
“Kalau mau menjadi orang top sedunia itu harus S3, dan jadikanlah orang tertop dunia sebagai pembimbing dan motivasi. Dulu dosen saya saat menempuh S1 di Universitas Negeri Malang berpendidikan S2 sebanyak 2 orang dari 20 orang dosen, sehingga saat itu belum mutu lulusan yang dihasilkan belum begitu memuaskan,” ungkapnya di depan para santri.
Namun, ia bersyukur, sekarang sebagian besar yang menjadi dosen sudah berpendidikan doktor. Ia menilai, jikalau pemerintah serius mengembangkan pendidikan, maka seharusnya seluruh anggaran dapat diserap semuanya dengan maksimal untuk peningkatan mutu pendidikan para dosen.
Ia mengaku miris dengan kondisi pendidikan di Indonesia. Ia telah menganalisis masalah pembelajaran kimia SMA dan MA. Hasilnya, pembelajaran yang terjadi saat ini banyak yang kurang mendasar secara konsep, bahkan tidak sedikit yang salah konsep, sehingga kurang dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam sistem tatanama senyawa, kurang dapat mengembangkan kemampuan berfikir tingkat tinggi, dan belum berorientasi pada pengembangan karakter.
Menurutnya untuk mengatasi hal itu, perlu memasukkan sisi religiusitas dalam pembelajaran kimia. “Sifat religius dalam pembelajaran kimia dapat menumbuhkan sikap hidup yang selalu bersyukur, dan sikap yang semakin tunduk (beriman) kepada Allah SWT,” tambahnya.
Acara kali ini terbilang sangat menarik. Pasalnya tidak hanya santri, para asatidz dan undangan pun dibuat tertawa dan bersorak ria, apalagi saat Pak Eff menyampaikan konsep-konsep dalam ilmu kimia beserta miskonsepsinya. Begitu menariknya, sehingga teriakan shalawat dan yel-yel mengiringi presentasi beliau. Semakin lama presentasi semakin menarik, puncaknya ketika salah satu santriwati, Suciati Fitri dari kelas XII sains 4 mampu menjelaskan dengan baik pertanyaan yang dilontarkan oleh Pak Eff.
Pak Eff menyebut SMA Trensains berpotensi menjadi sekolah yang sangat maju bahkan dapat menjadi sekolah bertaraf internasional. Untuk itu, ia menyarankan agar segera merumuskan program-program lompatan untuk mempercepat proses menjadi sekolah yang bermutu yang dapat melahirkan ilmuwan top dunia.
Di akhir paparannya, Pak Eff menyampaikan bahwa untuk meningkatkan karakter religius pada siswa Indonesia, lembaga pendidikan harus sadar akan 6 hal, yaitu ilmu yang dipahami hanya sedikit karena segalanya mengikuti perkembangan zaman, adanya keteraturan pada alam semesta, kehidupan karena belas kasih Allah SWT, segala penciptaan Allah SWT adalah yang terbaik, jika Allah SWT melarang atas sesuatu pasti ada manfaat secara agama dan sains, dan juga perintah Allah SWT itu pasti bermanfaat.
Ia menuturkan, pembelajaran kimia dapat digunakan sebagai alat untuk mengembangkan karakter religius siswa dengan cara merancang pembelajaran tersebut sebaik mungkin. Tidak hanya itu, Pak Eff menyarankan, sekolah juga dapat mengembangkan karakter religius untuk semua mata pelajaran, sehingga tidak perlu ada satu mata pelajaran khusus untuk menumbuhkan karakter religius.
Pewarta: Nadia Salma dkk
Editor/Publisher: M. Abror Rosyidin