
Oleh: Yuniar Indra*
Puasa dengan berbagai corak ibadahnya sema-mata hanya bertujuan karena Tuhan. Puasa sama sekali tidak tampak oleh orang-orang sekitar kita, berbeda dengan dengan aktivitas takbir, ibadah haji dengan tawaf, sai, dan wukuf, atau zakat dengan penampakan harta benda, semuanya merupakan ibadah yang nampak. Tapi puasa tidak bisa dilihat, puasa bisa sambil mengaji, sambil salat atau bahkan sambil rebahan. Jadi puasa adalah ibadah yang benar-benar sirri. Wajar saja ketika Allah berfirman puasa itu yang menilai Aku sendiri.
Bahkan saking istimewanya puasa, bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi bagi Allah dari pada bau minyak kasturi, sebagaimana riwayat Bukhari Muslim. Menurut Imam Syafi’i sendiri membiarkan bau mulut saat berpuasa dimulai sejak tergelincir matahari hingga terbenam merupakan sebuah kesunnahan, bahkan ada keistimewaan (fadhilah) tersendiri daripada menghilangkannya.
Alhasil ketika dipahami secara zahir, hadis itu akan menimbulkan prespektif bahwasanya biarlah mulut bau ketika puasa tidak disenangi orang tapi disenangi oleh Allah.
Seputar hal di atas, KH. Mustain Syafii dalam satu khotbahnya mengungkapkan pendapat lain. Beliau memahami sebaliknya, lah wong bau mulut orang puasa saja itu dihargai di hadapan tuhan, sampai-sampai dihargai lebih harum dari pada kasturi, apalagi kalau orang itu tidak bau mulut. Apakah tuhan malah ndak makin senang? Sekali lagi ini soal pilihan kami lebih memilih pendapat yang tidak bilang sikat gigi di siang hari itu makruh.
Dari apa yang beliau katakan, sepertinya beliau memang lebih condong kepada para cendikiawan muslim/ yang mengatakan bahwa sikat gigi atau bersiwak ketika bau mulut itu sangat dianjurkan meskipun ketika tengah berpuasa. Memang ada beberapa pendapat yang bilang begitu, salah satunya Syaikh Izzudin ibn Abdissalam.
Bahkan pendapat Al-Maziri yang dikutip Ibnu Hajar dalam Fathul Bari mengatakan bahwa hadis tentang bau mulut orang puasa itu hanya majaz. Sebuah majaz yang digunakan untuk memberi pemahaman kepada seseorang bahwa orang yang berpuasa itu lebih didekati oleh Allah melebihi dari kondisi ketika kita mendekati orang yang bau wangi.
Mengenai siwak atau sikat gigi ketika berpuasa, dalam hadis lain diterangkan bahwa Rasulullah sering terlihat bersiwak meski sedang berpuasa (Riwayat Tirmizdi).
Bila diamati sebenarnya para ulama kita tidak lagi membincangkan mana yang baik dan yang tidak baik, tetapi membahas mana yang lebih baik di antara dua hal baik tersebut. Berarti ini soal pilihan silakan memilih salah satu darinya toh keduanya sama-sama baik. Sederhananya, kalau bisa harus dengan cara yang tak membatalkan, mengapa memilih bau? Mungkin itu analogi sederhana yang bisa kita pertimbangkan. Waallahu a’lam…
*Mahasantri Mahad Aly Tebuireng.