
Sebelum terkodifikasi secara meluas layaknya hari ini, hadis hanya menyebar melalui tradisi lisan (oral tradition). Sebenarnya sudah ada beberapa usaha untuk menuliskan hadis Nabi di masa awal perkembangan Islam namun usaha tersebut selalu gagal. Abu Bakar diriwayatkan telah membakar catatan miliknya yang memuat hadis sebanyak lima ratus hadis (Az-Zahabi). Hal itu terjadi karena di masa tersebut perhatian umat muslim dalam hal pengkodifikasian tersentra kepada al-Quran dan juga ada kekhawatiran akan tercampurnya hadis dengan al-Quran. Sehingga catatan hadis tidak ditemukan sampai abad ke-2 H.
Hadis yang diriwayatkan dari Nabi ke sahabat dan disampaikan lagi ke sahabat lain atau tabi’in bervariasi redaksi matannya, karena kemampuan mereka dalam mendengar dan menghafalkan tidak sama. Yang terjadi adalah dalam periwayatan hadis, sebagian sahabat (maupun perawi setelah mereka) ada yang mampu meriwayatkan secara lafal (ar-riwayah bi al-lafz) dan ada yang hanya mampu meriwayatkan secara makna (ar-riwayah bi al-ma’na).
Hadis – hadis yang diriwayatkan bi al-lafz cenderung hanya hadis yang berbentuk sabda Nabi (hadis qauliyyah). Sedangkan selain itu yang berupa hadis perbuatan (fi’liyyah) dan ketetapan (taqririyyah) Nabi hanya mungkin diriwayatkan bil ma’na.
Yang dimaksud ar-riwayah bi al-ma’na adalah periwayatan hadis yang dilakukan oleh seorang periwayat dengan menggunakan lafal dari dirinya sendiri, baik secara keseluruhan maupun sebagiannya saja dengan tetap menjaga artinya tanpa menghilangkan apapun apabila dibandingkan dengan hadis yang diriwayatkan bi al-lafz atau teks asli hadisnya (Noorhidayati, 2012). Mayoritas hadis diriwayatkan bi al-ma’na. Hal itu diperjelas dengan adanya perbedaan – perbedaan lafal dari para periwayat yang tsiqah untuk satu hadis.
Implikasi dari ar-riwayah bi al-ma’na terhadap teks hadis
Al-Ikhtisar dan at-Taqti’
Al-ikhtisar artinya meringkas dan at-taqti’ artinya memenggal matan hadis. Maksudnya adalah meriwayatkan sebagian hadis dan meninggalkan sebagian lainnya. Periwayatan dengan metode al-ikhtisar ini menjadi konsekuensi dari ar-riwayah bi al-ma’na. Ulama hadis ada yang melarang menggunakan metode ini dan ada yang membolehkannya.
At-Taqdim dan at-Ta’khir
At-taqdim adalah medahulukan lafal yang tidak semestinya didahulukan dan at-ta’khir adalah mengakhirkan lafal yang tidak semestinya diakhirkan. Pada hadis yang diriwayatkan bi al-ma’na oleh periwayat terjadi keterbalikan atau tertukar (al-qalb) letak keberadaan lafal tertentu dalam kalimat. Hal ini terjadi kemungkinan karena lemahnya kadar ingatan periwayat yang bersangkutan atau dengan kata lain tidak ada unsur kesengajaan. Jika at-taqdim dan at-ta’khir ini sampai merubah dilalah tidak diperbolehkan. Karena hal itu akan menyebabkan hadis tersebut menjadi berstatus da’if dan menjadi hadis maqlub.
Az-Ziyadah dan An-Nuqsan
Az-ziyadah artinya menambah dan an-nuqsan artinya mengurangi. Maksudnya adalah menambah atau mengurangi matan hadis yang sebenarnya. Karena ingin menyampaikan riwayat secara ringkas periwayat sangat bisa melakukan an-nuqsan. Sebaliknya jika ingin menjelaskan atau menafsirkan hadis perawi sangat mungkin menambah ungkapannya ke matan hadis.
Al-Ibdal
Al-ibdal adalah penggantian huruf, kata, dan kalimat dalam matan hadis. Al-ibdal banyak terjadi sebagai implikasi ar-riwayah bi al-ma’na. Ulama ahli hadis melarang al-ibdal karena akan merubah arti dan kandungan hadis, terutama hadis yang berkaitan dengan penyebutan nama Allah dan sifat-Nya.
Ar-riwayah bi al-ma’na menyebabkan terjadinya hal–hal di atas dan akan menimbulkan dua kemungkinan, pertaman teks hadis masih dalam satu pengertian dan kemungkinan lain arti atau kandungan hadis berubah. Kemungkinan terakhir inilah yang akan meyebabkan suatu hadis menjadi lemah karena ada kejanggalan (syaz) dan cacat (‘illah) pada matan.
Lebih parah lagi hal tersebut berpengaruh pada status hadis yang semula dinilai sahih menjadi hadis da’if. Hadis–hadis yang bersangkutan masuk dalam kategori hadis maqlub, mudtarrib, mudraj, atau yang lainnya.
Sumber:
Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Usman Az-Zahabi, Tazkiratul-Huffaz, Juz I (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah), 1998.
…, Siyar A’lam an-Nubalâ’, juz V (Beirut, Muassasah Ar-Risalah), 2001.
Salamah Noorhidayati, Kritik Teks Hadis: Analisis tentang Ar-Riwayah bi al-Ma’na (Yogyakarta: Penerbit Teras), 2012
Ditulis oleh Yazid Mubarok, Mahasiswa Ilmu Hadis UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta