Santri Tebuireng saat memperingati Hari Santri Nasional di Kawasan Makam Gus Dur (KMGD) Tebuireng Jombang. (foto: tebuirengonline)

Salah satu hal yang perlu disadari bersama sebagai masyarakat akademik, yaitu memahami peran keberadaan resolusi jihad dan peringatan Hari Santri Nasional sangatlah signifikan. Dengan memahami jihad secara mendalam, terlibat dalam kegiatan sosial, dan menciptakan dialog yang konstruktif, masyarakat dapat berkontribusi dalam menciptakan lingkungan yang lebih baik. Selain itu, dengan merayakan Hari Santri, masyarakat dapat menghargai kontribusi santri dalam sejarah bangsa dan memperkuat nilai-nilai positif yang dapat menjadi teladan.

Kita sepakati bersama bahwa Jihad bukan hanya perjuangan fisik, melainkan juga usaha untuk mencapai kebaikan dan keadilan dalam masyarakat. Pendidikan yang tepat mengenai jihad dapat membantu masyarakat membedakan antara jihad yang konstruktif dan ekstremisme yang merugikan. Masyarakat bisa berkontribusi melalui berbagai kegiatan sosial, seperti bakti sosial, pemberdayaan ekonomi, dan lingkungan.

Ini merupakan bentuk jihad yang lebih relevan di era modern, di mana upaya kolektif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sangat diperlukan. Masyarakat berperan dalam menciptakan dialog yang konstruktif antara berbagai kelompok agama dan budaya. Upaya ini penting untuk mengurangi ketegangan sosial dan mempromosikan toleransi, sehingga resolusi konflik dapat tercapai.

Resolusi Jihad

Resolusi Jihad merupakan salah satu dokumen penting dalam sejarah perjuangan umat Islam di Indonesia. Istilah ini dikenalkan pada 22 Oktober 1945 oleh para ulama dan santri, resolusi ini bertujuan untuk memberikan arahan kepada umat Islam dalam melawan penjajahan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Namun, pemahaman dan penerapan konsep jihad dalam masyarakat modern sering kali diperdebatkan dan disalahartikan.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Baca Juga: Resolusi Jihad, Sejarah Yang Hampir Terlupakan

Secara umum, Resolusi Jihad berarti bahwa umat Islam, khususnya para santri, harus siap berjuang membela tanah air dari ancaman penjajahan. Dalam konteks ini, jihad bukan hanya dimaknai sebagai perang fisik, tetapi juga sebagai usaha untuk menegakkan keadilan, kebaikan, dan kemanusiaan. Hal ini mencerminkan semangat kolektif umat Islam dalam berkontribusi terhadap perjuangan kemerdekaan.

Resolusi Jihad muncul dalam suasana yang penuh ketegangan setelah proklamasi kemerdekaan. Ketika Belanda kembali berusaha menjajah Indonesia, banyak ulama dan santri yang merasa terpanggil untuk melawan. Resolusi ini menjadi panggilan moral bagi umat Islam untuk terlibat aktif dalam perjuangan bersenjata melawan penjajah. Sejarah mencatat bahwa para santri berperan penting dalam Pertempuran Surabaya yang terjadi pada November 1945.

Resolusi Jihad memiliki makna yang dalam dan beragam dalam konteks sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Di era modern ini, penting bagi masyarakat untuk memahami konsep jihad tidak hanya sebagai perang fisik, tetapi juga sebagai upaya membangun dan memperjuangkan kebaikan. Melalui pendidikan, dialog, dan keterlibatan sosial, masyarakat dapat menginternalisasikan nilai-nilai jihad yang positif dan relevan.

Hari Santri

Hari Santri Nasional diperingati setiap tanggal 22 Oktober sebagai bentuk penghormatan kepada para santri yang telah berkontribusi dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Peringatan ini tidak hanya merupakan pengakuan terhadap peran santri, tetapi juga sebagai momen refleksi untuk menginternalisasi nilai-nilai kebangsaan dan keislaman.

Hari Santri ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2015. Tanggal 22 Oktober dipilih untuk memperingati Resolusi Jihad yang dikeluarkan oleh para ulama pada tahun 1945. Resolusi ini menyerukan kepada umat Islam, khususnya santri, untuk berjuang melawan penjajahan Belanda setelah proklamasi kemerdekaan. Dalam konteks ini, santri berperan aktif dalam perjuangan fisik dan moral untuk mempertahankan kemerdekaan.

Hari Santri memiliki beberapa makna penting, yaitu: Penghargaan terhadap santri: peringatan ini mengakui jasa-jasa santri yang telah berjuang dalam mempertahankan kemerdekaan. Santri bukan hanya sebagai pelajar, tetapi juga sebagai agen perubahan yang berkontribusi dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Pendidikan dan pembudayaan: hari Santri menjadi momentum untuk mempromosikan pendidikan berbasis nilai-nilai Islam. Ini mencakup penguatan karakter dan moral yang diajarkan di pesantren, serta penerapan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Promosi toleransi dan kerukunan: dalam konteks masyarakat yang majemuk. Hari Santri juga mengajak umat Islam untuk menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi dan kerukunan antaragama. Santri diharapkan dapat menjadi contoh dalam membangun masyarakat yang damai.

Hari Santri Nasional tentu menjadi momen penting untuk menghargai peran santri dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Melalui peringatan ini, masyarakat diharapkan dapat menginternalisasi nilai-nilai yang diajarkan di pesantren, serta mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Santri bukan hanya pelajar, tetapi juga sebagai penggerak perubahan yang positif dalam masyarakat.

Oleh karena itu Resolusi Jihad dan Hari Santri adalah dua momen penting dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia yang melibatkan umat Islam, khususnya para santri. Resolusi Jihad yang dikeluarkan pada 22 Oktober 1945 merupakan panggilan bagi umat Islam untuk berjuang melawan penjajahan. Sementara itu, Hari Santri Nasional yang diperingati setiap tahun juga bertujuan untuk menghargai kontribusi santri dalam perjuangan kemerdekaan. Dalam konteks ini, masyarakat memiliki peran penting dalam menyikapi dan menginternalisasi nilai-nilai tersebut.

Masyarakat memiliki peran yang sangat signifikan dalam menyikapi Resolusi Jihad dan Hari Santri. Dengan memahami dan menginternalisasi nilai-nilai yang terkandung dalam kedua momen tersebut, masyarakat dapat berkontribusi dalam menciptakan lingkungan yang damai dan sejahtera. Melalui pendidikan, keterlibatan sosial, dan dialog yang konstruktif, masyarakat dapat menjadi agen perubahan yang positif, mendukung pengembangan karakter dan moral santri, serta membangun kerukunan antaragama.



Penulis: Munawara, Universitas Hasyim Asy’ari Jombang.