Judul               : Kiai Shobari: Santri Kinasih Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari

Penulis             : Cholidi Ibhar

Penerbit           : Pustaka Tebuireng

Cetakan           : I, Juli 2018

Tebal               : xvi + 144 halaman

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Harga              : Rp 27.000

Peresensi         : Fitrianti Mariam Hakim

Ahmad Shobari, atau lebih populer dengan sebutan Kiai Shobari, merupakan seorang Kiai di Tebuireng yang selalu khidmat dan menjadi khadam Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari. Menurut penuturan salah satu puteranya, Dr. dr. Chamim Shobari, SpOG, K-Onk., nama Ahmad Shobari diperoleh sewaktu haji. Namun, ada juga yang mengatakan, perubahan nama itu ialah pemberian dari Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari.

Nama asli dari Kiai Shobari adalah Bambang Margono. Anak dari sang ayah yang bernama Singopawiro, putra dari Singotiko yang bergaris kepada keluarga Betoro Katong, seorang petinggi Kerajaan Majapahit. Sedangkan ibu Kiai Shobari bernama Asma. Ia memiliki mata rantai yang berpucuk kepada keturunan Syarif Hidayatullah.

Jelas sudah, bahwa Kiai Shobari merupakan darah biru. Kendati begitu, Kiai Shobari datang ke Tebuireng tidak menjadi santri biasa yang tinggal di gutekan (kamar santri) bersama santri-santri lainnya. Melainkan, lebih memilih menjadi khadam dan khidmat di Dalem Kasepuhan untuk melayani tamu-tamu Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari. Inilah yang menjadi salah satu hal yang menarik sosok Kiai yang kharismatik ini.

Selain darah biru, Kiai Shobari juga memiliki latar belakang keluarga santri. Latar belakang ini menjadi penyebab mudah dimengerti pilihan Kiai Shobari untuk menjadi khadam Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari, yaitu berasal dari nalar sadarnya. Kiai Shobari memahami bahwa turut membantu secara total dan dekat dengan pencetus Resolusi Jihad dan guru para ulama ini, mempunyai dampak ikatan yang tidak terbatas spiritual namun juga keilmuan yang berarti.

Oleh sebab itu, Kiai Shobari tidak merasa canggung, malu ataupun gengsi menjalani pengabdiannya di Dalem. Sekalipun bagi orang lain, hal itu merupakan sesuatu yang konfliktual. Seseorang berasal dari keluarga the have dan berstrata tinggi, mau mengerjakan hal yang dipandang rendah. Dengan begitu, Kiai Shobari dianggap dengan sebutan khadimul allamah, pelayan tapi alim seperti Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari. Terlebih, memanglah al-ulama’ warasatul anbiya’, ulama’ pewaris Nabi.

Setelah berbicara mengenai latar belakang Kiai Shobari, salah satu kiai Tebuireng yang kondang, selain KH. Ishaq Latief, Kiai Ali Musthofa Ya;kub, Kiai Syansuri Badawi, tentu saja semakin jelas menggambarkan bagaimana sosok beliau. Kiai Shobari adalah sosok kiai yang mukhlisin dan tawadhu terhadap setiap orang, terlebih kepada guru-gurunya. Betapa tidak, jika mengendarai motor dan melewati depan rumah gurunya, Kiai Shobari pastilah turun dari sepeda kemudian berjalan sambil menuntunnya. Selepas beberapa meter, barulah menaiki kembali sepeda motornya.

Beliau dikenal putra-putrinya sebagai seorang ayah yang bertanggung jawab dan memberikan tauladan bagaimana hidup dengan ikhlas. Sifatnya yang ramah, lemah lembut, hampir kepada anak-anaknya, santri-santrinya, menunjukkan sifat kedermawanan beliau kepada semua orang, terutama kepada orang yang sakit. Beliau datang memeriksa dan membaca Al Quran untuk mendoakan orang yang sakit melalui perantara air. Alhamdulillah, para pasien sembuh dan dapat beraktivitas kembali.

Kiai Shobari menjadi santri di Tebuireng selama 15 tahun dan tidak pernah mengaji secara khusus. Namun begitu, Kiai Shobari menjadi alumni yang bisa membaca berupa-rupa kitab dan semua kitab induk dikuasainya. Kealiman Kiai Shobari diperoleh melalui kaifiyyah ilmu laduni dan ilham. Hal yang metarasional dan tak mungkin bisa dijelaskan dengan rasional dan empirisme. Saat di Tebuireng, Kiai Shobari sekedar menjadi khadam dan tak mengaji secara khusus. Selepas itu, berulah beliau berangkat ke Mekkah dan tinggal disana 8 tahun. Tentu, ilmu keagamaannya bertambah semakin luas dan menjulang.

Hal ini sama terjadi dengan Kiai Sukadi. Salah satu murid Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy;ari yang berasal dari Kebumen dan hingga kini masih sugeng. Kiai Sukadi juga menempuh model belajar yang khusus dan berbeda dengan santri pada umumnya. Satu kalipun, beliau tidak pernah menempuh perjalan dari Kebumen ke Tebuireng melalui jalur transportasi. Perjalanan itu selalu ditempuh selama 7 hari dengan berjalan kaki. Kiai Sukadi menjadi khadam Hadratussyaikh dan tinggal di Dalem, tidak mengaji layaknya santri yang lain.

Di Tebuireng, Kiai Shobari kondang dengan ilmu hikmah dan kemampuan belajar dengan metode lain. Pengarang buku ini, Cholidi Ibhar yang merupakan salah satu muridnya, mengatakan bahwa tak mengehrankan bila santri antre merajuk kepada Kiai Shobari agar dikantongi ijazah-ijazah berupa-rupa hal. Dan sekali lagi, tidak kaffah (sempurna) bila tidak mengantongi ijazah Kiai Shobari selepas purna nyantri di Tebuireng. (Bab Hanya Mengenali Fotonya hal. 13)

Buku karangan Cholidi Ihbar ini bertajuk, “KH. Shobari: Santri Kinasih Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari” mengungkap secara singkat dan ringan mengenai kisah-kisah seputar sosok Kiai Shobari. Buku ini terdiri dari 38 tulisan pendek mengenai berbagai hal terkait dengan kegiatan Kiai Syamsuri saat mengajar di Pesantren Tebuireng. Dari beberapa judul tulisan pendek itu bisa menjadi petunjuk tentang buku ini, seperti Kiai “Bambang” Shobari, Tak Ngaji, Tapi Alim, Darah Biru, Ta’dhimnya Kepada Hadratussyaikh, Takut Terkenal, dan lain sebagainya.

Sampul yang tebal dan design sampul yang menarik menjadi keunikan tersendiri terhadap buku ini. Dengan bahasa yang ringan dan lugas, sesekali menggunakan bahasa Arab dan Inggris. Sang pengarang, Cholidi Ibhar berusaha memaparkan dan menggambarkan sosok kiai khos jebolan Tebuireng ini dengan kacamata yang nyata dan tidak dilebih-lebihkan. Buku ini layak untuk dibeli dan dibaca. Selamat membeli dan membaca.


*Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng