
Malam
Malam tak pernah kesepian,
meskipun tanpa bulan, tanpa bintang.
Ia tetap akan menjadi malam.
Malam yang panjang, atau malam yang pendek.
Tergantung bagaimana perasaannya.
Ia juga tidak pernah mengeluh,
menggerutu, mengutuk.
Bahkan tak pernah sekalipun berteriak.
Ia tetap menerima takdirnya sebagai malam.
Pejalan
Ia tak lagi mencari detik.
Bahkan ia tak menyesali nasib.
Barangkali ia sudah mampu mengeja nasib.
Mungkin itu sebabnya, pada jalan hampa,
ia bisa tenang.
Namun, yang pasti ia terus menjadi pejalan,
sebab baginya menuju rumah masih panjang jalannya.
Terjebak
Berapa cerita sudah kautulis,
berapa bait sudah kau ajak baris.
Aku tahu ini caramu,
untuk mencari jawaban yang tak kunjung terjawab.
Aku paham bagaimana rasanya terjebak dalam lubang-lubang tak berujung.
Kurang lebih seperti saat main petak umpet, kau jaga,
tetapi teman-temanmu bersembunyi di rumah.
Kau akan menemukan jawabannya, entah kini, esok, atau nanti.
Desember
Kau akan merasa sunyi,
seperti buku yang tak pernah dibuka
sekedar untuk membersihkannya.
Seperti Desember yang menggantung di luar sana.
Tanpa percakapan, gurauan, apalagi tawa melengking.
Hanya sesekali asap rokok menemani.
Ya, kau memang begitu,
selalu berputar, menjauh.
Ketika ku tanya sampai kapan?
Sampai bumi menggulungku.
Menemuimu
Entah kapan giliranku menemuimu.
Katanya jalan sudah terbentang,
malam sudah tertawa.
Aku pun sudah pamit pada buku-buku.
Angka-angka juga sudah kucatat,
barangkali mau dibayar dengan buku,
syukur-syukur ikhlas tanpa kata.
Aku juga sudah pamit pada kamar yang selalu bersuara,
meneriakan kata pergi.
Tetapi aku mendadak bisu pada kilatan putih di langit kamar.
tangan dan kakiku kaku.
Ah, aku masih penakut.
Biarkan saja, aku tunggu saja esok menemuimu.
Penulis: Malik Ibnu Zaman