Oleh: M. Rizki Syahrul Ramadhan*
Pernahkah kita membandingkan nasib alumni Ma’had Aly Hasyim Asy’ari (MAHA) dengan alumni perguruan tinggi yang lain? Jika kita perhatikan, sebenarnya nasib alumni MAHA relatif lebih baik. Sebab, Ma’had Aly menyediakan program pengabdian bagi alumninya. Dengan adanya masa pengabdian, minimal alumni MAHA akan mudah menjawab pertanyaan “Mau ngapain setelah lulus?” atau menampik gojlokan “Ciye ada pengangguran baru nih.”
Pengabdian adalah masa yang penting untuk mematangkan diri para alumni MAHA dalam menyongsong rencana hidup ke depan. Waktu sekitar dua atau tiga tahun saat mengabdi itu bisa kita sebut golden age kedua.
Di masa-masa ini, kita bisa menyiapkan aneka kebutuhan untuk meloncat menuju tujuan kita selanjutnya. Sebagai gambaran, saya akan bercerita bagaimana cara saya menghabiskan waktu pengabdian itu.
Pertama, posisi pengabdian saya ada di Majalah Tebuireng. Saya suka dengan posisi ini karena sesuai dengan minat dan kemampuan saya. Pihak Majalah Tebuireng juga tidak asal memilih saya, karena sebelum ke unit ini, saya telah memiliki pengalaman mengelola majalah kampus MAHA Media. Yang jelas, saya menempatkan segala urusan di Majalah Tebuireng sebagai prioritas utama aktivitas saya.
Kedua, saya menempuh kuliah S2 di UIN Malang, Program Studi Ilmu Agama Islam (Dirasah Islamiyah atau Islamic Studies). Sebelum mendaftar, saya meminta izin dulu ke beberapa pihak, yaitu kepala Unit Penerbitan Tebuireng, Wakil Mudir Ma’had Aly, dan tentunya ke orang tua. Mengapa perlu izin? Sebab prioritas utama saya di waktu itu adalah mengabdi ke Majalah Tebuireng sebagai utusan MAHA. Bisa jadi kuliah S2 ini akan mengganggu pengabdian saya. Karena itu, saya bertanya dahulu kepada orang-orang yang berkaitan.
Ketiga, saya masuk sebagai tenaga pengajar di Program Diniyah Tebuireng atau yang biasa disebut pengajian takhasus. Melalui pengajian ba’da magrib tersebut, saya ingin memasang tali agar kemampuan membaca kitab kuning yang telah dilatih di MAHA tidak lepas dan menguap begitu saja. Selain itu, saya juga tidak mau menjadi orang asing ketika masuk ke dalam lingkungan pondok, karena aktivitas di Majalah Tebuireng tidak banyak dilakukan di dalam pondok.
Melalui tiga aktivitas tersebut, saya telah menyiapkan diri saya untuk menjadi orang dengan beberapa kemungkinan ekspertasi. Saya bisa menjadi penulis, bisa menjadi akademisi atau peneliti, dan bisa pula menjadi guru ngaji. Ekspertasi itu juga bisa digabungkan. Misalnya, saya akan menjadi seorang peneliti yang pandai menulis dengan kemampuan utama di bidang agama Islam.
Maka dari itu, alumni MAHA harus memanfaatkan masa pengabdian sebaik-baiknya. Jika tidak mau membuat rencana hidup jangka panjang karena terlalu rumit dan lebih suka hidup mengalir, setidaknya seriuslah menjalani pengabdian itu. Sedikit atau banyak, keseriusan itu akan berpengaruh pada perjalanan hidup di masa depan.
*Alumni Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Angkatan ke-9. Disarikan dari Majalah Maha Media edisi Wisuda 2022