
Pemahaman mengenai sebuah konsep Ukhuwah Bashyariyah di Indonesia pertama kali dikenalkan oleh KH. Achmad Shiddiq pada saat muktamar Nadhatul Ulama di Situbondo 1984. Ia menjelaskan bahwa Nadhalatu Ulama haruslah menegakkan tidak hanya Ukhuwah Islamiyah, tetapi juga Ukhuwah Wathoniyah dan Ukhuwah Basyariyah. Baginya, Ukhuwah Basyariyah sangat dibutuhkan oleh warga Nadhliyin untuk hidup berdampingan dengan kemajukan masyarakat Indonesia yang mana hal ini tertuang pada asas Bhineka Tunggal Ika (berbeda-beda tetapi satu tujuan).
Mengutip dari KH. Achmad Shiddiq, sesuatu yang paling mendasar dari ketiga ukhuwah itu ada Ukhuwah Basyariyah, atau dijabarkan sebagai sebuah bentuk rasa persaudaraan dan solidaritas sebagai manusia. Karena akan sangat tidak memungkinkan seorang muslim dapat meneggakan Ukhuwah Islamiyah, bila ia tidak dapat meneggakan Ukhuwah Wathoniyah. Karena hal yang sangat mustahil warga Nadhliyin bisa hidup rukun dengan orang Muhammadiyah bila sekiranya masing-masing tidak memiliki kesediaan untuk menegakkan rasa persaudaraan sebagai sesama warga negara Indonesia.
Baca Juga: Perjalanan NU, Dari Ukhuwah Menuju Kemajuan dan Peranannya di Masyarakat
Selanjuntnya, Ukhuwah Wathoniyah tak akan bisa terwujud bila saja tidak ada sebuah ikatan dari Ukhuwah Basyariyah. Sangat tidak memungkinkan ada ikatan Ukhuwah Wathoniyah antara orang Jawa dengan orang Papua, misalnya, jika kalau keduannya tidak saling menghargai dan saling terikat sebagai saudara sesama manusia.
Dalam Al-Qur’an disebutkan beberapa ayat yang menjelaskan bagaimana seorang muslim harus meneggakan sebuah ukhuwah basyariyah
اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ اِخْوَةٌ فَاَصْلِحُوْا بَيْنَ اَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَࣖ
Artinya; “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah kedua saudaramu (yang bertikai) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu dirahmati.” (Al-Hujurat: 11)
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِيْٓ اٰدَمَ وَحَمَلْنٰهُمْ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنٰهُمْ مِّنَ الطَّيِّبٰتِ وَفَضَّلْنٰهُمْ عَلٰى كَثِيْرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيْلًاࣖ
Artinya; “Sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam dan Kami angkut mereka di darat dan di laut. Kami anugerahkan pula kepada mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna.” (Al-Isra’: 70)
لَا يَنْهٰىكُمُ اللّٰهُ عَنِ الَّذِيْنَ لَمْ يُقَاتِلُوْكُمْ فِى الدِّيْنِ وَلَمْ يُخْرِجُوْكُمْ مِّنْ دِيَارِكُمْ اَنْ تَبَرُّوْهُمْ وَتُقْسِطُوْٓا اِلَيْهِمْۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِيْنَ
Artinya: “Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.” (Al-Mumtahinah: 8-9)
Baca Juga: Agama dan Perdamaian Dunia
Nilai-nilai dalam Ukhuwah Basyariah
1. Toleransi
Berdasarkan demokrasi Pancasila, nilai toleransi memiliki pengertian the right of self-determination yaitu pengakuan terhadap hak pribadi masing-masing. Toleransi dapat terwujud dengan sikap menghormati perbedaan yang eksis tanpa adanya permusuhan dan menyalahkan satu sama lain, serta bekerjasama dalam menghasilkan sesuatu. Sejalan dengan demokrasi Pancasila, Wazler berpendapat kepemilikan sikap toleransi dapat membentuk penerimaan perbedaan, penyeragaman menjadi keragaman, pengakuan hak orang lain, menghargai eksistensi seseorang dan mendukung perbedaan budaya dan keragaman ciptaan Tuhan.
2. Kesetaraan dan Keadilan
Egaliter atau yang dikenal dengan kesetaraan memiliki arti persamaan dan penghargaan terhadap sesama makhlukAllah di dunia. Kesetaraan erat kaitannya dengan gender yang mencakup pencabutan diskriminasi dan ketidaksetaraan secara sistematis untuk laki-laki maupun perempuan. Kesetaraan merupakan suatu langkah untuk memberikan kesempatan dan hak yang sama bagi individu dalam bernegara, hukum, ekonomi, masyarakat, budaya, pendidikan dan lain sebagainya. Sedangkan keadilan, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah adil (sama), tidak memihak, tidak berat sebelah, berpihak pada yang benar dan tidak. Selain itu, keadilan juga dapat diartikan sebagai suatu perbuatan yang adil. Sehingga dapat disimpulkan bahwa keadilan adalah keadaan yang tidak memihak agar tidak terjadi ketidakadilan diantara kedua belah pihak dalam mencapai tujuan tertentu.
3. Kerjasama
Kerjasama adalah suatu pekerjaan yang dijalankan oleh suatu kelompok dengan tugas pekerjaan masing-masing sehingga terjadinya hubungan erat antar pekerjaan. Untuk menjalankan kerjasama dengan baik terdapat aspek-aspek yang harus diperhatikan, seperti 1) Tujuan, agar memperoleh hasil yang baik, tiap anggota harus mengerti tugasnya masing-masing, 2) Interaksi, komunikasi yang efektif antar anggota kelompok dalam menyelasikan ugas; 3) Kepemimpinan, memiliki pemimpin yang cakap dalam artian mampu memberikan efek yang positif kepada anggota.
4. Kedamaian
Kedamaian berasal dari kata damai yang memiliki arti tidak ada perang, tidak ada kerusuhan, aman, tentram, tenang ataupun rukun. Sedangkan kedamaian berarti dalam keadaan damai atau kehidupan yang aman dan tentram. Berdasarkan pengertian tersebut, kedamaian merupakan cita-cita orang yang menyukai perdamaian. Kedamaian hanya dapat dicapai dengan orang yang memiliki rasa peduli dan menaruh empati terhadap sesama, serta mengembangkan pondasi kerjasama diantara masyarakat diatas perbedaan budaya.
5. Kebersamaan
Kebersamaan didefinisikan sebagai rasa kesadaran, komitmen, keperduliaan, dan keberanian untuk saling membantu, memberi, dan berkorban tanpa pamrih untuk mewujudkan kehidupan yang harmonis.Intisarikebersamaan adalah keinginan untuk membantu satu sama lain, memikul tanggung jawab, kerelaan berkorban, dan siap untuk maju bersama.
Baca Juga: Toleransi Antar Umat Beragama untuk Persatuan Bangsa
Nilai-nilai tersebut dapat seharusnya dapat dipraktikan oleh para tokoh agama atau pada pembahasan di sini adalah para kiai yang memegang sebuah legitimasi otoritas keagamaan di Indonesia. Dalam artian, pada masa-masa situasi perpolitikan dan pemiliha suara, sudah menjadi kewajiban seorang kiai untuk dapat menciptakan Ukhuwah Basyariah guna menghindari dan meredam konflik di Tengah-tengah Masyarakat.
Penulis: Dimas Setyawan Saputro
Editor: Rara Zarary