
Zannuba Ariffah Chafsoh, S.I.Kom., M.P.A. (lahir 29 Oktober 1974), atau yang lebih dikenal dengan nama Ning Yenny Wahid adalah seorang politikus Indonesia, aktivis Nahdhatul Ulama, dan direktur Wahid Institute. Ia merupakan pendiri Partai Kedaulatan Bangsa, yang kemudian melebur dengan Partai Indonesia Baru (PIB) menjadi Partai Kedaulatan Bangsa Indonesia Baru (PKBIB). Ia menjabat sebagai Komisaris Garuda Indonesia sejak Januari 2020 hingga mengundurkan diri pada Agustus 2021.
Yenny Wahid adalah anak kedua dari pasangan Abdurrahman Wahid dan Sinta Nuriyah. Ia mempunyai seorang kakak, Alisa Wahid dan dua orang adik, Anita Wahid dan Inayah Wahid. Pada 15 Oktober 2009 Yenny menikah dengan Dhorir Farisi. Yenny memiliki 3 Putri yang bernama Malica Aurora Madhura, Amira, Raisa Isabella Hasna.
Seperti ayahnya, ia terlahir dalam lingkungan keluarga Nahdhatul Ulama. Pola pikirnya pun tidak jauh dengan ayahnya yang lebih mengedepankan Islam yang moderat, menghargai pluralisme dan pembawa damai. Lulus dari SMA Negeri 28 Jakarta pada 1992, Ning Yenny menempuh studi Psikologi di Universitas Indonesia. Kemudian atas saran ayahnya, Ning Yenny memutuskan keluar dari Universitas Indonesia dan melanjutkan pendidikannya dalam Jurusan Desain Komunikasi Visual di Universitas Trisakti. Ia kemudian melanjutkan studi administrasi publik di Universitas Harvard, Amerika Serikat.
Pemikiran dan Aktivitas Dakwah
Ning Yenny Wahid memiliki pemikiran yang luar biasa sebagai tokoh Perempuan yang menggaungkan toleransi dan radikalisme dengan banyak resiko di Indonesia. Berikut beberapa pemikiran beliau yang memberikan banyak inspirasi kepada banyak aktivis terutama aktivis Perempuan di Indonesia:
Pemikiran Ning Yenny Wahid Mengenai Deradikalisme
Pada tahun 2023-2024 lebih berfokus pada upaya mencegah generasi muda dari pengaruh ideologi radikal. Hal ini disampaikan dengan banyak artikel serta kegiatan laparangan yang memberikan informasi tentang pentingnya pendekatan moderasi dalam agama, mengingat radikalisasi semakin menyasar remaja dan perempuan. Wahid Foundation menjadi wadah untuk dialog lintas agama yang harus menjadi bagian penting dari pendidikan masyarakat agar nilai-nilai toleransi dapat terus berkembang secara berkelanjutan. Ning Yenny menegaskan, “Jika kita ingin Indonesia tetap kuat sebagai negara yang pluralis, kita harus mulai dengan memperkuat pemahaman toleransi di kalangan anak muda.”
Pada tahun 2024, Ning Yenny Wahid semakin aktif dalam membentuk kebijakan deradikalisasi di Indonesia. Salah satu kontribusi terbesarnya adalah keterlibatan dalam dialog antara pemerintah dan organisasi keagamaan dalam merancang program pencegahan radikalisasi. Bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan organisasi non-pemerintah lainnya untuk memformulasikan strategi deradikalisasi yang berbasis komunitas. Ning Yenny percaya bahwa “pendekatan dari akar rumput” adalah salah satu cara paling efektif untuk mencegah penyebaran radikalisme. Pendekatan ini menjadi salah satu yang digencarkan ditengah tenangnya isu radikalisme di Indonesia.
Pemikiran Ning Yenny Wahid Tentang Islam Ramah dan Inklusif
Dalam konteks dakwah, Ning Yenny Wahid juga mempromosikan Islam yang ramah dan inklusif melalui media sosial. Ning Yenny secara konsisten menggunakan platform-platform digital untuk menyuarakan pentingnya Islam yang moderat dan damai, salah satu akunya di Instagram Bernama yennywahid. Pada tahun 2023-2024, ia banyak terlibat dalam kampanye di Instagram dan Twitter yang mengajak kaum muda untuk memahami Islam sebagai agama yang menghargai perbedaan. Ia menyatakan bahwa media sosial adalah “senjata dua mata” yang dapat digunakan baik untuk menyebarkan ide radikal maupun ide-ide damai, tergantung pada bagaimana kita mengelolanya.
Ning Yenny Wahid turut serta dalam memperkuat peran perempuan dalam dakwah moderat di Indonesia. Menurutnya, perempuan memiliki peran sentral dalam mengajarkan toleransi dan nilai-nilai kemanusiaan, baik di dalam keluarga maupun di masyarakat luas. Ia sering menghadiri seminar dan forum internasional yang membahas pemberdayaan perempuan dalam konteks keagamaan, di mana ia menyampaikan bahwa “perempuan adalah benteng pertama dalam keluarga untuk menangkal radikalisme.”
Pemikiran Ning Yenny Wahid Mengenai Toleransi Beragama
Pada tahun 2024, Ning Yenny juga menginisiasi program pelatihan untuk guru agama di seluruh Indonesia dengan fokus pada metode pengajaran yang mengedepankan toleransi. Melalui Wahid Foundation, ia mendukung kurikulum yang mengajarkan bagaimana memahami perbedaan sebagai kekuatan, bukan ancaman. Program ini bertujuan untuk menanamkan pemahaman moderat di kalangan pendidik agama yang kemudian akan disampaikan kepada murid-murid mereka.[1]
Selain itu, Ning Yenny terus mengkampanyekan pentingnya kerjasama antar-umat beragama di Indonesia. Dalam beberapa kesempatan, ia menyampaikan bahwa konflik antaragama sering kali terjadi karena kurangnya dialog dan komunikasi yang terbuka. Yenny menekankan bahwa “toleransi harus dipraktikkan, bukan hanya diucapkan,” dan salah satu caranya adalah dengan menciptakan ruang-ruang dialog yang aman bagi semua pihak.
Pemikiran Ning Yenny Wahid Mengenai Demokrasi
Pemikiran Ning Yenny tentang Islam dan demokrasi juga menjadi perhatian pada tahun 2023-2024. Ia melihat bahwa Islam dan demokrasi dapat berjalan beriringan, dengan catatan bahwa demokrasi di Indonesia harus terus diperkuat dengan nilai-nilai agama yang mendukung keadilan dan kemanusiaan. Ia menolak pandangan bahwa demokrasi dan Islam adalah dua entitas yang saling bertentangan.
Ning Yenny aktif dalam gerakan kampanye anti-radikalisme di lingkungan sekolah. Ia percaya bahwa anak-anak sekolah adalah target empuk bagi kelompok radikal, sehingga diperlukan tindakan pencegahan yang konkret. Salah satu proyek yang didukungnya adalah pembuatan materi ajar yang mendorong sikap kritis terhadap propaganda radikal, sekaligus mengajarkan nilai-nilai kebangsaan dan toleransi.
Pemikiran Ning Yenny Wahid Mengenai Politik dan Minioritas
Pada bidang politik, Ning Yenny juga menyuarakan pentingnya politik yang inklusif dan tidak diskriminatif. Ia menyatakan bahwa “politik yang sehat adalah politik yang membuka ruang bagi semua kelompok, tanpa memandang agama, ras, maupun gender.” Pada tahun 2023, Ning Yenny menjadi salah satu tokoh yang menyuarakan perlunya reformasi politik agar inklusivitas menjadi nilai utama dalam pengambilan kebijakan publik.
Usahanya dalam memperjuangkan hak-hak minoritas di Indonesia menajadikan ia sering kali berbicara tentang pentingnya perlindungan hukum bagi kelompok minoritas agama yang kerap menjadi sasaran intoleransi. Dalam pandangannya, keberagaman Indonesia harus dilihat sebagai aset yang memperkaya bangsa, bukan sebagai ancaman. Pada tahun 2023-2024, ia terus mendorong pemerintah untuk memperkuat penegakan hukum terhadap tindakan intoleransi yang sering kali terjadi.
Penulis: Dimas Setyawan
[1] Yenny Wahid, “Pengajaran Toleransi di Sekolah Agama.” Jakarta: Wahid Foundation, 2024.