ilustrasi siwak

Siwak merupakan kegiatan membersihkan mulut menggunakan kayu atau sejenisnya. Kegiatan ini sangat dianjurkan dalam agama Islam di setiap saat sebagai bentuk ibadah. Muncul kesunahan siwak bermula dari hadis:

” ‌لَوْلَا ‌أَنْ ‌أَشُقَّ ‌عَلَى ‌أُمَّتِي ‌لَأَمَرْتُهُمْ ‌بِالسِّوَاكِ ‌مَعَ ‌كُلِّ ‌وُضُوءٍ “

Artinya: “Seandainya umatku tidak kesulitan, maka sungguh akan aku perintahkan mereka untuk bersiwak di setiap wudunya”

Lantas mana lafad yang menunjukkan bahwa siwak disunahkan? Hadis di atas bisa memunculkan hukum sunah dari dua tinjauan. Tinjauan secara lafad dan tinjauan secara makna.

Tinjauan Lafad

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Pada lafad  ‌لَأَمَرْتُهُمْ (maka sungguh aku perintahkan mereka) menunjukkan perintah wajib untuk bersiwak dan seandainya ditinggalkan akan mendapat dosa. Namun kewajiban tersebut dihilangkan dengan lafad لَوْلَا yang berfaidah imtina’iyah (mencegah sesuatu karena ada hal lain). Contoh:

 لَوْلَا زَيْدٌ لَأَكْرَمْتُك

Artinya: “jika bukan karena Zaid pasti aku akan memuliakanmu”.

Tercegahnya kemuliaan karena ada Zaid. Begitu juga pada hadis di atas. Jika tidak ada kesulitan maka siwak hukumnya wajib. Tercegahnya kewajiban bersiwak karena ada kesulitan sehingga shighot perintahnya turun ke sunah. Dan perlu diketahui, meskipun hilangnya perintah wajib tidak selalu turun ke sunah, akan tetapi hal ini didukung dengan hadis lain yang menjelaskan bahwa siwak hukumnya sunah. Kaidah ini tertulis dalam syarh minhaj:

«حاشية الجمل على شرح المنهج = فتوحات الوهاب بتوضيح شرح منهج الطلاب» (1/ 122): «(قَوْلُهُ: أَيْ أَمْرَ إيجَابٍ) جَوَابٌ عَمَّا يُقَالُ: إنَّ لَوْلَا حَرْفُ امْتِنَاعٍ لِوُجُودٍ فَتَقْتَضِي امْتِنَاعَ الْأَمْرِ لِخَوْفِ الْمَشَقَّةِ فَلَا تُسْتَفَادُ السُّنِّيَّةُ فَأَجَابَ بِأَنَّ الْمُمْتَنِعَ أَمْرُ الْإِيجَابِ مَعَ ثُبُوتِ أَمْرِ النَّدْبِ وَفِيهِ أَنَّهُ لَا يَلْزَمُ مِنْ امْتِنَاعِ أَمْرِ الْإِيجَابِ ثُبُوتُ أَمْرِ النَّدْبِ الَّذِي هُوَ الْمُرَادُ إلَّا أَنْ يُقَالَ يُسْتَفَادُ بِمَعُونَةِ السِّيَاقِ، وَالْقَرَائِنِ اهـ شَيْخُنَا»

Tinjauan Makna

Pada hadis di atas menunjukkan adanya tuntutan untuk melaksanakan siwak. Awal perintahnya menunjukkan hukum wajib. Namun kewajiban tersebut turun menjadi sunah karena adanya kesulitan umat Islam untuk melaksanakannya.

«حاشية البجيرمي على الخطيب = تحفة الحبيب على شرح الخطيب» (1/ 125): «‌لَوْلَا ‌أَنْ ‌أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي» إلَخْ لَا يَخْفَى أَنَّ هَذَا الْحَدِيثَ مِمَّا أُشْكِلَ عَلَى مَا اشْتَهَرَ مِنْ مَعْنَى لَوْلَا، وَهُوَ امْتِنَاعُ الثَّانِي لِوُجُودِ الْأَوَّلِ نَحْوُ: لَوْلَا زَيْدٌ لَأَكْرَمْتُك. امْتَنَعَ الْإِكْرَامُ لِوُجُودِ زَيْدٍ، إذْ عَلَى هَذَا الْمَعْنَى يَصِيرُ مُفَادُ الْحَدِيثِ امْتِنَاعَ الْأَمْرِ وَعَدَمَ وُجُودِهِ لِوُجُودِ الْمَشَقَّةِ مَعَ أَنَّ الْمَشَقَّةَ لَمْ تُوجَدْ وَالْأَمْرُ وُجِدَ أَيْ: وُجِدَ مَا يَدُلُّ عَلَيْهِ، وَهُوَ أَنَّ تَرْغِيبَ الشَّارِعِ فِي شَيْءٍ يَدُلُّ عَلَى طَلَبِهِ، وَالْحَدِيثُ يَدُلُّ عَلَى التَّرْغِيبِ فِي ذَلِكَ، وَقَدْ أَشَارَ الشَّارِحُ تَبَعًا لِشَيْخِهِ إلَى الْجَوَابِ بِقَوْلِهِ أَيْ أَمْرَ إيجَابٍ بِدَلِيلِ الرِّوَايَةِ الْأُخْرَى لَفَرَضْتُ عَلَيْهِمْ السِّوَاكَ، فَالْمُمْتَنِعُ الْأَمْرُ إيجَابًا لَا مُطْلَقُ الْأَمْرِ، وَلَا بُدَّ مِنْ مُرَاعَاةِ مُضَافٍ مَحْذُوفٍ وَهُوَ مَخَافَةُ أَنْ أَشُقَّ، فَالْمَوْجُودُ مَخَافَةُ الْمَشَقَّةِ لَا نَفْسُ الْمَشَقَّةِ وَالْمَعْدُومُ الْأَمْرُ الْإِيجَابِيُّ، وَالتَّقْدِيرُ: لَوْلَا مَخَافَةَ أَنْ أَشُقَّ لَأَمَرْتُهُمْ أَمْرَ إيجَابٍ فَامْتَنَعَ الْأَمْرُ إيجَابًا لِوُجُودِ مَخَافَةِ الْمَشَقَّةِ، وَلِقَائِلٍ أَنْ يَقُولَ: مُفَادُ الْحَدِيثِ نَفْيُ أَمْرِ الْإِيجَابِ لِمَكَانِ الْمَشَقَّةِ، وَلَيْسَ مِنْ لَازِمِ ذَلِكَ ثُبُوتُ الطَّلَبِ النَّدْبِيُّ فَمَا وَجْهُ الِاسْتِدْلَالِ بِهَذَا الْخَبَرِ عَلَيْهِ؟ . نَعَمْ السِّيَاقُ وَقُوَّةُ الْكَلَامِ تُعْطِي ذَلِكَ.

Sebenarnya hilangnya perintah wajib tidak langsung mengarah kepada hukum sunah. Akan tapi perlu adanya dalil lain untuk mengarahkannya kepada hukum sunah. Seperti adanya hadis Nabi SAW:

“السواك مطهرة للفم مرضاة للرب”

Artinya: “Siwak adalah alat pembersih mulut dan diridai oleh Tuhan”

«إذَا قَامَ مِنْ اللَّيْلِ يَشُوصُ فَاهُ بِالسِّوَاكِ أَيْ يَدْلُكُهُ بِهِ»

Artinya:jika Nabi bangun di malam hari maka beliau membersihkan mulutnya mengunakan siwak (menggosoknya)

«كَانَ إذَا دَخَلَ الْبَيْتَ بَدَأَ بِالسِّوَاكِ»

Artinya: “Dulu ketika nabi masuk rumah, beliau memulainya dengan bersiwak”

Selain terdapat hadis lain yang menunjukkan kesunahan bersiwak, banyak juga fadhilah yang bisa didapat oleh orang yang bersiwak. Di antaranya adalah siwak dapat mensucikan mulut, mendapat rida dari Allah SWT, menghilangkan bau tidak enak, memutihkan gigi, menguatkan gusi, menegakkan punggung, memperlambat tumbuhnya uban, melipat gandakan pahala, menambah kecerdasan, menjernihkan penciptanya, memudahkan tercabutnya ruh dan bisa mengingatkan syahadah ketika mati. Seperti keterangan di bawah ini:

«نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج» (1/ 183): «وَمِنْ فَوَائِدِ السِّوَاكِ أَنَّهُ يُطَهِّرُ الْفَمَ وَيُرْضِي الرَّبَّ وَيُطَيِّبُ النَّكْهَةَ وَيُبَيِّضُ الْأَسْنَانَ وَيَشُدُّ اللِّثَةَ وَيُسَوِّي الظَّهْرَ وَيُبَطِّئُ الشَّيْبَ وَيُضَاعِفُ الْأَجْرَ وَيُذْكِي الْفَطِنَةَ وَيُصَفِّي الْخِلْقَةَ وَيُسَهِّلُ النَّزْعَ وَيُذَكِّرُ الشَّهَادَةَ عِنْدَ الْمَوْتِ»

Sehingga, kewajiban yang turun menjadi sunah dibantu dengan hadis lain yang mengarahkannya kehukum sunah. Dan juga banyaknya fadhilah yang didapat oleh orang yang melaksanakannya. Artinya, tidak mungkin Tuhan memberikan fadhilah atas sesuatu yang hukumnya mubah. Dan tidak mungkin juga Tuhan memerintahkan sesuatu yang tidak ada pahalanya.

Baca Juga: Bolehkah Menggosok Gigi Saat Puasa?


Penulis: Achmad Ghofar Wijayanto

Editor: Muh. Sutan