khutbah di mihrab masjid Tebuireng

Oleh : KH. Fauzan Kemal al Hafidz

أَلْحَمْدُ لِلهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلَامُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَاإِلَهَ إِلِّا اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ، لَامَعْبُوْدَ إِلاَّ إِيَّاهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَانَبِيَّ بَعْدَهُ، اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلـِـــــــــــــــ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ ، وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا، أَمَّا بَعْدُ .

فَيَا عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ

Kewajiban kita bertakwa kepada Allah Swt. dengan sebenar-benar takwa. Yaitu imtitsal al-awamirillah wa ijtinabu nawahihi, berusaha semaksimal mungkin untuk melaksanakan perintah Allah dan berusaha seoptimal mungkin menjauhi larangan-Nya.

Hadirin Sidang Jumah yang Berbahagia

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Di dalam kehidupan, manusia banyak memiliki kebutuhan. Secara garis besar, bisa dikelompokkan dalam lima kebutuhan pokok. Pertama, manusia mempunyai kebutuhan fa’ali; yaitu kebutuhan makan, minum, dan hubungan biologis. Kedua, manuisa butuh pada keamanan dan ketentraman. Ketiga, manusia butuh pada keterikatan kelompok. Keempat, manusia butuh pada rasa penghormatan. Kelima, manusia butuh pada pencapaian cita-cita.

Kebutuhan nomer dua, tidak akan menjadi mendesak sebelum kebutuhan nomer satu dipenuhi. Bahkan seseorang bisa mengorbankan kebutuhan ‘berikutnya’ bila kebutuhan ‘sebelumnya’ belum tercapai. Sebaliknya, orang yang mampu mengendalikan dirinya dalam kebutuhan yang pertama, maka akan mudah mengendalikan kebutuhan-kebutuhan selanjutnya.

Hadirin Sidang Jumah yang Berbahagia

Dalam berpuasa, dalam segi hukum, seseorang berkewajiban mengendalikan dirinya berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan fa’ali tersebut dalam waktu-waktu tertentu. Yaitu tidak boleh makan, tidak minum, dan tidak boleh melakukan hubungan biologis bagi suami istri.

Dalam berpuasa, yang bersangkutan itu sekaligus berusaha mengembangkan potensinya agar mampu membentuk dirinya sesuai dengan peta Tuhan, dengan jalan mencontoh Allah dalam sifat-sifat-Nya. Karena itu, Rasulullah Saw bersabda:

تَخَلَّقُوْا بِأَخْلَاقِ اللهِ

“Berakhlaklah kamu sekalian dengan akhlak Allah.” Atau bersifatlah kalian sekalian dengan sifat-sifat Ketuhanan.

Kalau ditinjau dari segi hukum puasa, maka sifat Tuhan yang diusahakan untuk diteladani oleh orang yang berpuasa adalah; yang pertama bahwa Dia (Allah) memberi makan dan tidak diberi makan. Sesuai dengan firman-Nya:

قُلْ أَغَيْرَ اللَّهِ أَتَّخِذُ وَلِيًّا فاطِرِ السَّماواتِ وَالْأَرْضِ وَهُوَ يُطْعِمُ وَلا يُطْعَمُ

“Katakanlah, apakah akan aku jadikan pelindung selain dari Allah. Yang menjadikan langit dan bumi. Padahal Dia memberi makan dan tidak diberi makan.”

Yang kedua, Dia (Allah) tidak ada bagi-Nya shohibah (pendamping/istri), sesuai dengan firman-Nya:

بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ أَنَّى يَكُونُ لَهُ وَلَدٌ وَلَمْ تَكُنْ لَهُ صَاحِبَةٌ

“Dia Pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia punya anak, padahal Dia tidak (layak) beristri..”

Kedua hal tersebut, yakni Allah tidak makan dan tidak beristri, terpilih untuk diteladani karena keduanya merupakan kebutuhan fa’ali manusia yang terpenting. Keberhasilan dalam pengendalian hal ini, mengantarkan pada kesuksesan mengendalikan kebutuhan-kebutuhan yang lainnya. Namun, seperti yang dijelaskan oleh Nabi Muhammad Saw. bahwa rasa lapar dan dahaga bukan tujuan dari puasa. Sesuai dengan hadis:

كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ وَالْعَطْشُ

“Sekian banyak orang-orang yang berpuasa, yang tidak memperoleh dari hasil puasanya kecuali lapar dan dahaga saja.”

Hal ini disebabkan karena yang bersangkutan tidak menghayati tujuan puasa yang sebenarnya. Salah satunya yaitu maneladani sifat-sifat Allah. Sifat al-Ghaffar Maha Pengampun, dan al-‘Affuw Maha Pemaaf, misalnya. Haruslah diteladani sehingga orang yang berpuasa mampu memaafkan kesalahan orang lain. Dalam puasa, agama juga menganjurkan agar kita banyak membaca doa yang intinya menyebut-nyebut sifat Tuhan tersebut. Ya Ghaffar, Ya Quddus, Ya ‘Affuw. Bahkan dalam witir dibacakan doa:

أَللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ كَرِيْمٌ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُوْا عَنَّا

Kenapa harus sering membaca doa itu. Yakni agar doa tersebut berkesan di dalam hati sehingga kita pun memberi maaf kepada orang lain.

Demikian pula dengan sifat ar-Rahman Maha Pengasih, sifat ar-Rahim Maha Penyayang, sifat-sifat ini dituntut pula untuk diteladani sehingga rahmat dan kasih sayang tadi terasa bagi seluruh makhluk Allah.

Sifat Allah sebagai al-Khaliq Maha Pencipta dan bahwa Dia dalam setiap saat dalam sya’n, ini menuntut pula peneladanan. Begitu pula sifat al-Hayyu Maha Hidup, ditutut meledaninya dan menghidupkan nama baik yang berkesinambungan setelah orang meninggal dunia sekalipun.

Demikian seterusnya, dengan sifat-sifat Tuhan yang lainnya. Yang harus dihayati esensinya untuk selalu diteladani sesuai dengan kemampuan kita sebagai manusia.

Dengan demikian, seseorang yang berpuasa dan berusaha meneladani sifat-sifat Allah maka ia akan mencapai tingkat takwa yang sebenarnya. Mudah-mudahan kita termasuk orang yang seperti itu. Mudah-mudahan, puasa kita, tarawih kita, bacaan Quran kita, sedekah kita, dalam bulan puasa ini diterima oleh Allah Swt. demikian khutbah singkat ini semoga bermanfaat.

أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوا وَّالَّذِينَ هُم مُّحْسِنُونَ، بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنَا وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ بَرُّ الرَّحِيْمِ، وَقُلْ رَبِّ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُالرَّاحِمِيْنَ