Ilustrasi kedamaian hidup yang didapatkan dari ketenangan. (sumber: viva)

Dalam perjalanan hidup yang penuh liku, amarah sering kali menjadi beban yang mengikat jiwa, menghalangi kita untuk meraih kedamaian sejati. Menahan amarah bukan hanya sekadar tindakan, melainkan sebuah seni yang memerlukan keberanian dan kebijaksanaan. Dalam upaya untuk menemukan ketenangan, kita belajar bahwa melepaskan rasa sakit yang terpendam dapat membuka jalan bagi penyembuhan dan pertumbuhan pribadi.

Melepaskan amarah dapat membawa transformasi dalam hidup, bahkan bisa menciptakan ruang untuk cinta dan kedamaian yang lebih dalam. Dan ternyata ada cara mudah agar kita dapat mengubah kemarahan menjadi kekuatan positif yang memberdayakan, membawa kita lebih dekat pada harmoni dalam diri dan hubungan dengan orang lain, yaitu dengan menahannya.

Islam mengakui bahwa amarah adalah sifat manusiawi yang wajar, namun menahan dan mengendalikan amarah adalah keutamaan yang sangat dianjurkan. Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin mengutip QS Al-Fath ayat 26, menjelaskan bahwa Allah memuji orang-orang beriman yang diberikan ketenangan hati, berbeda dengan orang kafir yang hatinya dipenuhi amarah jahiliyah. Tidak hanya dipuji oleh Allah, melainkan Allah juga menahan amarah-Nya untuk jiwa-jiwa yang memilih sikap untuk menahan amarah dalam hidupnya. Dalam hadis riwayat Ahmad disebutkan:

وقال له رجل أي شيء أشد على الله قال غضب الله قال فما يبعدني عن غضب الله قال لَا تَغْضَبْ

“Seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah, ‘Dosa apa yang besar di sisi Allah?’ Rasulullah menjawab: ‘Membuat murka Allah,’. Ia bertanya lagi, ‘Apa yang dapat menjauhkanku dari murka-Nya?’ ‘Tahan marah,’ jawab Rasulullah Saw.” (HR Ahmad)

Baca Juga: Seni Memaafkan Kala Raga Mampu Membalas

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Menahan amarah bukanlah tanda kelemahan, melainkan kekuatan sejati yang lahir dari kedalaman jiwa yang penuh kedamaian. Saat kita mampu menahan diri di tengah badai emosi, kita memberi ruang bagi hati untuk tetap tenang dan pikiran untuk tetap jernih. Dalam keheningan itu, amarah yang tadinya menggelegak berubah menjadi pelajaran berharga tentang kesabaran dan pengendalian diri, yang pada akhirnya membawa kita pada ketenangan batin yang hakiki.

Kedamaian hidup tidak datang dari menghindari konflik atau mengekspresikan amarah tanpa kendali, melainkan dari kemampuan kita untuk meredam gelombang emosi yang mengguncang. Menahan amarah adalah bentuk penghormatan terhadap diri sendiri dan orang lain, karena dengan begitu kita mencegah luka yang mungkin tergores oleh kata-kata atau tindakan yang terburu-buru. Dalam kesabaran itulah, hubungan menjadi lebih harmonis, dan hati menjadi lebih lapang menerima segala perbedaan dan tantangan hidup.

Lebih dari sekadar mengendalikan emosi sesaat, menahan amarah adalah jalan spiritual yang mengantarkan kita pada kedamaian sejati. Ketika kita memilih untuk tidak membiarkan amarah menguasai, kita sedang melatih jiwa untuk berserah dan percaya bahwa segala sesuatu akan berjalan sesuai dengan kehendak yang lebih tinggi.

Kedamaian yang lahir dari pengendalian diri ini bukan hanya menyembuhkan luka batin, tetapi juga membuka pintu kebahagiaan yang abadi, yang tidak tergantung pada keadaan luar, melainkan pada keteguhan hati yang penuh kasih dan pengertian. Dalam QS An-Nahl ayat 126 disebutkan:

وَاِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُوْا بِمِثْلِ مَا عُوْقِبْتُمْ بِهٖۗ وَلَىِٕنْ صَبَرْتُمْ لَهُوَ خَيْرٌ لِّلصّٰبِرِيْنَ

“Jika kamu membalas, balaslah dengan (balasan) yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Sungguh, jika kamu bersabar, hal itu benar-benar lebih baik bagi orang-orang yang sabar.”

Baca Juga: Baca Doa Ini untuk Meredam Amarah

Ayat tersebut menunjukkan bahwa menahan amarah dan memilih kesabaran adalah sikap mulia yang mendatangkan ketenangan dan kedamaian dalam hidup serta hubungan sosial yang harmonis. Sebuah pesan indah yang mengingatkan akan pentingnya kesabaran dan menolak untuk menanggapi keburukan dengan cara yang berlebihan.

Dengan bahasa lain, kita diajak untuk menjaga kontrol diri, mencari solusi damai, dan menerapkan nilai-nilai kearifan dalam menghadapi amarah.  Bukan karena kita lemah, melainkan karena menahan amarah adalah kunci untuk mencapai kedamaian dalam hidup, naik secara spiritual maupun sosial.



Penulis: Silmi Adawiyah