
Oleh: SsalsabilaA
Kegagahannya
Kegagahannya terpancar
Dari cara ia berjalan
Padahal punggungnya tidak selalu tegak
Juga dadanya tidak selalu membusung
Tapi ia tampan dari matanya
Tak bisa kau dapatkan
Dalam sekali tatap
Seperti halnya tak bisa kau dapatkan
Kepercayaannya dalam sekali jumpa
Cara bicaranya yang tenang
Entah ia petik dari belantara perjalanan mana
Suatu waktu aku mendapati itu
Berasal dari sujud takbir ibadah harian
Namun di momen yang lain
Aku mendapatinya ia memetik
Dari sayatan kehidupan tahunan
Jangan kau tanya bagaimana
Cara ia merayakan dalam sebuah percakapan
Itu alami lahir dari rumah mungil
Di ujung hati penuh kepastian
Yang merindukan teman hidup sepadan
Halaman rumah itu ia buat
Dari lapang langit
Di cerah ataupun mendungnya
Ia warnai pelatarannya
Layaknya luas samudra
Di tenang juga gelap dalamnya
Sekali kau berhasil masuk
Kau akan melihat perayaan sederhana
Sekaligus megah yang sebetulnya
Itulah gagah yang dimilikinya
Ruang Percakapan
Percakapan dengan ibu adalah
terbukanya pintu
menuju ruang-ruang
yang tak bisa diberi nama satu-persatu
Di ruang akhir pekan
Adalah pantai dan laut lepas
Semua bising tersamarkan
Oleh riuh ombak
Semua segar diteruskan
Kepada hembusan angin
Di ruang hadapan Tuhan
Adalah tangannya yang kuhirup
Serat serat kasih sayangnya
Rindu adalah doa yang kuaminkan
Amin adalah hamparan kebaikan
Di ruang perjamuan makan
Kehangatan adalah rangkaian pelukan
Yang ia rajut dari dingin malam semalam
Dekapan adalah penerimaan lapang
Yang ia jahit dari jarak diam bisuku
Aduhai, di ruang lain
Adalah mataku yabg terlelap
Bermimpi mengeja senyumannya
Di setiap sela tangis dan doanya
Maka Tuhan, cerahkan wajahnya
Karena aku tak mampu
Menangis di hadapannya
Kuatkan jiwa dan hatinya
Karena aku tak bisa
Memberi hangat di peluknya
Ijabahkan seluruh doa mulianya
Karena aku tak kuasa
Mengeja satu-satu kecupannnya
Menadahi Air Mata
Semalam gadis itu menangis
Di pojok kamar miliknya
Ia mengira ia sudah cukup lirih
Untuk merengek pada keadaan
Ia mengira tak ada yang mendengar
Erangan sakit yang ia telan sendirian
Namun dibalik pintu kamarnya
Batas yang tak ada wujudnya
Ada lelaki yang satu atap dengannya
Yang menembus batas fana itu
Ia memiliki hati yang lebih tajam
Dari telinga untuk mendengar
Sayup terang dan gelap
Dalam bangunan yang ia dirikan
Menggunakan tangannya sendiri
Lelaki itu menghampiri gadisnya
Putri kecil miliknya
Dan perlahan mengatakan
“Aku tahu kau setiap malam
Mengeluarkan air mata.
Aku tahu kau banyak berbisik
Dalam kesedihan yang nyata.
Rangkullah Ayah”
Malam itu, gadis itu
Menjelma menjadi anak kecil
Yang tak sedang berbisik untuk segala riuhnya
Malam itu gadis itu
Menjelma menjadi cahaya mungil
Yang dipeluk oleh kehangatan
Yang telah lama ia coba nyalakan
Oleh lelaki yang selalu kuat
Memegang amanah
Berpangkat “Ayah”
Doa dan Cinta
Aku adalah seluruh yang tumbuh
Dari hamparan kasih sayang
Dengan akses pupuk doa penuh
Juga sujud yang tak jenuh
Terima kasih kalian
Yang melihat sumbingku
Tetap menyebut namaku
Yang mendengar bisuku
Masih meng-amin-kan harapanku
Yang menyentuh lemahku
Teguh menguatkan senyumanku
Aku akan hidup lebih lama
Dengan seluruh udara cinta
*Alumnus Pondok Pesantren Putri Walisongo Cukir Jombang.