sumber ilustrasi: kompasiana.com

Oleh: SsalsabilaA

Kegagahannya

Kegagahannya terpancar 
Dari cara ia berjalan
Padahal punggungnya tidak selalu tegak
Juga dadanya tidak selalu membusung

Tapi ia tampan dari matanya
Tak bisa kau dapatkan 
Dalam sekali tatap
Seperti halnya tak bisa kau dapatkan 
Kepercayaannya dalam sekali jumpa

Cara bicaranya yang tenang
Entah ia petik dari belantara perjalanan mana
Suatu waktu aku mendapati itu
Berasal dari sujud takbir ibadah harian

Namun di momen yang lain
Aku mendapatinya ia memetik 
Dari sayatan kehidupan tahunan

Jangan kau tanya bagaimana
Cara ia merayakan dalam sebuah percakapan
Itu alami lahir dari rumah mungil
Di ujung hati penuh kepastian
Yang merindukan teman hidup sepadan

Halaman rumah itu ia buat 
Dari lapang langit 
Di cerah ataupun mendungnya

Ia warnai pelatarannya 
Layaknya luas samudra 
Di tenang juga gelap dalamnya

Sekali kau berhasil masuk
Kau akan melihat perayaan sederhana
Sekaligus megah yang sebetulnya
Itulah gagah yang dimilikinya



Ruang Percakapan

Percakapan dengan ibu adalah 
terbukanya pintu 
menuju ruang-ruang
yang tak bisa diberi nama satu-persatu

Di ruang akhir pekan
Adalah pantai dan laut lepas
Semua bising tersamarkan
Oleh riuh ombak

Semua segar diteruskan
Kepada hembusan angin

Di ruang hadapan Tuhan
Adalah tangannya yang kuhirup 
Serat serat kasih sayangnya

Rindu adalah doa yang kuaminkan
Amin adalah hamparan kebaikan

Di ruang perjamuan makan
Kehangatan adalah rangkaian pelukan
Yang ia rajut dari dingin malam semalam
Dekapan adalah penerimaan lapang
Yang ia jahit dari jarak diam bisuku

Aduhai, di ruang lain
Adalah mataku yabg terlelap
Bermimpi mengeja senyumannya
Di setiap sela tangis dan doanya

Maka Tuhan, cerahkan wajahnya
Karena aku tak mampu 
Menangis di hadapannya

Kuatkan jiwa dan hatinya
Karena aku tak bisa 
Memberi hangat di peluknya

Ijabahkan seluruh doa mulianya 
Karena aku tak kuasa
Mengeja satu-satu kecupannnya



Menadahi Air Mata

Semalam gadis itu menangis 
Di pojok kamar miliknya
Ia mengira ia sudah cukup lirih
Untuk merengek pada keadaan

Ia mengira tak ada yang mendengar
Erangan sakit yang ia telan sendirian

Namun dibalik pintu kamarnya 
Batas yang tak ada wujudnya
Ada lelaki yang satu atap dengannya
Yang menembus batas fana itu

Ia memiliki hati yang lebih tajam
Dari telinga untuk mendengar
Sayup terang dan gelap 
Dalam bangunan yang ia dirikan 
Menggunakan tangannya sendiri

Lelaki itu menghampiri gadisnya
Putri kecil miliknya
Dan perlahan mengatakan 

“Aku tahu kau setiap malam
Mengeluarkan air mata.
Aku tahu kau banyak berbisik
Dalam kesedihan yang nyata. 
Rangkullah Ayah”

Malam itu, gadis itu
Menjelma menjadi anak kecil
Yang tak sedang berbisik untuk segala riuhnya
Malam itu gadis itu
Menjelma menjadi cahaya mungil
Yang dipeluk oleh kehangatan
Yang telah lama ia coba nyalakan

Oleh lelaki yang selalu kuat
Memegang amanah 
Berpangkat “Ayah”



Doa dan Cinta

Aku adalah seluruh yang tumbuh
Dari hamparan kasih sayang
Dengan akses pupuk doa penuh
Juga sujud yang tak jenuh

Terima kasih kalian 
Yang melihat sumbingku
Tetap menyebut namaku
Yang mendengar bisuku

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Masih meng-amin-kan harapanku 
Yang menyentuh lemahku
Teguh menguatkan senyumanku

Aku akan hidup lebih lama
Dengan seluruh udara cinta



*Alumnus Pondok Pesantren Putri Walisongo Cukir Jombang.