Sumber gambar: http://faisolakhmad.blogspot.com/2015/08/mutu-pendidikan-sebagai-sarana.html

Oleh: Ana Mar’atus Sholikhah*

Pendidikan merupakan kegiatan yang sangat penting untuk menyiapkan anak-anak agar mampu menghadapi kehidupan di masa mendatang. Bahkan gejala proses pendidikan ini sudah muncul sejak manusia lahir, meskipun proses pelaksanaannya masih sederhana. Proses pendidikan memang sangat universal dialami oleh semua bangsa.

Oleh karena itu banyak kemungkinan sedikit banyak akan terpengaruh oleh berbagai fasilitas, budaya, situasi serta kondisi bangsa tersebut. Dengan demikian akan terlihat adanya perbedaan-perbedaan dalam pelaksanaan pendidikan, namun yang jelas adanya kesamaan tujuan pendidikan yakni untuk mendewasakan anak dalam arti anak akan dapat berdiri sendiri di tengah masyarakat luas.

Menurut Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan), “Pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mendapat keselamatan dan kebahagian yang setinggi-tingginya,” (Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa, 1962). Dilihat dari aspek-aspeknya maka “Pendidikan berarti daya upaya untuk memajukan perkembangan budi pekerti (kekuatan batin), pikiran (intelek) dan jasmani anak-anak,” (Majelis Luhur Taman Siswa, 1957).

Maksudnya, supaya kita dapat memajukan selaras dengan alamnya dan masyarakat. Jika itu berhubungan dengan sistem amongnya Taman Siswa yaitu semboyan yang telah merakyat: Ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani (Ki Hajar Dewantara, 1952:221), maka upaya untuk memajukan anak berarti menyikapi subyek peserta didik sebagai peribadi yang potensial untuk berdiri dan maju atas kekuatanya sendiri. Pendidikan sebagai suatu upaya untuk menyediakan situasi, kondisi dan fasilitas yang dapat memberikan pengalaman belajar yang relevan dengan masa depan (Wawasan Kependidikan Guru Akta V:94).

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Sisitem pendidikan di Indonesia disusun berdasarkan pada kebudayaan bengsa Indonesia, dan berdasarkan pada Pancasila serta UUD 1945 sebagai kristalisasi nilai-nilai hidup bangsa Indonesia. Pancasila menjadi dasar sistem pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945.

Pendidikan nasional juga bercita-cita untuk membentuk manusia pancasila, yaitu manusia Indonesia yang menghayati dan mengamalkan Pancasila dalam sikap, perbuatan, dan tingkah lakunya, baik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan beragama.

Dalam UU Pendidikan No.4 tahun 1950 tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran sekolah pada Bab III Pasal 4 tercantum bahwa landasan idiil pendidikan dan pengajaran adalah membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab terhadap kesejahteraan masyarakat dan tanah air. Di samping itu pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila mengajarkan keseimbangan berkehidupan yang di dalamnya terdapat tiga aspek yaitu pikiran, hati dan tindakan.

Dengan demikian pendidikan di Indonesia tidak hanya menekankan pada bidang akademis saja melainkan karakter dan keterampilan peserta didik yang juga ikut dibangun. Untuk itu dibutuhkan sistem pendidikan terpadu dari semua satuan dan kegiatan pendidikan yang berkaitan satu dengan lainnya untuk mengusahakan tercapainya tujuan pendidikan nasional.

Salah satu permasalahan pendidikan di Indonesia adalah permasalahan teoritis yang merupakan perbedaan ilmu-ilmu pendukung yang digunakan dan juga akibat perbedaan konsep dalam ilmu pendukung tersebut. Dalam penyusunan konsep dan rancangan pelaksanaan pendidikan setidaknya harus terdapat empat ranah penting yang harus berjalan seiringan.

Empat ranah itu meliputi seni, filsafat, ilmu dan agama. Filsafat berfungsi untuk mencari kebaikan dan kebenaran berdasarkan rasional dan logis, agama merupakan ajaran keyakinan berdasarkan wahyu, ilmu digunakan untuk meningkatkan kelangsungan hidup dan seni berfungsi untuk menambah nilai estetika dalam pendidikan. Jika salah satu dari empat ranah tidak berjalan seiringan maka akan menjadikan pendidikan yang kacau. Misalnya, jika seorang pendidik hanya menekankan pada ranah ilmu tanpa menghiraukan 3 ranah yang lain maka akan menjadikan pendidikan yang kejam dan bersifat kaku.

Seseorang akan merasa bahwa dirinyalah yang menentukan sesuatu tanpa adanya kekuasaan Tuhan (diperdaya oleh ilmu). Maka keempat ranah tersebut harus berjalan dengan seimbang untuk mencapai keseimbangan hidup. Misalnya juga dalam menggunakan filsafat untuk acuan telaah filsafat misalnya para pemikir pendidikan bertolak dari aliran yang berbeda-beda dalam memberikan pandangan terhadap komponen-komponen pendidikan.

Untuk peserta didik misalnya ada yang menggunakan pandangan bahwa manusia tidak perlu dididik karena semuanya sudah ditentukan oleh bakatnya (Nativisme), ada yang menggunakan bahwa manusia harus dididik (Empirisme) dan ada yang memnadang manusia ditentukan oleh bakat dan lingkunganya (Konvergensi). Sudut pandang yang berbeda ini akan berpengaruh terhadap pengambilan kebijakan dan pembuatan rancangan dan pelaksanaan pendidikan.

Dalam laporan Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk bidang pendidikan, United Nation Education, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO), yang dirilis pada Kamis (29/11/07) menunjukkan peringkat Indonesia dalam hal pendidikan turun dari 58 menjadi 62 diantara 130 negara di dunia. Education Development Index (EDI) Indonesia adalah 0.935, di bawah malaysia (0.945) dan Brunei Darussalam (0.965).

Hal itu mengilustrasikan bahwa kualitas pendidikan kita semakin dipertanyakan. Lalu siapa yang harus disalahkan? Kita harus banyak intropeksi. Kita tidak bisa menyalahkan perintah seratus persen, tetapi pemerintah harus bertanggung jawab atas pendidikan Indonesia yang dapat dikatakan belum sepenuhnya berhasil.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan terhadap kualitas pendidikan di Indonesia. Pertama, keadaan pemerintah yang sangat kental politis. Saat kedaan pemerintah berpolitis, akan menyebabkan atmosfer pendidikan labil, misalnya dalam hal kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Sebab, pemerintah ditarik oleh invisible big power dengan  kepentingan politik berbeda saat menentukan sebuah keputusan politik pendidikan tertentu.

Kedua, kondisi keuangan negara yang sangat sedikit dapat memperburuk dunia pendidikan. Sebab, minimnya dana akan mengambat pembangunan pendidikan dalam segala hal, baik infrastruktur maupun suprastruktur. Ketiga, jika kondisi kota maupun kabupaten dengan sumberdaya manusia (SDM) yang terbatas akan memberikan efek buruk terhadap pembangunan pendidikan. Sebab, SDM menjadi kata kunci bagi keberhasilan sekian banyak agenda pendidikan, jika para pejabat dan aparat di daerah tidak memiliki kemampuan-kemampuan tertentu dalam bidang yang diembannya, maka pembangunan pendidikan tidak berjalan dengan baik.

Untuk membangun pendidikan yang berhasil dibutuhkan kerja sama dan peran seluruh warga  negara Indonesia. Pertama, pemimpinan yang kuat sangat diharapakan dapat terwujud secara praktis dan konkret. Presiden sebagai kepala negara harus tegas dalam mengambil sebuah kebijakan politik pendidikan. Etos kerja tinggi, komitmen politik, dan tanggung jawab politik sebagai pengemban amanat rakyat untuk memajukan dunia pendidikan sangat dibutuhkan secara nyata. Kedua, tata kelola pemerintahan harus dapat dijalankan secara sinergis dan komplementer.

Kerjasama politik yang baik dibanyak elite lapis diperlukan secara praktis. “The right man on the right place” menjadi pintu utama untuk menyukseskan program pendidikan yang mencerdaskan. Ketiga, pasrtisipasi semua pihak guna mendukung program-program pendidikan yang mencerdaskan. Keempat, memunculkan sikap sadar terhadap persoalan-persoalan pendidikan di kalangan setiap masyarakat, sebab pendidikan adalah milik seluruh lapisan masyarakat Indonesia.

Jika membahas pendidikan di Indonesia tentunya masih banyak catatan-catatan penting yang harus digarisbawahi. Dalam masalah tersebut dapat ditarik garis besar Pendidikan di Indonesia haruslah memiliki sifat yang DIANCOK (Dinamis, Inovatif, Aktif, Cekatan, Obyektif, dan Kreatif) guna membentuk pendidikan yang baik dan menyenangkan. Sehingga dalam proses kegiatan belajar mengajar dapat berjalan dengan efektif.

Kemajuan dan perkembangan pendidikan menjadi faktor keberhasilan suatu bangsa. Indonesia akan maju  jika seluruh masyarakatnya  mengenyam pendidikan, lebih-lebih dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi.


*Penulis adalah alumni Pondok Pesantren Putri Walisongo, sedang menempuh pendidikan di Universitas Negeri Surabaya (UNESA).