Tebuireng.online- Seminar Nasional Pendidikan diadakan oleh BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) FIP (Fakultas Ilmu Pendidikan) Universitas Hasyim Asy’ari (Unhasy) pada Kamis (13/12/18) bertema “Menyongsong Era Milenial Melalui Penguatan Pendidikan Keterampilan Abad 21 untuk Membangun Jiwa yang Berkarakter”. Tampak Prof. Dr. H. Haris Supratno dan Bapak Suhadi Fadjaray, sebagai pengisi dalam acara ini.

Prof. Haris membahas nilai-nilai dalam sastra sebagai media pendidikan karakter bagi generasi milenial di era revolusi industri 4.0. “Karya sastra tokohnya juga manusia. Para pengarang menciptakan tokoh harapannya untuk menjadi teladan bagi para pembaca,” ungkapnya. Dalam pemaparannya, Prof. Haris meyatakan bahwa dengan membaca sama saja belajar tentang bagaimana caranya memanusiakan manusia. Bangsa Indonesia memiliki kekayaan karya sastra tulis maupun lisan yang banyak mengandung nilai-nilai yang dapat dijadikan pendidikan.

Generasi milenial ialah generasi yang hidup di masa revolusi industri. Sedangkan yang dimaksud “Revolusi Industri 4.0” ialah yaitu perkembangan puncak revolusi Industri. Beliau menambahkan tentang pentingnya sastra memengaruh karakter seseorang. Karya sastra yang banyak mengandung nilai-nilai tersebut seperti Ayat-ayat Cinta, Bumi Cinta, Dewi Rengganis, Sang Pembaharu, Perjuangan dan Ajaran Syaikh Siti Jenar, Snrili’, dan Lakon Dewi Ruci. Nilai adalah konsep-konsep yang ada dalam pemikiran sebagian besar masyarakat yang dianggap baik dan benar dan dijadikan pedoman hidup dalam masyarakat.

Generasi milenial ialah generasi yang lahir dan hidup di zaman kemajuan teknologi dan informasi. Generasi yang dapat mengakses informasi tanpa batas ruang dan waktu. Generasi yang terikat dan dijajah oleh teknologi, serta generasi yang menguasai Iptek.

Lanjutnya, pendidikan karakter sendiri meliputi; yang pertama pendidikan karakter berbasis nilai religius, yang merupakan kebenaran wahyu Tuhan (konservasi moral). Kedua, pendidikan karakter yang berbasis nilai budaya antara lain berupa budi pekerti, Pancasila, apresiasi sastra, keteladanan tokoh-tokoh sejarah dan para pemimpin bangsa (konservasi lingkungan). Ketiga, pendidikan karakter berbasis lingkungan (konservasi lingkungan). Keempat, pendidikan karakter berbasis potensi diri, yang mencakup sikap pribadi, hasil proses kesadaran pemberdayaan potensi diri yang diarahkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan (konservasi humanis).

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Beliau juga menjelaskan pentingnya nilai kejujuran seperti dalam tokoh Bima Sakti. Nilai multikultural dalam sastra dimana masyarakat yang berbeda dari aspek suku bangsa, status sosial, budaya, dan agama, tetapi bisa hidup dengan saling menghormati dan saling menghargai, saling toleransi dan mengakui hak-hak eksistensi masing-masing. Nilai menghormati dicontohkan dalam Novel sang Pembaharu. Tolong-menolong dicontohkan pada novel Ayat-ayat Cinta, dan seterusnya.

Kemudian keterangan dari Bapak Suhadi, membangun generasi cerdas mulia abad 21. Beda bahwa beda zaman, beda tantangan. Beliau mengatakan, untuk menjauhi lima hal yang akan memperburuk manusia; pertama, jangan lemah fisik. Kedua, jangan lemah karakter. Ketiga jangan lemah intelektual. Keempat, jangan lemah spiritual. Kelima, jangan lemah finansial.

“Jangan sampai anak kita tumbuh sebagai pribadi lemah. Dalam surat An-Nissa ayat 9 yang artinya “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar,” ucap pak Suhadi.

Karena itu, kita memerlukan terobosan-terobosan baru agar terjadi perkembangan inovasi dalam praktik penyelenggaraan sekolah atau pembelajaran. Pendidikan kita selama ini menagarahkan “berhenti” di proses memahami. Paham saja tidak cukup. Tahapan harus dilanjutkan ke proses mengahasilkan ciptaan yang bernilai. Dengan kata lain, siswa akan selalu “menantang” dirinya dengan pertanyaan, “Dengan pengetahuan dan kecakapan yang saya miliki, saya dapat mengahasilkan apa?” dan “Apakah inovasi yang saya akan hasilkan dapat diterima oleh komunitas,” pungkas sebelum acara berakhir. Kemudian seminar diakhiri dengan sesi tanya jawab serta motivasi dari pak Suhadi yang sungguh luar biasa.

Pewarta: Umdatul Fadhilah

Publisher: MSA