
Barangkali kita bertanya-tanya; apa dan siapa yang sebenarnya membuat generasi ke generasi seperti memiliki kotak-kotak kehidupan tertentu (perbedaan sikap, emosi, kriteria) dan hal-hal lain yang mutakhir ini sering menjadi perbincangan masyarakat sosial hingga warganet tentang generasi era. Istilah “generasi” padamulanya diperkenalkan oleh Sosiolog Jerman, Karl Mannheim, yang mengacu pada kelompok orang yang lahir dalam periode waktu yang sama. Selain itu juga memiliki pengalaman hidup serupa sebab dipengaruhi oleh kondisi sosial, budaya, dan teknologi yang berkembang dari masa ke masa.
Tokoh ini juga yang pertama kali mengemukakan gagasan tentang generasi, melalui esainya “The Problem of Generations” pada tahun 1923. Ia menjelaskan bahwa kelompok usia yang tumbuh di era yang sama akan mengalami peristiwa penting yang serupa, dan hal ini akan membentuk cara berpikir, nilai-nilai, dan kebiasaan mereka secara bersama-sama.
Berikut adalah tahapan-tahapan generasi yang dikenal luas, lengkap dengan ciri-ciri umumnya serta bagaimana mereka memengaruhi kehidupan masyarakat, khususnya di Indonesia:
- Silent Generation (1928–1945)
Disebut “Generasi Silent” karena mereka hidup pada masa sulit: setelah Perang Dunia II dan masa Depresi Besar. Mereka dikenal sebagai orang-orang yang patuh pada aturan, cenderung tradisional, dan sangat menghargai stabilitas serta kerja keras. Di Indonesia, generasi ini lahir sebelum dan saat awal kemerdekaan, sehingga mereka sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kebangsaan. Meski punya semangat kerja yang luar biasa, mereka biasanya kurang tertarik pada teknologi baru dan tidak mudah menerima perubahan yang cepat.
- Baby Boomers (1946–1964)
Setelah perang usai, terjadi ledakan angka kelahiran, inilah asal nama “Baby Boomers”. Mereka dikenal sebagai generasi yang ambisius, pekerja keras, dan fokus pada karier serta kestabilan ekonomi. Di Indonesia, mereka berperan penting dalam masa pembangunan dan reformasi negara. Tapi, di era sekarang, banyak dari generasi ini dianggap kurang fleksibel dalam mengikuti perkembangan zaman, terutama soal teknologi.
- Generasi X (1965–1980)
Sering disebut sebagai “generasi sandwich”, karena berada di antara dua kelompok yang sangat berbeda. Mereka tumbuh di masa perubahan sosial dan politik yang cukup besar. Generasi ini biasanya mandiri, tidak terlalu percaya pada otoritas, dan bisa menyesuaikan diri dengan baik.
Baca Juga: Generasi 90-an Vs Milenial dan Gen Z
Mereka mulai mengenal komputer dan internet, meski belum secara masif seperti generasi sesudahnya. Di Indonesia, mereka menghadapi masa transisi dari era Orde Baru menuju Reformasi. Tantangannya, mereka sering kali dianggap kurang terlibat secara aktif dalam perubahan sosial, terutama oleh generasi yang lebih muda.
- Generasi Y (Milenial) (1981–1996)
Milenial adalah generasi pertama yang akrab dengan teknologi digital sejak remaja. Mereka dikenal kreatif, terbuka terhadap ide baru, dan memiliki perhatian tinggi pada isu lingkungan, keadilan sosial, serta kesehatan mental. Mereka adalah pengguna awal media sosial dan internet dalam kehidupan sehari-hari. Di Indonesia, banyak milenial menjadi motor penggerak dalam bisnis startup dan digital. Tapi, mereka juga kerap mendapat kritik karena dianggap terlalu bergantung pada teknologi dan dianggap tidak sabar dalam membangun karier.
- Generasi Z (1997–2012)
Ini adalah generasi yang lahir langsung di era digital. Mereka tidak pernah hidup tanpa internet, smartphone, dan media sosial. Generasi ini dikenal sangat cepat belajar, multitasking, dan memiliki pandangan yang sangat terbuka dan toleran terhadap perbedaan budaya dan identitas.
Mereka sangat peka terhadap tren global dan perubahan sosial. Namun, di Indonesia, mereka juga menghadapi tantangan besar dalam dunia pendidikan, terutama setelah pandemi COVID-19 yang mengubah sistem belajar. Banyak di antara mereka juga mulai aktif dalam dunia wirausaha berbasis digital, tapi tingkat kecemasan sosial dan tekanan mental juga cukup tinggi.
- Generasi Alpha (2013–2025)
Inilah generasi termuda yang sedang tumbuh saat ini. Mereka adalah anak-anak yang lahir di era teknologi sangat canggih (AI, robotika, dan kecerdasan digital) menjadi bagian dari kehidupan mereka sejak usia dini. Mereka diperkirakan akan menjadi generasi yang paling terdidik, kreatif, dan melek teknologi. Namun, mereka juga dihadapkan pada risiko seperti keterbatasan interaksi sosial langsung, ketergantungan gadget, serta kemungkinan mengalami masalah perkembangan emosional akibat terlalu dini terpapar layar digital.
Karena perbedaan latar belakang zaman dan teknologi, sering terjadi benturan nilai antara generasi satu dengan yang lain, terjadi ketegangan dan tantangan sosial antar generasi. Contohnya: Generasi Boomer bisa merasa frustrasi dengan gaya kerja generasi muda yang fleksibel dan lebih memilih “work-life balance”. Sebaliknya, generasi Milenial dan Z merasa tidak dipahami karena pendekatan mereka dianggap “tidak serius” atau “terlalu santai”.
Baca Juga: Memahami Cara Hidup Generasi Milenial, Z, dan Alpha
Konflik ini bisa terjadi di rumah (antara orang tua dan anak), di kantor (antara atasan dan karyawan muda), bahkan dalam dunia politik dan kebijakan publik. Di Indonesia, tantangan ini diperparah oleh ketimpangan akses pendidikan dan teknologi. Anak-anak muda di kota besar lebih mudah belajar digital, sementara mereka yang tinggal di desa atau daerah terpencil masih menghadapi banyak keterbatasan. Perbedaan ini membuat jurang antar generasi semakin terasa tajam.
Karl Mannheim memberikan dasar pemikiran bahwa pengalaman hidup bersama membentuk cara berpikir suatu generasi. Hal ini masih sangat relevan hingga kini. Setiap generasi memiliki kekuatan dan kelemahan, serta perannya masing-masing dalam membentuk masyarakat. Daripada memperdebatkan perbedaan, kita justru harus saling menghargai keunikan tiap generasi, saling belajar, dan membangun jembatan komunikasi antar usia. Dengan begitu, kita bisa menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan harmonis, serta bersama-sama menghadapi tantangan zaman yang terus berubah.
Penulis: Albii
Editor: Rara Zarary