sumber ilustrasi: www.google.com

Oleh: Almara Sukma*

Secara etimologi kata hukum (al-hukm) berarti “mencegah” atau “memutuskan”. Menurut terminologi Ushul Fiqih, hukum (al-hukm) berarti:

خطاب الله المتعلق بأفعال المكلفين با لا قتضاء أو التخيير أو الوضع

“Khitab (kalam) Allah yang mengatur amal perbuatan orang mukallaf, baik berupa iqtlidha (perintah, larangan, anjuran untuk melakukan atau anjuran untuk meninggalkan, takhyir (kebolehan memilih bagi mukallaf antara melakukan dan tidak melakukan), atau wadl (ketentuan yang menetapkan sesuatu sebagai sebab, syarat atau mani’(penghalang).

Kalam Allah adalah hukum. Baik langsung seperti ayat-ayat hukum dalam Al-Quran atau secara tidak langsung, seperti hadis-hadis hukum dalam sunnah Rasulullah yang mengatur amal perbuatan manusia. Hukum menurut kajian Ushul Fiqih adalah teks ayat atau Sunnah Rasulullah yang mengatur amal perbuatan manusia, yang populer disebut sebagai ayat-ayat ahkam dan hadis-hadis ahkam.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Secara garis besar para ulama Ushul Fiqih membagi hukum menjadi dua macam, yaitu hukum takhlifi dan hukum wadh’i. Hukum takhlifi menurut ahli Ushul Fiqih adalah:

هو ما اقتضى طلب ثعل من المكلف أو كفه عن فعل أو تخييره بين الفعل والكف عنه

“Ketentuan-ketentuan Allah dan RasulNya yang berhubungan langsung dungan perbuatan orang mukallaf, baik dalam bentuk perintah, anjuran untuk melakukan, anjuran untuk meninggalkan, larangan, atau dalam bentuk memberi kebebasan memilih untuk berbuat atau tidak berbuat.”

Sedangkan yang dimaksud dengan hukum wadh’i ialah:

هو ما اقتضى وضع شئ سببا لشئ أو شرطا له أومانعامنه

“Ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur tentang sebab, syarat dan mani (sesuatu yang menjadi penghalang kecakapan untuk melaksanakan hukum taklifi).”

Dengan mengemukakan batasan dari dua macam hukum tersebut dapat diketahui perbedaan antara keduanya. Ada dua perbedaan mendasar antara dua hukum tersebut:

  1. Hukum taklifi adalah hukum yang mengandung perintah, larangan atau memberi pilihan terhadap seorang mukallaf, sedangkan hukum wadh’i berupa penjelasan hubungan suatu peristiwa dengan hukum Misalnya, Hukum taklifi menjelaskan bahwa shalat wajib dilaksanakan umat Islam, dan hukum wadh’i menjelaskan bahwa waktu matahari tergelincir ditengah hari menjadi sebab tanda bagi wajibnya seseorang melakukan shalat Dhuhur.
  2. Hukum taklifi dalam berbagai macamnya selalu berada dalam batas kemampuan mukall Sedangkan hukum wadh’i sebagiannya ada yang di luar kemampuan manusia dan bukan merupakan aktivitas manusia. Misalnya, dalam contoh di atas keadaan tergelincir matahari bukan dalam kemampuan manusia dan bukan pula merupakan aktivitasnya. Hubungannya dengan perbuatan manusia Allah menjadikannya sebagai tanda sudah masuknya waktu shalat Dhuhur.

Teks ayat hukum dan dan hadis hukum yang berhubungan dengan hukum taklifi terbagi menjadi lima, yaitu:

  1. Ijab (mewajibkan) yaitu ayat atau hadis dalam bentuk perintah yang mengharuskan untuk melakukan suatu perbuatan. Contoh ayat yang memerintahkan untuk melakukan sha
  2. Nadb (anjuran untuk melakukan), yaitu ayat atau hadis yang menganjurkan untuk melakukan suatu perbuatan.
  3. Tahrim (melarang), yaitu ayat atau hadis yang melarang secara pasti untuk melakukan sesuatu.
  4. Karahah, yaitu ayat atau hadis yang menganjurkan melakukan sesuatu.
  5. Ibadah, yaitu ayat atau hadis yang memberi pilihan seseorang untuk melakukan atau meninggalkan sesuaru perbuatan.

Sedangkan hukum wadh’i terbagi menjadi tiga macam, yaitu:

  1. Sebab

Sebab menurut bahasa yaitu “Sesuatu uang bisa menyampaikan seseorang kepada sesuatu yang lain”. Menurut istilah Ushul Fiqih seperti dikemukakan  Abdul-Karim Zaidan, sebab yaitu sesuatu yang dijadikan oleh syariat sebagai tanda bagi adanya hukum, dan tidak adanya sebab sebagai tanda bagi tidak adanya hukum. Misalnya, tindakan perzinaan menjadi sebab (alasan) bagi wajib dilaksanakan hukuman atas pelakunya.

  1. Syarat

Menurut bahasa kata syarat berarti “Sesuatu yang menghendaki adanya sesuatu yang lain” atau “sebagai tanda”. Menurut istilah Ushul Fiqih seperti dikemukakan Abdul Karim Zaidan, syarat adalah sesuatu yang tergantung kepadanya ada sesuatu yang lain dan berada di luar dari hakikat sesuatu itu. Misalnya, wudhu sebagai syarat sahnya shalat, namun pelaksanaan wudhu itu sendiri bukan merupakan bagian dari pelaksanaan shalat.

  1. Mani’

Kata mani’ secara etimologi berarti “penghalang dari sesuatu”. Secara terminologi, seperti dikemukakan oleh Abdul Karim Zaidan, kata mani’ berarti sesuatu yang ditetapkan syariat sebagai penghalang bagi adanya hukum atau penghalang bagi berfungsinya suatu sebab. Misalnya akad perkawinan yang sah karena telah memenuhi syarat dan rukunnya adalah sebagai sebab bagi waris-mewarisi. Tetapi masalah waris-mewarisi bisa jadi terhalang disebabkan suami telah membunuh istrinya. Tindakan membunuh tersebut merupakan mani’ bagi hak suami hntuk mewarisi istrinya.   

*Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang.