ilustrasi muslimah

Dalam masyarakat kita, perempuan dewasa yang belum menikah sering menjadi sasaran berbagai stigma. Salah satu yang paling menyakitkan dan tidak berdasar adalah tuduhan bahwa ia belum menikah karena “disukai jin” atau “diganggu makhluk halus”. Pendapat seperti ini tidak hanya melukai hati, tapi juga menjauh dari semangat ajaran Islam yang menjunjung akal sehat, adab, dan kasih sayang. Lalu benarkah jin bisa menghalangi jodoh?

Dalam literatur Islam, terdapat keyakinan bahwa jin bisa memengaruhi manusia. Namun, tidak ada ayat Al-Quran maupun hadis sahih yang secara eksplisit menyebutkan bahwa wanita belum menikah karena dicintai oleh jin. Beberapa dalil yang sering dikaitkan, seperti yang  diriwayatkan dalam kitab Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim, dari Anas, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِي مِنَ الإِنْسَانِ مَجْرَى الدَّمِ

Artinya: “Sesungguhnya setan mengalir dalam tubuh anak Adam sebagaimana darah mengalir.”

Hadis ini lebih menekankan bahwa jin (atau setan) bisa memengaruhi manusia secara psikologis atau spiritual, bukan secara spesifik mengganggu urusan jodoh atau pernikahan.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Dalam Surah al-Jinn [72] ayat 6, Allah Swt. berfirman:

وَّاَنَّهٗ كَانَ رِجَالٌ مِّنَ الْاِنْسِ يَعُوْذُوْنَ بِرِجَالٍ مِّنَ الْجِنِّ فَزَادُوْهُمْ رَهَقًاۖ

Artinya: “Sesungguhnya ada beberapa orang laki-laki dari (kalangan) manusia yang meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki dari (kalangan) jin sehingga mereka (jin) menjadikan mereka (manusia) bertambah sesat.”

Ayat ini menegaskan bahwa berkaitan dengan jin secara berlebihan justru menjatuhkan manusia ke dalam kesesatan, bukan solusi.

Mengapa stigma ini lebih sering dialamatkan kepada perempuan? Pertama, karena budaya patriarkal. Banyak masyarakat masih menilai perempuan dari status pernikahannya. Jika belum menikah, perempuan dianggap gagal memenuhi kodrat, sementara laki-laki dianggap sedang sibuk “mempersiapkan diri”. Kedua, objektifikasi dan seksualitas. Mitos seperti “disukai jin” sering muncul karena adanya pandangan yang mengobjektifikasi tubuh perempuan. Perempuan dianggap menarik dan rentan menjadi “korban gangguan gaib”, padahal realitanya tidak ada dalil yang menyebutkan hanya perempuan yang bisa disukai jin. Ketiga, pengalihan dari akar masalah. Masalah jodoh merupakan masalah yang sangat kompleks. Bisa jadi seorang perempuan belum menikah karena pilihan pribadi, trauma, faktor sosial, atau ekonomi. Ketika masyarakat enggan memahami realitas ini, maka solusi instan dan irasional seperti ‘tuduhan jin’ pun dilontarkan sebagai pengalihan.

Islam Menghargai Perjuangan dan Pilihan Hidup

Allah Swt. tidak memandang manusia dari status pernikahan, tapi dari iman, amal saleh, dan ketakwaan. Sebagaimana Firman Allah Swt. dalah Surah al-Hujurat [49] ayat 13.

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ

Artinya: Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti.”

Menikah adalah sunah yang dianjurkan, tapi tidak wajib bagi yang belum mampu atau tidak mendapat jodoh.

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَـرِ، وَأَحْصَنُ لِلْفَـرْجِ. وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ.

Artinya: “Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian yang mampu menikah, maka menikahlah. Karena menikah lebih dapat menahan pandangan dan lebih memelihara kemaluan. Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia berpuasa; sebab puasa dapat menekan syahwatnya.” HR. Al-Bukhari (no. 5066) kitab an-Nikaah, Muslim (no. 1402) kitab an-Nikaah, dan at-Tirmidzi (no. 1087) kitab an-Nikaah.

Nabi menyebut “mampu” di sini sebagai kesiapan mental, fisik, dan finansial, bukan sekadar umur.

Islam adalah agama yang sangat menghargai perjuangan dan pilihan hidup setiap individu, selama berada di jalan yang benar dan tidak melanggar ajaran Allah Swt. Dalam Surat Ali ‘Imran [3] ayat 195, Allah Swt. berjanji tidak akan menyia-nyiakan amal siapa pun, baik laki-laki maupun perempuan, dan setiap usaha yang dilakukan dengan niat yang tulus akan mendapat balasan yang setimpal.

Islam memahami bahwa setiap orang memiliki jalan hidup dan tantangan yang berbeda-beda, termasuk dalam urusan jodoh, karier, pendidikan, atau pengabdian kepada keluarga dan masyarakat. Selama seseorang menjalani pilihannya dengan sabar, jujur, dan bertanggung jawab, maka perjuangannya itu bernilai ibadah. Oleh karena itu, menjadi tidak tepat jika seseorang direndahkan hanya karena belum menikah, belum mencapai keberhasilan duniawi, atau memilih jalan hidup yang tidak umum, karena dalam Islam yang paling mulia adalah yang paling bertakwa, bukan yang paling cepat menikah atau paling banyak harta.

Menghentikan Stigma, Tumbuhkan Empati

Setiap orang memiliki cerita perjuangannya masing-masing dalam menanti jodoh. Ada yang menikah cepat, ada pula yang menunggu lebih lama, dan semuanya sedang menempuh takdir Allah Swt. yang penuh hikmah. Menyindir, menuduh, atau menyebar mitos soal jin hanya akan menambah beban psikologis bagi saudara kita sendiri. Islam mengajarkan untuk menghentikan stigma negatif dan menggantinya dengan empati, saling menghormati, serta saling mendoakan. Sebagaimana dijelaskan dalam Surah al-Hujurat [49] ayat 11 bahwa seorang muslim dilarang merendahkan atau menghakimi orang lain karena perbedaan kondisi hidup atau ujian yang dihadapinya. Nabi Muhammad saw. juga telah mencontohkan akhlak mulia dengan kasih sayang dan tidak mempermalukan siapa pun. Dengan memahami perasaan orang lain dan memberi dukungan, kita menciptakan lingkungan yang lebih damai dan penuh kasih sayang sesuai ajaran Islam.

Baca Juga: Manfaat Kopi Menurut Para Sufi, Salah Satunya Usir Jin


Penulis: Azizah Niki Purnami

Editor: Muh Sutan