
Sering kali saat mendengar kata ‘pelampiasan’, kita langsung tertuju pada hal-hal negatif dan beranggapan bahwa segala sesuatu tentang pelampiasan tidak pernah memiliki sisi positif. Seperti yang sering kita dengar dan lihat mengenai beberapa tragedi, contoh kasus pelampiasan anak muda yang menyakiti dirinya saat patah hati, melampiaskan kemarahannya dengan mengonsumsi obat terlarang, melampiaskan kekecewaan saat gagal dengan meninggalkan ibadah dan menghabiskan waktu bersenang-senang, dan banyak contoh lainnya.
Dari fenomena semacam itu, secara otomatis terbentuk mindset bahwa pelampiasan hanya tentang ha-hal negatif saja. Sedangkan dengan demikian apakah kita pernah memikirkan bahwa kita sudah benar-benar memahami apa itu pelampiasan secara harfiah? dan apakah pelampiasan selalu mengenai hal-hal negatif?
Pelampiasan merupakan bentuk olah emosi sesorang untuk menyalurkan atau melepaskan terhadap emosi apa yang ia rasakan. Pelampiasan sendiri bukan hanya sekadar tentang melampiaskannya, akan tetapi juga tentang bagaimana dan kemana arah kita membawa emosi kita untuk disalurkan. Pelampiasan juga salah satu bentuk kita sebagai manusia untuk mengekspresikan perasan kita, sehingga pelampiasan ini tidak terikat dari satu sisi-negatif atau positif-namun bisa kita kendalikan kemana arah kita mau membawanya.
Baca Juga: Seni Berdiskusi, Kelola Emosi dan Sampaikan Pendapat dengan Bijak
Namun pada realitanya, lagi-lagi sering kali dari kita menganggap bahwasanya olah emosi ini hanya bisa dilakukan dengan hal-hal negatif, seperti halnya menyakiti diri sendiri, menyakiti orang lain, membuat kekacauan dan lain sebagainya. Sehingga tidak jarang dari kita menganggap hal ini adalah suatu hal yang harus dihindari dalam artian banyak dari kita yang tidak peduli dengan hal ini bahkan pada diri sendiri kita jarang memahami bagaimana kita mengolah emosi dan menyalurkannya.
Dapat kita ketahui bahwa bentuk olah emosi ini pun tidak hanya bisa kita lakukan melalui hal-hal yang negatif, kita bisa juga melakukan beberapa kegiatan positif untuk menyalurkan emosi yang sedang kita rasakan, seperti berolahraga setiap pagi, melakukan jurnal setiap sebelum tidur, atau bahkan dengan sekadar bercerita kepada orang yang kita percaya layaknya sahabat dan saudara.
Adapun pelampiasan yang bisa kita kemas dengan suatu hal yang positif ini termasuk bentuk kecerdasan emosi yang islami. Dalam bukunya, Goleman menekankan bahwa kecerdasan emosi termasuk kemampuan untuk mengenali, memahami, dan menyalurkan emosi dengan cara yang tepat, bukan menekannya.
Adapun dalam Hadis, dari Abu Dzarr radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;
إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ قَائِمٌ فَلْيَجْلِسْ، فَإِنْ ذَهَبَ عَنْهُ الْغَضَبُ، وَإِلاَّ فَلْيَضْطَجِعْ
“Bila salah satu di antara kalian marah saat berdiri, maka duduklah. Jika marahnya telah hilang (maka sudah cukup). Namun jika tidak lenyap pula maka berbaringlah.” (HR. Abu Daud, no. 4782. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Dimana dari hadis ini kita juga sudah dibimbing oleh nabi untuk mengolah emosi, agar kita dapat mengendalikannya. Sehingga tidak membuat kita terjerumus untuk meluapkan emosi tersebut dalam hal-hal yang negatif.
Baca Juga: Cara Ampuh Meredakan Amarah
Pelampiasan dalam kegiatan positif juga bisa menjadi bentuk refleksi diri, penyembuhan, inspirasi, bahkan jika kita lihat dari kacamata religi pelampiasan juga bisa menghantarkan pahala pada kita. Dimana dalam segi religi kita bisa melakukan menyalurkan emosi tersebut dalam beberapa hal positif, seperti halnya kita bisa luapkan segala apa yang kita rasakan dengan berdo’a sebagai bentuk kita bercerita kepada Allah. Sehingga dengan demikian bisa menjadikan momen pelampiasan ini sebagai bentuk pendekatan diri kepada Allah.
Tak jarang para sahabat pun dalam menyalurkan emosi kesedihannya melalui tangisan dalam do’a dan sujudnya kepada Allah. Selain itu nabi juga telah mengajarkan kepada kita mengenai pengolahan emosi, sebagaimana hadis nabi, Rasulullah ﷺ bersabda:
“Bukanlah orang kuat itu yang menang dalam gulat, tetapi orang kuat adalah yang mampu menahan dirinya ketika marah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Sehingga jelas sudah bahwasanya dalam islam juga telah mengajarkan kepada kita tentang bagaimana mengolah emosi. Kerana memang sejatinya emosi itu sendiri juga merupakan fitrah, namun ada baiknya jika kita bisa mengendalikannya sebagaimana yang telah nabi ajarkan. Dengan demikian kita bisa mulai menumbukan kesadaran diri untuk mulai memahami diri dalam mengolah emosi dan menyalurkan emosi kita terhadap kegiatan-kegiatan posistif agar pelampiasan kita bisa bernilai ibadah.
Penulis: Zulfa Nuril
Editor: Rara Zarary