
Oleh: Tifani Nur Izzah*
Rasulullah Saw adalah teladan terbaik bagi umat Islam dalam berbagai aspek kehidupan. Salah satunya yang sering kita ikuti adalah meneladani sifat Rasulullah yang senantiasa menyayangi anak yatim dan orang miskin. Rasulullah selalu menunjukkan sikap murah hati, kelembutan, kasih sayang, dan bersikap adil kepada semua umatnya tanpa membedakan yang kaya maupun yang miskin. Rasulullah memiliki perhatian yang besar kepada orang miskin dan anak yatim yakni mengajarkan untuk berbagi dan bersedekah, Rasulullah sendiri sering memberikan sebagian hartanya untuk orang miskin dan anak yatim.
Persepsi Hadis yang Berkaitan
Dalam hal ini tidak diragukan lagi bahwa Rasulullah Saw mengajarkan untuk memperlakukan dengan hormat orang miskin, beliau sering duduk dan makan dengan orang miskin dan menunjukkan bahwa status sosial bukanlah ukuran kemuliaan seseorang. Rasulullah pun pernah berdoa agar dibangkitkan bersama orang miskin dan diwafatkan bersama orang miskin. Adapun hadisnya sebagai berikut:
حَدَّثَنِي ابْنُ أَبِي شَيْبَةَ، ثَنَا أَبُو خَالِدٍ الْأَحْمَرُ، عَنْ يَزِيدَ بْنِ سِنَانٍ، عَنْ أَبِي الْمُبَارَكِ، عَنْ عَطَاءٍ قَالَ: قَالَ أَبُو سَعِيدٍ الْخُدْرِيُّ: أَحِبُّوا الْمَسَاكِينَ، فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ فِي دُعَائِهِ: «اللَّهُمَّ أَحْيِنِي مِسْكِيًنَا وَأَمِتْنِي مِسْكِيًنَا وَاحْشُرْنِي فِي زُمْرَةِ الْمَسَاكِينِ»[1]
Artinya:”Telah menceritakan kepadaku Ibnu Abi Syaibah, telah menceritakan kepada kami Abu Khalid al-Ahmar, dari Yazid bin Sinan, dari Abu al-Mubarak, dari Atha’ ia berkata, Abu Sa’id al-Khudri berkata, “Cintailah orang-orang miskin, karena aku mendengar Rasulullah Saw berdoa,’’Ya Allah, hidupkanlah aku dalam keadaan miskin, matikanlah aku dalam keadaan miskin, dan kumpulkanlah aku dalam golongan orang-orang miskin.”(H.R. Musnad ibn Humaid)
Rasulullah Saw bersabda, “Ya Allah, hidupkanlah aku dalam keadaan miskin dan matikanlah aku dalam keadaan miskin, serta kumpulkanlah aku di antara golongan orang miskin di hari kiamat. Kemudian Aisyah bertanya, “Mengapa demikian wahai Rasulullah?” Kemudian Rasulullah menjawab, “Karena mereka (orang miskin) akan masuk surga sebelum orang-orang kaya sebanyak empat puluh tahun, wahai Aisyah janganlah engkau menolak orang miskin, bahkan dengan sebutir kurma. Hendaknya kau cintai dan dekatkan dirimu kepada orang-orang miskin, karena sesungguhnya Allah akan mendekatkanmu di hari kiamat.[2] Adapun hadis lain yang sama yaitu sebagai berikut:
حَدَّثَنَا عَبْدُ الأَعْلَى بْنُ وَاصِلٍ الكُوفِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا ثَابِتُ بْنُ مُحَمَّدٍ العَابِدُ الكُوفِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا الحَارِثُ بْنُ النُّعْمَانِ اللَّيْثِيُّ، عَنْ أَنَسٍ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: اللَّهُمَّ أَحْيِنِي مِسْكِينًا وَأَمِتْنِي مِسْكِينًا وَاحْشُرْنِي فِي زُمْرَةِ الْمَسَاكِينِ يَوْمَ القِيَامَةِ فَقَالَتْ عَائِشَةُ: لِمَ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: إِنَّهُمْ يَدْخُلُونَ الجَنَّةَ قَبْلَ أَغْنِيَائِهِمْ بِأَرْبَعِينَ خَرِيفًا، يَا عَائِشَةُ لاَ تَرُدِّي الْمِسْكِينَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ، يَا عَائِشَةُ أَحِبِّي الْمَسَاكِينَ وَقَرِّبِيهِمْ فَإِنَّ اللَّهَ يُقَرِّبُكِ يَوْمَ القِيَامَةِ.[3]
Artinya:”Telah menceritakan kepada kami Abdul A’la bin Washil Al-Khufi, telah menceritakan kepada kami Tsabit bin Muhammad al-Abid al-Khufi, telah menceritakan kepada kami al-harits bin An Nu’man al-Laitsi dari Anas bahwa Rasulullah Saw membaca doa,” Ya Allah hidupkanlah aku dalam keadaan miskin dan wafatkanlah aku dalam keadaan miskin dan kumpulkanlah aku pada hari kiamat bersama golongan orang-orang miskin. Kemudian Aisyah bertanya,” kenapa wahai Rasulullah? Beliau menjawab,” sesungguhnya mereka akan masuk surga empat puluh tahun lebih dulu daripada orang kaya, wahai Aisyah jangan kamu tolak orang-orang miskin walaupun hanya dengan memberi secuil kurma, wahai Aisyah cintailah orang-orang miskin dan dekatilah mereka karena Allah akan mendekatkan padamu pada hari kiamat”.(Sunan al-Tirmidhi)
Ali bin Ziyad dari Malik ia berkata, “Orang miskin yang tidak memiliki sumber kekayaan dan menjauhi minta-minta, dan orang miskin yang tidak memiliki sumber kekayaan dan meminta. Mengenai seberapa banyak kekayaan yang tidak membolehkan seseorang untuk menerima sedekah dan apakah meminta dilarang baginya. Kekayaan yang cukup untuk memberi makan pada diri sendiri dan keluarga untuk hari ini dan esok. Pendapat beberapa para sufi ada yang mengatakan tidak diperbolehkan menabung dan menyimpan hartanya untuk hari esok, namun pendapat ini ditolak karena telah terbukti bahwa bahwa Rasulullah dan para sahabatnya pernah menabung.
Meminta kepada orang lain itu diperbolehkan akan tetapi meminta yang diperbolehkan itu namun hanya dalam keadaan yang benar-benar darurat, dan tidak boleh dalam setiap keadaan. Abu Dzar berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Janganlah kamu meminta-minta kepada manusia.”[4] Jauhilah meminta karena itu adalah penghasilan terakhir seseorang, seseorang tidak akan meminta kecuali setelah meninggalkan pekerjaan dan tidak ada penghasilan untuk memenuhi kebutuhannya. Namun tidak sedikit pula orang yang berfoya-foya dengan hartanya dan dipergunakan untu sesuatu yang tidak halal.
Pandangan dalam Mempergunakan Harta
Orang yang berlebihan adalah orang yang paling merugi, kecuali orang yang mengeluarkan hartanya untuk sesuatu yang bermanfaat. Namun tidak ada orang yang iri hati kecuali dalam dua hal yakni salah satunya, melihat seseorang diberi kekayaan dan ia pergunakan untuk kebaikan yang benar. Rasullah Saw bersabda, “Harta yang baik adalah untuk orang yang baik”. Rasulullah tidak pernah mengajarkan untuk tidak beruntung atau tidak bersyukur di hadapan Allah, melainkan mengajarkan mensyukuri segala nikmat yang Allah berikan kepada hambanya baik itu berupa kemiskinan maupun kekayaan.
Nabi Saw berkata kepada Abu Lubabah, “Peganglah sebagian dari hartamu.” Dan beliau berkata kepada Sa’ad, “Sesungguhnya jika kamu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya, itu lebih baik daripada kamu meninggalkan mereka dalam keadaan miskin yang meminta-minta kepada manusia.” Karena sesungguhnya Rasulullah Saw tidak pernah mengajarkan hambanya untuk meminta-minta maupun merampas milik orang lain. Orang-orang telah lama berselisih mengenai masalah ini sebagian orang memihak pada keutamaan kemiskinan, sementara yang lain memihak pada keutamaan kekayaan.
Mereka yang memihak pada keutamaan kemiskinan berdalil dengan hadis-hadis ini dan lainnya, termasuk bahwa Nabi Saw sering berdoa, “Ya Allah, hidupkan aku sebagai orang miskin, matikan aku sebagai orang miskin, dan kumpulkan aku dalam kelompok orang-orang miskin.” Hadis ini dari Tsabit bin Muhammad al-‘Abid al-‘Aufi, dari al-Harith bin an-Nu’man al-Laithi, dari Anas bin Malik, diriwayatkan oleh Tirmidzi.
Di antaranya juga adalah sabda beliau Saw,”Ya Allah, siapa yang beriman kepadaku dan mempercayai apa yang aku bawa, kurangkanlah baginya harta dan keturunan.” Dan sabda beliau Saw,”Sesungguhnya orang-orang miskin akan masuk surga, sementara orang-orang kaya tertahan”. Allah Swt akan mempertanyakan hartanya selama di dunia yang telah dipergunakan, baik dipergunakan dalam hal kebaikan maupun dalam hal keburukan.
Nabi Saw tidak akan mendorong seseorang pada sesuatu yang mengurangi pahalanya di sisi Allah. Oleh karena itu, tidak boleh dikatakan bahwa salah satu dari kedua keadaan ini lebih baik daripada yang lain karena keduanya adalah ujian. Seakan-akan orang yang mengatakan ini berkata bahwa kehilangan tangan seseorang lebih baik di sisi Allah daripada kehilangan kakinya, atau kehilangan pendengarannya lebih baik dari pada kehilangan penglihatannya.
Membandingkan Kemiskinan dan Kekayaan
Di sini bukanlah tempat untuk membandingkan keutamaan, baik kekayaan maupun kemiskinan melainkan ujian yang Allah gunakan untuk menguji hamba-hamba-Nya untuk mengetahui siapa yang sabar dan bersyukur dari yang lainnya. Maksud dari hadis-hadis ini adalah bahwa beliau memohon perlindungan dari cobaan kemiskinan dan kesengsaraan yang memiliki keterkaitan dengan kekurangan, sebagaimana beliau memohon perlindungan dari cobaan kekayaan.
Demikian juga sabda Nabi Saw dalam hadits bahwa orang yang kuat bukanlah yang tidak dapat dikalahkan oleh orang lain, karena di antara orang-orang kuat ada yang lebih tinggi derajatnya, yaitu orang yang dapat mengendalikan dirinya saat marah dan mengalahkan hawa nafsunya kepada hal yang lebih baik baginya. Dan Allah lebih mengetahui maksud Rasulullah Saw dalam hal ini, dan kepada-Nya kita memohon taufik, semoga kita dijauhkan dari harta yang tidak halal dan dijauhkan dari sifat yang kurang bersyukur atas nikmat yang telah Allah Swt berikan.
Baca Juga: Kaya Miskin di Tangan Tuhan
Refrensi:
[1] Abu Muhammad Abdu al-Hamid ibn Humaid ibn Nasr al-Kassi, al-Muntakhab min Musnad Abd ibn Humaid, 1 ed., vol. 1 (al-qahirah: Maktabah al-Sunnah, 1408), 308.
[2] Ahmad ibn al-Husain ibn ‘Ali ibn Musa al-Khusraujirdi al-Khurasani, Al-Sunan al-Kubra, 3 ed. (beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1424).
[3] Muhammad ibn ’Isa ibn Saurah Musa ibn al-Dahak, al-Jami’ al-Kabir – Sunan al-Tirmidhi, vol. 6 (beirut: Dar al-Gharb al-‘Islami, 1998), 155.
[4] Ibnu Baththal Abu Al-Hasan Ali bin Khalaf bin Abdul Malik, Syarah Shahih Al-Bukhari oleh Ibnu Baththal, 2 ed., vol. 10, (Arab Saudi: Maktabah Ar-Rusyd, 1423).
*Mahasiswi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, Program Studi Ilmu Hadis.