
Sebagai ciri mahluk hidup, manusia memerlukan makanan dan minuman untuk energi bertahan hidup. Dalam ajaran agama Islam makanan dan minuman adalah makanan dohiriyah pada manusia, dan makanan bathiniyah-nya adalah zikir.
Maka kadang-kadang ada orang yang makan dan minumannya tercukupi, harta kedudukan diraih tapi orang tersebut masih merasakan gelisah hatinya tidak tenang. Hal demikian bisa terjadi karena apa? Bisa jadi kebutuhan ruhaniyah-nya masih kurang. Salah satu media yang menjadi solusi dan menjawab persoalan kebutuhan ruhaniyah ini ialah seperti Majlis al-Khidmah.
Jamaah Al-Khidmah dirintis oleh KH. Ahmad Asrori Al-Ishaqi dan dideklarasikan sebagai sebuah perkumpulan berbadan hukum pada 25 Desember 2005 yang berpusat di Pondok Pesantren Salafiyah Al-Fitroh Kedinding Lor Surabaya Jawa Timur. Majlis ini memiliki jamaah yang sangat banyak sampai di mancanegara.
Di dalam rangkaian majelis tersebut, meliputi amalan yang sudah secara umum telah diajarkan oleh para guru dan ulama salafus saleh yaitu bersama-sama membaca tawasul al-Fatihah, membaca istighosah, surah Yasin, manaqib Syekh Abdul Qodir Al-Jailani ra., pembacaan sholawat, dan dilengkapi mohon hasanah dan ditutup dengan doa.
Hampir di seluruh kabupaten dan kota di seluruh Indonesia khususnya di wilayah Jawa Timur sudah ada kepengurusan jamaah al-Khidmah. Dari tingkat kabupaten, kecamatan, hingga desa sudah ada kepengurusanya. Juga termasuk ada di perguruan tinggi Islam negeri seperti kampus UINSATU Tulungagung dan kampus IAIN Kediri sudah ada kegiatan Majlis Al-Khidmah, begitu pun kampus yang lain di seluruh Indonesia.
Mereka yang hadir meliputi semua kalangan, habaib, kiai, alim ulama, pejabat, guru, dosen, pegawai, pedagang, petani, mahasiswa, pelajar, ibu rumah tangga, bahkan para pekerja kasar atau buruh menjadi peserta kegiatan itu.
Mereka menjadi satu kesatuan dalam kebutuhan spiritual yang menjadi hak semuanya, mereka menunjukkan bahwa dalam dalam spirit keagamaan yang sama mereka menjadi sama. Yang kaya atau yang miskin sama duduk bersila di hamparan alas karpet (sering berupa terpal dan plastic) yang disediakan panitia. Bahkan tidak cukup, sampai harus bawa alas masing-masing dan mereka berbagi alas satu sama lain.
Di Majlis al-Khidmah, ketidadaan pangkat dalam potret majelis dzikir juga terlihat dari sedemikian rupa antar mereka saling berbagi ketika makan bersama usai acara. Sebagaimana biasa, para jamaah makan dalam satu nampan (baki, lengser) untuk 4 sampai 5 jamaah.
Suatu suasana yang guyub tanpa rasa gengsi yang nampak sedikit pun, antara mereka yang pejabat dengan rakyat, antara mereka yang kiai dengan santri. Luar biasa. Makanan itu, dihabiskan, tidak boleh tersisa, dan biasanya menurut pengalaman saya makan ala pesantren seperti itu, dimakan tiga orang kenyang, pun demikian kenyang bila dimakan 6 orang. Barangkali itulah makanan berkah.
Hal seperti itulah sesungguhnya potret makna kemusliman dan kemukminan kita. Muslim satu dengan lainnya adalah saudara. Mukmin satu dengan yang lain adalah saudara. Ya, Innamal mu’minuna ikhwah. Sesama muslim tidak boleh saling membenci, tidak boleh saling menggunjing, tidak boleh saling menjatuhkan, tidak boleh saling memfitnah dan sebagainya. Demikian pula antar muslim sudah seharusnya saling mencinta, saling berprasangka baik, saling mendoakan, saling membantu kala sulit dan senang, salaing berbagi, dan sebagainya.
Mungkin, bagi orang yang awam dan yang baru mengikuti Majelis al-Khidmah seperti ini merasa jenuh dan lama sekali karena durasi di majelis ini kurang lebih 3 jam. Iya memang karena yang dibaca tidak hanya 1 amalan tetapi 4 sampai 5 amalan dibaca sekaligus dalam satu acara majlis.
Tetapi menurut yang sudah mengikuti majelis dan yang sudah terbiasa kalau sudah tahu rasanya majlis ini, kiranya 3 jam itu waktu yang singkat. Majelis jamaah al-Khidmah juga selalu bersinergi dan kolega dengan instansi pemerintahan baik dari tingkat pemerintah desa sampai pemerintah kota dan pemerintah kabupaten seperti pengadaan agenda tahunan yaitu haul akbar kabupaten kota Kediri, dan majlis yang berskala kecil hingga berskala besar.
Pernah penulis mendengar ungkapan dari salah satu ulama Masyhur Imam abu Hasan Al-Basri. Beliau bekata, “Buat apa mengarungi waktu yang lama hanya untuk kehidupan yang fana. Maka gunakanlah kehidupan yang fana ini untuk mencari bekal menuju kehidupan yang abadi”.
Dari ungkapan tersebut semoga kita dapat mengambil hikmahnya. Termasuk kegiatan Majlis Al-Khidmah ini yang di dalamnya dikemas murni untuk kebutuhan ruhaniyah. Tanpa ada maksud lain dan tidak ada hubungannya dengan partai politik apapun yang semata-mata dalam majlis al-Khidmah ini membaca zikir, dan sholawat, membaca manaqib kisah para ulama saleh, yang intinya hanya untuk mengharapkan ridho dari Allah subhanahu wa ta’ala. Demikian dari saya semoga bermanfaat.
Ditulis oleh Ahmad Ilham alfaini, Mahasiswa Universitas Kahuripan Kediri