Tebuireng.online– The King’s College (TKC), New York, Amerika Serikat, mengirim empat mahasiswanya ke Pesantren Tebuireng Jombang untuk mempelajari sistem pendidikan Islam dan pesantren di Indonesia. Program ini merupakan realisasi komitmen kerjasama yang pernah direncanakan sejak tahun lalu.
Sekretaris Utama Pesantren Tebuireng H. Abdul Ghofar menuturkan, keempat mahasiswa tersebut berasal dari beberapa jurusan yang berbeda. Mereka adalah Rachel Cline, Cassidy Fahey, Stuart Clay, dan Nick Gulley. “Mereka juga didampingi satu orang dosen pembimbing bernama Robert Dwight Carle,” ungkapnya kepada wartawan di Jombang, Kamis (18/5/2017).
Menurut Gus Ghofar, panggilan akrab H. Abdul Ghofar, mereka akan berada di Indonesia selama sepuluh hari. Selama di Tebuireng, mereka berdiskusi tentang beragam topik, mulai dari sejarah perkembangan Islam di Indonesia, peran Tebuireng dalam perjalanan bangsa Indonesia, hingga sistem pendidikan dan metode pembelajaran di pesantren.
Yang menarik, menurut Gus Ghofar, adalah keseriusan mereka untuk mengikuti tradisi santri. “Hari pertama, mereka berjuang keras untuk belajar memakai sarung sebelum sowan kepada KH. Salahuddin Wahid. Karena butuh waktu untuk belajar memakai sarung itu, agenda sowan di Dalem Kasepuhan sampai harus tertunda lebih dari setengah jam,” kisahnya.
Dalam beberapa kegiatan diskusi, mereka juga memilih pakai sarung. Seperti saat mengunjungi Madrasah Muallimin dan Madrasatul Quran Tebuireng. “Dua mahasiswi yang ikut juga selalu memakai kerudung layaknya santriwati,” imbuh lulusan Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya ini.
Saat berkunjung ke Madrasatul Quran Tebuireng, rombongan mahasiswa dari kampus Kristen di New York ini terkesan dengan sistem pembelajaran tahfidz yang diterapkan. “Melihat mereka saling menyimak bacaan (Al-Quran) temannya, menurut saya adalah sesuatu yang mengesankan,” ujar Nick Gulley, salah satu mahasiswa.
Robert D. Carle, guru besar teologi dan sejarah agama-agama yang mendampingi rombongan mahasiswa TKC mengungkapkan, pihaknya ingin mendalami Islam Indonesia karena karakternya yang toleran dan moderat. “Selama ini, banyak orang hanya melihat Timur Tengah sebagai representasi dunia Islam. Padahal Islam Indonesia yang ramah dan toleran justru bisa menjadi alternatif,” ungkap pria yang akrab dipanggil Bob ini.
Selain berkunjung ke Tebuireng, rombongan mahasiswa ini juga akan mengunjungi situs-situs bersejarah yang menjadi bukti toleransi antarumat beragama di Indonesia. Seperti GKJW Mojowarno, Gereja Pohsarang Kediri, serta beberapa candi dan Maha Vihara di Trowulan Mojokerto.
Selain itu, rombongan juga akan berkunjung ke Makam Bung Karno di Blitar, serta Pesantren Baitul Quran di Mojokerto dan Pesantren Gontor Ponorogo. “Terakhir, mereka akan menikmati pemandangan di Bromo saat sunrise,” tambah Gus Ghofar.
Sebelum kunjungan ini, dua profesor dari TKC telah mengunjungi Pesantren Tebuireng akhir Juli 2016 lalu. “Mereka akan mengirimkan 4-5 mahasiswanya untuk belajar tentang Islam di sini. Tahun berikutnya, kemungkinan kami yang akan mengirimkan santri ke sana,” tutur KH Salahuddin Wahid di Dalem Kasepuhan Tebuireng, saat menerima kunjungan Robert D. Carle dan Anthony B. Bradley tahun lalu.
Menurut Gus Ghofar, rencana semula memang akan ada lima mahasiswa yang ikut dalam rombongan. “Tapi, seminggu sebelum keberangkatan, satu orang mahasiswa membatalkan keberangkatan karena salah satu anggota keluarganya wafat,” jelasnya.
Pewarta: Nur Hidayat
Editor: M. Abror Rosyidin
Publisher: M. Abror Rosyidin