الْحَمْد لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُه. اما بعد. اعوذ بالله من الشيطان الرجيم,وَمَن يُطِعِ اللّهَ وَالرَّسُولَ فَأُوْلَـئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللّهُ عَلَيْهِم مِّنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاء وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَـئِكَ رَفِيقاً,صدق الله العظيم.
Kita berkewajiban bertaqwa kepada Allah SWT. Dan selalu mengevaluasi sejauh mana ketakwaan kita sehari-hari. sehinngga di pandang perlu Syari’ah menunjuk ibadah Jum’at, yang didalamnya ada khutbah dengan kepastian pesan berbakti, taat kepada Allah demi mengenal ketakwaan kita sehari-hari. untuk itu sesungguhnya Allah SWT, didalam mensyari’atkan agama ini dengan pertimbangan yang sangat sempurna, sehingga agama islam betul-betul agama yang sangat manusiawi dan tidak berlebihan. didalam bersuci alam yang di tunjuk oleh Allah SWT. adalah air dan debu, meskipun bukan agama yang menunjuk bersuci dengan air. memang kebutuhan manusia terhadap air adalah sebuah kebutuhan standarisasi. Tidak seperti agama lain yang lebih banyak menggunakan piranti-piranti budaya, butuh kembang, lilin, keminyan, dan lain-lain. Dan itu pasti bukan konsep agama karena tidak bisa universal, dan tidak bisa di tetapkan oleh semua Negara, karena banyak Negara yang tidak mempunyai tanaman kembang dan lain-lain. Di setiap Negara, kalau air pasti ada.
Didalam agama kita perlu mengawali keimanan kita secara ketat, salah satunya dengan cara kita sering berkumpul, bergesekan dengan pribadi-pribadi yang baik, selain banyak konsep, salah satu konsep untuk memperhebat ketakwaan itu adalah konsep jama’ah, disitulah kenapa ketika hijrah ke madinah awal kali nabi membangun masjid, bukan rumah beliau? Karena di masjid itulah merupakan sebuah sentral kita umat islam, bisa bertemu, saling mengingatkan, saling membantu, mudah kordinasi, mudah penyebaran informasi, kerja sosial dan lain-lain. apalagi waktu itu belum ada alat komunikasi. Disini menunjukkkan bahwa konsep-konsep yang ada di butuhkan dalam ilmu sosial itu banyak terdapat dalam konsep agama.
Seperti disinggung dalam dalam ayat tersebut bahwa, orang yang taat kepada allah, dan rasulnya di kelompokkan menjadi empat martabat, Pertama orang itu Minan Nabiyyin, kelompok para nabi itu berarti mutlak di back up oleh wahyu, saya kira tidak perlu di bicarakan, sudah terkenal baiknya.
Kemudian berikutnya dibawah Nabi itu Was-Siddiqin, orang yang keimanannya totalitas, dasar pemikiran, keimanan, teologinya itu lebih total dari pada pemikiran- pemikirannya yang lain, masuk akal atau tidak , jika itu agama maka ia percaya total tanpa resah. salah satu yang pernah mendapat gelar as-siddiqin itu adalah abu bakar as-siddiq . jadi menurut mereka masuk akal atau tidak, pokoknya agama, mereka lakukan secara total.
Derajat di bawahnya selain As-siddiq, yaitu As-syuhada’ kita tau benar bahwa para Mufassir kita juga memberi makna As-Syuhada’ yaitu orang yang mati syahid , jadi butuh mati dulu. setelah memperjuangkan agama dengan benar dan ia terbunuh, maka kematianya itu di saksikan oleh allah sebagai kematian yang bagus, yang di sebut syahid atau syuhada’, tapi menurut saya kok kurang luas, kalau memberi makna syuhada’ sebagai orang mati syahid, itu nanti konotasinya bisa perang-perangan dulu. bagaimana, kalau kita ambil makna esensinya saja, bahwa syuhada’ itu orang baik, keagamaanya baik dan mempunyai semangat memperbaiki orang lain dan lingkunganya, tentunya dengan cara yang baik pula. karena itu orang yang berperang di jalan allah (syuhada’) itu semangat sekali untuk mengubah dunia menjadi baik dengan mengorbankan jiwa dan raganya. Salah satu tanda syuhada’ ialah dimana saja ia berada maka dia bisa mengubah lingkunganya itu menjadi baik.
Seterusnya, derajat yang keempat dibawah derajat As-Syuhada’ itu adalah As-Sholihin, orang- orang sholeh, kata sholeh itu memang dari lafadz Saluha-Yasluhu, pribadinya bagus, Qoma Bihuquqillah, hak-hak Allah semuanya di penuhi, Allah yang punya hak untuk di sembah , maka peribdatan kita kepada Allah secara totalitas, orang miskin punya hak untuk di santuni, lingkungan untuk di perbaiki. Tetapi nilai semangatnya tidak seperti syuhada’ . itulah orang shalih dan pribadi yang shalih ini dari ke empat level An-nabiyyin, As-siddiqin, As-syuhda’, dan As-sholihin merupakan level terendah.
Ayat ini di tutup oleh kata yang sangat indah “ Wahasuna Ulaa i’ka Rofiqo”, empat level tadi itu teman yang paling baik. kumpul dengan nabi tidak mungkin, sudah wafat jadi tinggal as-siddiqin, as-syuhada’, dan yang terakhir as-sholihin.
Dan sesungguhnya orang sholeh itu, didalam koridor keimanan adalah tingkatan paling rendah, di bawahnya As-sholihin tidak ada lagi tingkatan orang mukmin, walaupun ada aa-syi, orang bermaksiat. jangan di kira orang sholeh itu tingkatan orang mukmin tertinggi, Cuma sudah menjadi budaya kita, kalau mendoakan anak “ semoga menjadi anak sholih, menjadi istri yang sholehah” sebenarnya kita mendoakan anak dengan level yang paling rendah, lah gak mungkinlah masak kita mendoakan anak, “ semoga anakku menjadi Nabi” wah itu nanti bermaslah dengan MUI nanti, Nabi udah di tutup. Siddiqin? gak pernah kita mendoakan seperti itu, apalagi menjadi Syuhada’. kenapa berdoa anak sholeh? Ya kerana berdoa terhadap anak sholeh itu doa paling realistis, jadi doa yang bisa terealisasikan, Insaallah bisa terwujud. Tapi diatas sholeh sesunguhnya ada tingkatan lagi. Mudah-mudahan minimal kita di taqdirkan oleh Allah menjadi orang sholeh. allahumma aminn.
اِنَّ اَحْسَنَ الْكَلاَمِ كَلاَمُ اللهِ الْمَلِكِ الْمَنَّنِ وَمِنْ قَوْلِيْ يَهْتَدِى الْمُهْتَدُوْنَ ,مَنْ عَمِلَ الْصَّالِحَاتِ فَلِنَفْسِهِ, فَمَنْ اَسَاءَ فَعَلَيْهَا وَمَا رَبُّكَ بِظَلاَّمٍ لِلْعَبِيْدِ , بَرَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِيْ الْقُرْأنِ الْعَظِيْمِ ,وَنَفَعَنِيْ وَاِيَّاكُمْ وَبِمَا فِيْهِ مِنَ الْاَيَةِ الْقُرْانِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ,وَتَقَبَّلْ مِنِّي وَاِيَّاكُمْ اِنَّهُ سَمِيْعٌ الْعَالِم وَاسْتَغْفِرُوْا اِنَّهُ هُوَ الْغُفُوْرُ الْرَّحِيْمُ
Oleh : KH. A.Musta’in Syafi’i,M.Ag
Mudir Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an Tebuireng