Tebuireng.online- Dalam kolom Opini harian nasional Kompas pada Rabu 5 Februari 2020 memuat artikel berjudul “Ulama Visioner Itu Berpulang” tentang wafatnya KH. Salahuddin Wahid atau Gus Sholah. Tulisan itu merupakan hasil coretan tangan salah seorang Ketua PBNU Robikin Emhas.

Namun, terdapat bagian dalam tulisan tersebut yang dinilai tidak tepat, yaitu saat mantan pimpinan ISNU dan Pagar Nusa itu membahas soal SMA Trensains (Pesantren Sains) Tebuireng yang digagas oleh Gus Sholah. Koreksi itu disampaikan langsung oleh H. Agus Purwanto atau biasa disebut Gus Pur sebagai tokoh yang ikut menggagas SMA Trensains Tebuireng.

“Saya ingin mengoreksi isi bagian akhir tulisan, yakni tentang Trensains,” ungkap Gus Pur dalam akun facebook-nya hari ini (05/02/2020) dua jam sebelum berita ini dinaikkan. Fisikawan dan saintis Muhammadiyah itu mengoreksi tulisan tersebut dalam paragraf kelima dari belakang yang ditulis:

“Salah satu terobosan Gus Sholah ialah mendirikan lembaga pendidikan bernama SMA Trensains (akronim dari pesantren dan sains) pada 2013. Sekolah hasil kerjasama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) itu menggabungkan sistem pendidikan agama ala pesantren dan nasional dengan sains.”

Ia menuturkan, ada dua hal yang perlu dikoreksi. Pertama, tahun berdirinya Trensains Tebuireng merupakan 2014, bukan 2013. Tepatnya diresmikan 23 Agustus 2014 oleh Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin. Gus Pur sendiri hadir dan memberi sambutan sebagai penggagas Trensains bersama Gus Sholah sebagai pengasuh Pesantren Tebuireng.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

“Tahun 2013 adalah berdiri atau diresmikannya Trensains Muhammadiyah Sragen, tepatnya 5 Nopember 2013 yang bertepatan dengan tahun baru 1 Muharram 1435 H,” jelas Wakil Ketua MTT PWM Jatim dan anggota Divisi Hisab dan Teknologi PP Muhammadiyyah  itu.

Koreksi kedua, Trensains Tebuireng tidak bekerjamasama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), tetapi bekerjasama dengan Gus Pur sendiri sebagai pemilik Hak Cipta nama Trensains. Sebuah upaya Gus Sholah untuk mengeratkan hubungan baik Tebuireng dan Muhammadiyah.

“Dan saya sejak awal telah memperkenalkan diri kepada beliau Gus Sholah beserta jajarannya bahwa saya adalah aktivis dan pekerja Muhammadiyah, tepatnya saya adalah Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid (MTT) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah PWM Jatim dan anggota MTT PP Muhammadiyah. Gus Sholah dan jajarannya pun (dapat menerima),” tambah pakar sains al Quran itu.

Untuk itu, Gus Pur mengingatkan akan kenyataan bahwa Trensains sebagai wujud Riel pertemuan dua ormas terbesar Muhammadiyah dan NU ini harusnya digaungkan berulang-ulang. Hal itu menurutnya bertujuan untuk mengimbangi bahkan menggulung stigma bahwa kedua ormas ini tidak bisa bersatu, saling curiga dan tidak bisa bekerjasama.

“Pertemuan (itu) yang dijembatani oleh Gus Sholah dan saya, sesama alumni ITB meski beda jurusan dan Angkatan,” pungkasnya dalam unggahannya di laman Facebooknya.

Hal itu senada dengan apa yang telah diperjuangkan oleh Almarhum KH Salahuddin Wahid. Gus Sholah sebagaimana diketahui telah beberapa kali mengusung banyak dialog dengan tokoh lintas ormas, termasuk dengan Muhammadiyah. Bagi Gus Sholah persatuan Islam adalah persatuan Indonesia. 

Untuk itu, sebelum mengehembuskan nafas terakhir pada Ahad (02/02/2020) di RSJPD Harapan Kita Jakarta, Gus Sholah bersama Ketua Lembaga Seni Budaya dan Olahraga (LSBO) Muhammadiyah, KH. Sukriyanto AR telah menggagas film “Jejak Langkah 2 Ulama. Sebuah film sejarah tentang perjuangan dua tokoh ormas Islam terbesar di Indonesia, NU dan Muhammadiyah, yaitu KH. M. Hasyim Asy’ari dan KH. A. Dahlan. Film tersebut sejatinya akan tayang dalam waktu terdekat ini.


Pewarta: Aros