ilustrasi bayi Musa dihanyutkan di sungai nil
ilustrasi bayi Musa dihanyutkan di sungai nil

Nabi Musa termasuk salah satu Rasul yang mendapatkan gelar ulul azmi. Gelar tersebut didapatkan karena para rasul sabar dan tabah menghadapi berbagai macam cobaan dan penderitaan ketika menyampaikan ajaran agama Islam. Di dalam al-Quran hanya menyebutkan tentang kisah Ibu Nabi Musa, tidak menceritakan sedikit pun tentang ayah Nabi Musa. Nabi Musa lahir ketika Fir’aun sedang menjabat sebagai raja. Ia bertindak sewenang-wenang kepada rakyatnya, ia terkenal akan kezalimannya.

Suatu ketika, Raja Fir’aun tidur dan mimpi yang membuatnya merasa sangat ketakutan. Ia bermimpi melihat api membara dari arah Baitul Maqdis yang melahap seluruh wilayah Mesir. Ia kemudian memanggil para ahli tafsir mimpi, tukang sihir, dukun dan ahli nujum untuk menanyakan takwil mimpi tersebut. Banyak dari mereka yang berpendapat bahwa, “Akan dilahirkan seorang anak laki-laki dari kalangan Bani Israil yang akan merampas kerajaanmu, mengalahkan kekuatanmu, mengusirmu dan kaummu dan mengganti agamumu dengan agama yang dibawanya.”

Mendengar hal itu, amarah dan kecemasan Raja Fir’aun memuncak. Ia tidak bisa membiarkan hal tersebut terjadi. Ia pun memerintahkan untuk membunuh setiap bayi laki-laki yang baru lahir dari kalangan Bani Israil. Kabar tersebut telah menyebar luas ke seluruh penjuru wilayah mesir.

Mengetahui hal tersebut, Ibu Nabi Musa merasa sangat ketakutan akan kesalamatan anak yang dikandungnya. Ia pun melahirkan secara diam-diam agar prajurit raja Fir’aun tidak mengetahuinya. Ibu Nabi Musa sadar bahwa ia tidak akan bisa menyembunyikan keberadaan anaknya terus-menerus karena prajurit Raja Fir’aun sangatlah banyak. Ia diam dan berpikir lalu Allah memberikan ilham kepadanya agar memasukkan nabi Musa ke dalam peti dan menghanyutkannya ke sungai Nil:

اَنِ اقْذِفِيْهِ فِى التَّابُوْتِ فَاقْذِفِيْهِ فِى الْيَمِّ فَلْيُلْقِهِ الْيَمُّ بِالسَّاحِلِ يَأْخُذْهُ عَدُوٌّ لِّيْ وَعَدُوٌّ لَّهٗۗ وَاَلْقَيْتُ عَلَيْكَ مَحَبَّةً مِّنِّيْ ەۚ وَلِتُصْنَعَ عَلٰى عَيْنِيْۘ

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Artinya: “(Ilham itu adalah perintah Kami kepada ibumu,) ‘Letakkanlah dia (Musa) di dalam peti, kemudian hanyutkanlah dia ke sungai (Nil). Maka, biarlah (arus) sungai itu membawanya ke tepi. Dia akan diambil oleh (Fir‘aun) musuh-Ku dan musuhnya.’ Aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang dari-Ku dan agar engkau diasuh di bawah pengawasan-Ku” [Q.S. Thaha ayat 39]

Ibu Nabi Musa memerintahkan putri kecilnya Maryam untuk mengikuti ke mana arah perginya peti tersebut. Gelombang sungai membawa Peti Musa sampai ke salah satu taman istana Raja Fir’aun, tempat para selir mengambil air. Para selir melihat peti itu, kemudian memungutnya dan membawanya ke hadapan permaisuri. Mereka berpikir peti tersebut berisi harta karun yang sangat banyak.

Siti Asiyah membuka peti dan ia dibuat kaget karena isinya adalah bayi tampan. Ia sangat bahagia melihat bayi tersebut karena ia tidak memiliki anak. Asiyah pun membaya bayi tersebur ke hadapan Raja Fir’aun dan mengajukan permohonan untuk mengasuhnya:

 وَقَالَتِ امْرَاَتُ فِرْعَوْنَ قُرَّتُ عَيْنٍ لِّيْ وَلَكَۗ لَا تَقْتُلُوْهُۖ عَسٰٓى اَنْ يَّنْفَعَنَآ اَوْ نَتَّخِذَهٗ وَلَدًا وَّهُمْ لَا يَشْعُرُوْنَ

Artinya : Istri Firʻaun berkata (kepadanya), “(Anak ini) adalah penyejuk hati bagiku dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya. Mudah-mudahan dia memberi manfaat bagi kita atau kita mengambilnya sebagai anak.” Mereka tidak menyadari (bahwa anak itulah, Musa, yang kelak menjadi sebab kebinasaan mereka).[Q.S. Al-Qashash ayat 9]

Awalnya raja Fir’aun tidak memberikan izin, Asiyah terus membujuknya hingga akhirnya ia memberikan izin. Fir’aun memang raja yang kejam, akan tetapi ia sangat menyayangi istrinya, ia tidak sampai hati melihat istrinya bersedih.

Asiyah mencari wanita yang bisa menyusui bayi tersebut. Maryam yang mengikuti peti, memberanikan diri masuk ke dalam istana. Ia memberitahu kepada Asiyah bahwasanya ada wanita yang bisa menyusui dan Maryam mengantarkannya kepada Ibu Nabi Musa.

Melihat kedatangan mereka Ibu Nabi Musa sangatlah bahagia karena puteranya telah diselamatkan. Ia berpura-pura menahan diri agar tidak berteriak bahagia. Ia mau menyusui bayi tersebut dengan syarat membawa nabi musa ke rumahnya untuk disusui sampai puas, ia tidak mau tinggal di istana. Asiyahpun menerima syarat tersebut.

Baca Juga: Muqoddasi Thuwa, Tempat Pengukuhan Kerasulan Nabi Musa as.


Referensi: Tarajim Sayyidat Bait an-Nubuwah


Ditulis oleh Almara Sukma, alumnus Ma’had Aly Hasyim Asy’ari