Tebuireng.online- Pusat Kajian Pemikiran KH. M. Hasyim Asy’ari menggelar Seminar Sosialisasi Empat Pilar, Resolusi Jihad Aktualisasi Pemikiran dan Perjuangan KH. M. Hasyim Asy’ari, Sabtu (21/10/2017) di Aula Bachir Gedung Yusuf Hasyim Tebuireng Jombang.
Penasihat pusat kajian, Prof. Dr. KH. Tolchah Hasan menjelaskan ada tiga komitmen dari pemikiran Mbah Hasyim.
“Ada tiga komitmen, pertama komitmen keagamaan, dua komitmen kebangsaan, dan ketiga komitmen kenegaraan,” jelas Kiai Tolchah.
Lanjutnya, salah satu yang membuatnya tertarik untuk datang ke Tebuireng adalah masih terlaksananya komitmen-komitmen tersebut.
“Komitmen yang tidak bisa luntur. Oleh karena itu maka kalau ingin menggali pemikiran Hadratuasyaikh itu tidak bisa dilepaskan dari ketiga komitmen itu,” imbuh salah satu tokoh besar NU ini.
Kiai Tolchah juga mengungkapkan bahwa diterimanya pancasila sebagai dasar organisasi NU pada Muktamar di Situbondo juga tidak bisa dilepaskan dari tiga komitmen tersebut.
Selain itu, Kiai Tolchah juga menyebutkan bahwa Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari merupakan pakar hadis. Mbah Hayim juga mengkaji hadis, dimana hadis yang berlaku selamanya dan hadis yang berlaku temporal saja untuk mengetahui hadis berlaku attasyrikh zamani atau attasyrikh al ‘am.
“Kalau kita masih meributkan perempuan boleh atau tidak menjadi pemimpin. Kemudian hadis yang menyebutkan ‘Perempuan makhluk yang akalnya terbatas”. Apa kita akan mengkontradiksikan antara hadis dan realita. Padahal hadis tersebut sifatnya muaqqod bukan muabbad,” jelasnya lebih lanjut.
“Beliau memahami hukum fiqih beliau selalu berangkat dari ushul fiqih. Beliau tidak melihat fiqih secara tekstual saja namun juga kontekstual ada maslahahnya atau tidak,” imbuhnya menceritakan Mbah Hasyim. Kiai Tolchah juga menyebut bahwa jiwa Mbah Hasyim diwarisi oleh dzurriyahnya.
“Apa yang dilakukan oleh guru saya KH. Wahid Hasyim bahwa rumusan pancasila dan UUD 45 itu tidak lepas dari pemikiran Mbah Hasyim dan restu dari Mbah Hasyim. Saya tetap mengharapkan bahwa Tebuireng membuat kajian seperti dulu yang dilakukan. Ini merupakan suatu refleksi sisa-sisa santri Tebuireng yang masih hidup.” Tandasnya.
Pewarta: Rif’atuz Zuhro
Editor: Munawara MS
Publisher: Rara Zarary