KH. Aziz Masyhuri dan KH. Salahuddin Wahid dalam momen pertemuan penerbit pensantren di Dalem Kasepuhan Tebuireng pada 26 Februari 2017. (Foto: Abror)

Oleh: Ahmad Faozan*

Dalam sebuah pengantar buku yang beliau tulis, Abah Kiai Aziz Masyhuri menukil sebuah syair yang sangat indah, “Tirulah mereka, meskipun tidak bisa mencapai seperti mereka, karena meniru orang-orang besar itu saja sudah suatu kemenangan,” pepatah Arab.

Sosok Kiai Haji Aziz Masyhuri sangatlah ramah. Wajahnya berseri-seri, jika berbicara pelan dan sangat menghargai tamunya. Penulis yang Masyhur dari Pesantren Denanyar itu selalu mendorong anak muda pesantren yang memiliki hobi menulis untuk tidak ragu menerbitkan karyanya. Di belakang tempat duduk ruang tamu beliau, terpampang jelas deretan kitab. Bahkan, beberapa bertumpuk kitab di meja tamu. Mungkin kitab itu yang habis beliau daas atau hasil karya beliau. Sayangnya penulis tidak hafal judul kitab apa saja yang di meja itu. Pemandangan tersebut sangatlah menawan. Mendaras kitab dan menulis menjadi pekerjaaan rutin menantu pendiri NU KH. Bisri Syansuri itu, sehari-hari. Keistikamahanya itu patut di contoh. Hal lain yang beliau kerjakan berkaitan dengan kegiatan pendokumentasian.

Pada Senin tanggal 20  Februari 2017 penulis berkesempatan mengunjungi beliau di Dalem Pesantren al-Aziziyah Denanyar. Tak lupa penulis saat itu mengajak sahabat Rahmat. Kami berangkat sehabis Ashar dengan membawa buku terbitan baru Pustaka Tebuireng. Setibanya di ruang tamu  kami duduk berdekatan langsung dengan sosok Abah KH. Aziz Masyhuri, Penulis Masyhur dari Pesantren Denanyar itu. Beberapa saat kemudian putra beliau, Gus Muiz Aziz datang menemani Abah Kiai.

Kedatangan kami berdua, bermaksud untuk mengundang Abah Kiai untuk ikut hadir dalam pertemuan penerbit pesantren yang akan kami adakan pada tanggal 26 Februari 2017. Dalam kesempatan itu kami memberikan informasi mengenai buku terbaru Pustaka Tebuireng. Tak lupa kami juga meminta nasehat beliau untuk kemajuan Pustaka Tebuireng. Beliau pun usul agar kami melihat peluang buku ajar standar Kementerian Agama. Abah Kiai juga berbagi kisah mengenai naskah-naskah buku beliau yang banyak diterbitkan oleh sejumlah penerbit dan dibawa oleh orang-orang dekat beliau.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Setelah berbincang banyak hal tentang buku dan penulis sore itu, tak terasa kumandangan adzan Maghrib terdengar. Kami pun segera mengakhiri perbicangan, mohon undur diri. Setelah bersalaman, beliau menyanggupi untuk siap hadir dalam acara pertemuan penerbit pesantren pada 26 Maret di Dalem Kasepuhan Pesantren Tebuireng.

Benar, beliau menepati ucapan. Pada Minggu 26 Februari 2017 Abah Kiai Aziz  Masyhuri dengan diantar sang putra, Gus Muiz Aziz, hadir di Pesantren Tebuireng. Pertemuan itu bertempat di Dalem Kasepuhan Tebuireng. Ide mempertemukan para pengurus penerbit pesantren diinisiasi oleh KH. Salahuddin Wahid. Beliau berharap penerbit pesantren dapat saling bekerjasama, berjalan bersama, baik dalam penjualan maupun penulisan buku.

Saya dan teman-teman di Pustaka Tebuireng kemudian menindaklanjuti. Setidaknya ada 17 pesantren yang di undang. Kesemuanya itu merupakan pesantren yang memiliki lembaga penerbitan buku, di antaranya ada Penerbit Sidogiri, Lirboyo, Langitan, Asembagus, Tambakberas, Mambaus Sholihin, Yanbaul Qur’an, Kwagean, dan lainnya. Tak ketinggalan, kami juga mengundang penerbit Republika, Jakarta. Bagi penerbit pesantren yang belum bisa hadir pada saat itu, kami tetap membuka pintu. Artinya terbuka bagi pesantren lain untuk bergabung kedepannya. Jaringan penerbit pesantren ini jika berjalan optimal bisa menjadi kekuatan besar dan ikut memberikan andil dalam dunia perbukuan di Indonesia.

Acara pertemuan penerbit pesantren itu, diawali ramah tamah. Selanjutnya sambutan KH. Salahuddin Wahid. Hajat beliau untuk mempertemukan seluruh pengurus penerbit pesantren pun berhasil terwujud. Padahal saat itu kondisi kesehatan beliau sedang kurang fit, nyaris tidak bisa menemani teman-teman pengurus penerbit pesantren yang sudah datann. Namun, beliau tetap hadir, walau dengan sedikit memaksakan diri, meski tak lama. Sebagai penggantinya, Wakil Pengasuh, KH. Abdul Hakim Mahfudz atau Gus Kikin, Sekretaris Utama Gus Ghofar, dan Humasy Yayasan Gus Dayat ikut menemani teman-teman penerbit pesantren.

Gus Sholah kalau sudah bahas soal buku Masyaallah. Sesibuk apapun pasti menyempatkan waktu. Dalam kondisi apapun jika berkaitan buku semangat beliau menyala-nyala. Kecintaannya kepada dunia literasi amat tinggi. Harus diakui, beliau juga seorang pembaca yang baik, sebagaimana tradisi kental dalam Bani Wahid Hasyim. Baik Kiai Wahid, Ibu Nyai Solichah, Gus Dur dan adik-adiknya, semua suka baca buku. Bagaimana  di keluarga kita?

Abah Kiai Aziz Masyhuri menjadi pembicara kedua setelah Kiai Salahuddin Wahid memberikan sambutan. Dalam hal ini, beliau bercerita mengenai dunia perbukuan dan kepenulisan. Pada suatu waktu Abah pernah mengumpulkan sejumlah penulis dari berbagai daerah di Denanyar. Banyak penulis yang hadir. Mereka berembug bersama.

Abah Kiai dalam hal ini, berharap ke depan kalau bisa ada tercipta semacam asosiasi atau perhimpunan penerbit dari kalangan pesantren. Wadah tersebut bisa dijadikan ajang tukar informasi, tukar pengalaman, dan kerjasama penjualan. Mungkin juga ada penulis yang kesulitan menerbitkan, karena belum pengalaman dengan penerbit. Apa yang disampaikan oleh Abah Kiai Aziz benar-benar seperti yang dikehendaki temen-temen penerbit pesantren.

Tak hanya wejangan yang diberikan oleh beliau, Kiai Aziz juga membawa beberapa buku karya beliau yang masih baru diterbitkan untuk dibagikan kepada yang hadir. Beruntung bagi siapa saja yang mendapatkannya.

Seluruh delegasi penerbit pesantren yang hadir, tak terkecuali penulis, merasa mendapatkan suntikan semangat baru. Sekaligus amanah yang berat karena harus bisa menjaga jalinan kebersamaaan tanpa batas waktu. Meski baru sebatas belajar bekerja sama, bagi kami, para pengelola penerbit pesantren, merasa senang bisa berkumpul bersama untuk pertama kalinya.

Banyak harapan setelah pengelola penerbit pesantren saling ketemu. Seolah menemukan semangat  baru untuk percaya diri membangun, membesarkan, dan mengembangkan penerbit pesantren. Rencana kami pengelola penerbit pesantren akan berkumpul kembali bulan ini. Kami selama ini berjalan sendiri-sendiri. Tentu saja, dengan memiliki wadah akan menambah daya gedor dan daya saing kami dengan penerbit-penerbit lain yang non pesantren.

Dukungan dari Abah KH. Aziz Masyhuri kepada pengelola penerbit pesantren merupakan suatu hal yang istimewa selama ini. Perjalanan komunitas penerbit pesantren sekarang ini harus diakui masih berumur jagung, tetapi Abah Kiai sudah pergi untuk selamannya. Jujur, Abah, kami masih butuh bimbingan panjenengan. Namun Allah, Sang Maha Kuasa jika sudah berkehendak memang tak ada yang bisa mencegah. Itulah yang harus diterima hamba-Nya. Semoga, beliau mendapatkan tempat yang terbaik disisi-Nya. Nama panjenengan akan abadi dalam karya-karya yang akan terus dibaca. Dengan meninggalkan karya tulis yang bermanfaat menjadi amal jariah yang Insyallah akan mengalir terus pahalanya.

Berdakwah melalui tulisan seakan sekarang menemukan momentumnya. Tak terbendungnya informasi hoax buat kita para santri berpikir sejenak, apa yang harus kia lakukan untuk menanggulanginya. Ternyata, kata-kata dalam tulisan, seperti yang dilakukan Abah Kiai Aziz Masyhuri bisa menjadi dakwah dan media penghancur kabar hoax dan fitnah. Tentunya dengan menebarkan kata-kata yang menyejukan, mencerahkan, dan menginspirasi itu yang bisa dilakukan. Semoga kita bisa meniru kesitikamahan Abah Kiai Aziz Masyhuri, baik dalam kegiatan mendaras kitab atau buku, maupun menulis dalam karya-karya.  Wabil Khusus Abah Kiai Aziz Masyhuri, Al Aftihah!.


*Kepala Unit Penerbitan Pesantren Tebuireng (Pustaka Tebuireng, Majalah Tebuireng, Tebuireng Online)