keutamaan malam nisfu syaban
 keutamaan malam nisfu syaban

Dalam bulan Sya’ban terdapat malam agung yang penuh berkah dan kemuliaan, yaitu malam Nishfu Sya’ban, di mana Allah menampakkan keluasan ampunan dan rahmatNya kepada para makhlukNya. Ia memberi ampunan bagi orang-orang yang memohon ampunanNya, merahmati orang-orang yang memohon belas kasihNya, mengabulkan doa orang yang berdoa kepadaNya, memberi jalan keluar orang-orang yang mengalami derita hidup, membebaskan segolongan manusia dari neraka, menentukan rizki dan amal hambaNya.

Menurut Syaikh Abdul Qadir al Jailani dalam kitab al Ghuniyyah Juz 1 halaman 188, beliau menuturkan bahwa bulan Sya’ban adalah bulan dibukanya kebaikan-kebaikan, diturunkannya keberkahan, ditinggalkannya kesalahan-kesalahan, dileburkannya kejelekan-kejelekan, diperbanyaknya pembacaan shalawat kepada Rasulullah SAW, karena sya’ban adalah bulan shalawat atas Nabi yang terpilih.

Dalil Keutamaan Malam Nisfu Sya’ban

Telah terdapat banyak hadis tentang keutamaan malam Nishfu Sya’ban yang semuanya tidak terlepas dari status dha’if atau inqitha (terputus mata rantai sanadnya). Meskipun demikian, al-Hafizh Ibnu Hibban telah menilai shahih sebagiannya. Diantara hadis-hadis yang termasyhur terkait tema ini yaitu: Ath-Thabarani dan Ibnu Hibban telah meriwayatkan hadis dari Muadz bin Jabal Umar –Radhiyallahu ‘anhu:

عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: يَطَّلِعُ اللهُ إلَى جَمِيعِ خَلْقِهِ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِجَمِيعِ خَلْقِهِ إلاَّ لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِن

“Diriwayatkan dari Nabi SAW, beliau bersabda; “Allah menampakkan (rahmat-Nya) kepada semua makhluqNya pada malam nishfu sya’ban dan mengampuni mereka semua kecuali orang musyrik atau musyahin. [HR. Ath Thabarani, dan Ibnu Hibban dalam kitab Shahihnya].

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

“Musyahin” adalah orang munafik yang keji dan suka menimbulkan pertikaian dan menyulut api permusuhan di antara orang-orang yang saling mencinta. Dalam kitab an-Nihayah Ibnu al Atsir berkata: “Musyahin berarti pembuat permusuhan, sedangkan kata al Syahna` berarti permusuhan [An Nihayah Fi Ghorib al Hadis: 2 / 449]. Al-Baihaqi meriwayatkan hadis dari Aisyah -Radhiyallahu anha:

أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ((أَتَانِي جَبْرَيلُ عَلَيْهِ السَّلامُ فَقَالَ: هَذِهِ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ وَللهِ فِيهَا عُتَقَاءُ مِنَ النَّارِ بِعَدَدِ شَعْرِ غَنَمِ كَلْبٍ لاَ يَنْظُرُ اللهُ فِيهَا إلَى مُشْرِكٍ وَلاَ إلَى    مُشَاحِنٍ وَلاَ إلَى قَاطِعِ رَحِمٍ وَلا إلَى مُسْبِلٍ وَلا إلَى عَاقٍّ لِوَالِدَيْهِ وَلا إلَى مُدْمِنِ خَمْرٍ …)) وَذَكَرَ الْحَدِيثَ بِتَمَامِهِ

“Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda; “Jibril As telah mendatangiku, lalu ia berkata: “Ini adalah malam Nishfu Sya’ban, di dalamnya Allah mempunyai orang-orang yang dibebaskan dari neraka sebanyak jumlah bulu domba milik Bani Kalb (Sekelompok kabilah Arab yang paling besar atau yang paling banyak mempunyai domba). Dan pada malam itu Allah tidak melihat (merahmati) orang musyrik, provokator, pemutus silaturrahim, orang yang memanjangkan pakaian sampai ke tanah (karena sombong), orang yang mendurhakai kedua orang tuanya, dan orang yang selalu minum khamr”.

Al-Baihaqi menyebutkan hadis secara sempurna. Imam Ahmad meriwayatkan hadis dari Abdullah bin Umar -Radhiyallahu anhuma:

أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ((يَطَّلِعُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَى خَلْقِهِ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِعِبَادِهِ إِلا اثْنَيْنِ مُشَاحِنٍ وَقَاتِلِ نَفْسٍ)) وَإِسْنَادُهُ لَيِّنٌ كَمَا قَالَ الْحَافِظُ الْمُنْذِرِيُّ.

“Sesungguhnya Rasulullah SAW. bersabda: “Pada malam nishfu sya’ban Allah Azza wa Jalla menampakkan (rahmatNya) kepada para makhlukNya, kemudian memberi ampunan bagi para hamba-hambaNya kecuali dua orang, yaitu musyahin dan orang yang bunuh diri.” Sanadnya hadis ini layyin, seperti pendapat al Hafizh al Mundziri.

At Tirmidzi dan Ibnu Majah meriwayatkan hadis dari Sayyidah Aisyah — Radhiyallahu anha –, ia berkata:

 فَقَدْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَخَرَجْتُ فَإِذَا هُوَ بِالْبَقِيعِ رَافِعًا رَأْسَهُ إِلَى السَّمَاءِ، فَقَالَ: ((أَكُنْتِ تَخَافِينَ أَنْ يَحِيفَ اللهُ عَلَيْكِ وَرَسُولُهُ))، قُلْتُ: ظَنَنْتُ أَنَّكَ أَتَيْتَ بَعْضَ نِسَائِكَ، فَقَالَ : ((إِنَّ اللهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَنْزِلُ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا، فَيَغْفِرُ لأَكْثَرَ مِنْ عَدَدِ شَعْرِ غَنَمِ كَلْب. قَالَ التِّرْمِذِيُّ: حَدِيثُ عَائِشَةَ لاَ نَعْرِفُهُ إِلاَّ مِنْ هذَا الْوَجْهِ وَسَمِعْتُ مَحَمَّدًا – يَعْنِي الْبُخَارِيُّ – يُضَعِّفُ هذَا الْحَدِيثَ وَذلِكَ لأَنَّ فِيهِ انْقِطَاعًا فِي مَوْضِعَيْنِ.

“Aku kehilangan (tidak melihat) Nabi SAW (di malam giliran beliau bersamaku), kemudian aku keluar (mencari beliau), dan kutemukan beliau sedang berada di (kuburan) al Baqi seraya menengadahkan kepalanya ke langit, lalu beliau bersabda: “Apakah engkau menyangka Allah dan RasulNya menzalimimu (dengan menjadikan malam giliranmu untuk istri yang lain)?”. Aku menjawab: “Saya kira tuan mendatangi sebagian istri-istri tuan”. Lalu beliau bersabda: “Sesungguhnya (rahmat) Allah Tabaraka wa Taaala turun ke langit dunia pada malam Nishfu Sya’ban, kemudian Ia memberi ampunan bagi sejumlah orang yang lebih banyak dari jumlah bulu domba milik bani Kalb”. At Tirmidzi berkata: “Hadis Aisyah (ini) tidak aku ketahui melainkan dari jalur sanad ini. Aku mendengar Muhammad — maksudnya al Bukhari — menilai dhaif hadis ini dan hal itu karena terdapat inqitha (terputusnya perawi) dalam hadis tersebut dalam dua tempat”.

Rahmat Turun di Malam Nisfu Sya’ban

Ath Thabarani dan al Baihaqi meriwayatkan hadis dari jalur Makhul, dari Abu Tsa’labah al Khusyani – Radhiyallahu anha:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: يَطَّلِعُ اللهُ عَلَى عِبَادِهِ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبانَ، فَيَغْفِرُ لِلْمُؤْمِنينَ وَيُمْهِلُ لِلْكافِرِينَ وَيَدَعُ أَهْلَ الْحِقْدِ بحِقْدِهمْ حَتَّى يَدَعُوهُ

“Sesungguhnya Nabi SAW bersabda: “Pada malam Nishfu Sya’ban Allah menampakkan (rahmat-Nya) kepada para hamba-Nya, kemudian memberi ampunan bagi orang-orang mukmin, dan membiarkan orang-orang kafir dan meninggalkan para pendendam dengan (sebab) dendam-dendam mereka sehingga mereka meninggalkannya”. [HR. At Thabrani (dalam kitab al Mu’jam al Kabir): 22 / 223 dan Al Baihaqi (dalam kitab Syu’ab Al Iman): 5 / 359]. Al-Bazzar dan al-Baihaqi meriwayatkan hadis dari Abu Bakar ash Shiddiq – Radhiyallahu anha:

عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ((يَنْزِلُ اللهُ إلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا لَيْلَةَ النِّصْفِ مِن شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِكُلِّ مُؤْمِنٍ إلاّ لِرَجُلٍ مُشْرِكٍ أَوْ رَجُلٍ فِي قَلْبِهِ شَحْنَاءُ)). وَإِسْنَادُهُ لاَبَأْسَ بِهِ كَمَا قَالَ الْحَافِظُ الْمُنْذِرِيُّ

“Nabi SAW, beliau bersabda: “Pada malam Nishfu Sya’ban (Rahmat) Allah turun ke langit dunia, kemudian Allah memberi ampunan bagi setiap orang yang beriman melainkan seseorang yang musyrik, atau seseorang yang dalam hatinya terdapat permusuhan”. Sanadnya hadis ini tidak bermasalah, seperti pendapat al Hafizh al Mundziri.

Al-Baihaqi meriwayatkan hadis dengan sanad dha’if (lemah) dari Utsman bin Abi al Ash – Radhiyallahu anha:

عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِذَا كَانَ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبانَ نادَى مُنادٍ: هَلْ مِنْ مُسْتَغْفِرٍ فَأَغْفِرَ لَهُ هَلْ مِنْ سائِلٍ فأُعْطِيَهُ، فَلا يَسْأَلُ أَحَدٌ شَيْئًا إِلاَّ أُعْطِيَ إِلا زَانِيَةٌ بِفَرْجِهَا أَوْ مُشْرِكٌ

“Diriwayatkan dari Nabi SAW: “Bila malam Nishfu Sya’ban tiba, maka terdengar suara lantang (firman Allah) yang menyerukan: “Adakah orang yang memohon ampunan, maka Aku akan mengampuninya?. Adakah orang yang meminta maka aku luluskan permintaannya? Maka tidaklah seseorang meminta sesuatu melainkan Aku luluskan permintaannya, kecuali perempuan yang berzina dengan kemaluannya atau orang musyrik”.

Demikian redaksi hadis yang ada dalam riwayat al-Baihaqi. Sedangkan redaksi hadis dalam riwayat lain berbentuk mutlak (setiap malam bulan Sya’ban) tanpa dibatasi dengan malam separuhnya. Dalam al-Musnad terdapat riwayat hadis dari al-Hasan al-Bashri, beliau berkata:

مَرَّ عُثْمَانُ بْنُ أَبِي الْعَاصِ عَلَى كِلابِ بْنِ أُمَيَّةَ وَهُوَ جَالِسٌ عَلَى مَجْلِسِ الْعَاشِرِ بِالْبَصْرَةِ فَقَالَ: مَا يُجْلِسُكَ هَاهُنَا؟ قَالَ: اسْتَعْمَلَنِي عَلَى هَذَا الْمَكَانِ – يَعْنِي زِيَادًا – فَقَالَ لَهُ عُثْمَانُ: أَلا أُحَدِّثُكَ حَدِيثًا سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ قَالَ: بَلَى، فَقَالَ عُثْمَانُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: ((كَانَ لِدَاوُدَ نَبِيِّ اللهِ عَلَيْهِ السَّلام مِنْ اللَّيْلِ سَاعَةٌ يُوقِظُ فِيهَا أَهْلَهُ يَقُولُ: يَا آلَ دَاوُدَ قُومُوا فَصَلُّوا فَإِنَّ هَذِهِ السَّاعَةَ يَسْتَجِيبُ اللهُ فِيهَا الدُّعَاءَ إِلاَّ لِسَاحِرٍ أَوْ عَشَّارٍ))، فَرَكِبَ كِلاَبُ بْنُ أُمَيَّةَ سَفِينَةً، فَأَتَى زَيِادًا فَاسْتَعْفَاهُ فَأَعْفَاهُ.

“Utsman bin Abi al Ash pernah melewati Kilab bin Umayyah di saat dia sedang duduk dalam majlis asyir (Tempat memungut al ‘usyru, yaitu pungutan liar yang ditarik dari para pedagang atau harta pungutan tertentu yang ditarik pegawai pemerintah dari orang yang membawa harta masuk ke daerah atau kota tertentu). di kota Bashrah. Lalu Utsman berkata: “Apakah yang membuatmu duduk di sini?” Kilab menjawab: “Seseorang memperkerjakanku di tempat ini.” – maksud Kilab adalah Ziyad -. Utsman berkata kepadanya: “Tidakkah ku beritakan kepadamu suatu hadis yang kudengar dari Rasulullah SAW?” Kilab menjawab: “Ya”. Lalu Utsman berkata: “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Nabiyullah Dawud as. mempunyai waktu membangunkan keluarganya, beliau bersabda: “Wahai keluarga Dawud, bangun dan shalatlah kalian. Sebab sungguh waktu ini adalah waktu yang di dalamnya Allah mengabulkan doa kecuali bagi tukang sihir dan asyir (pemungut tarikan liar)”. Kemudian Kilab bin Umayyah naik perahu mendatangi Ziyad dan memohon ampunan (untuk dibebas tugaskan) kepadanya. Lalu Ziyad pun mengampuninya.

Ath-Thabrani meriwayatkannya dalam al Mu’jam al Kabir dan al Mu’jam al Ausath, redaksinya yaitu:

عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: تُفْتَحُ أَبْوَابُ السَّمَاءِ نِصْفَ اللَّيْلِ، فَيُنَادِي مُنَادٍ: هَلْ مِنْ دَاعٍ فَيُسْتَجَابُ لَهُ؟ هَلْ مِنْ سَائِلٍ فَيُعْطَى؟ هَلْ مِنْ مَكْرُوبٍ فَيُفَرَّجُ عَنْهُ؟ فَلا يَبْقَى مُسْلِمٌ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ إلاَّ اسْتَجَابَ اللهُ لَهُ إلاّ زَانِيَةً تَسْعَى بِفَرْجِهَا أَوْ عَشَّارًا

“Diriwayatkan dari Nabi SAW, beliau bersabda: “Pintu-pintu langit dibuka pada tengah malam, kemudian ada suara lantang yang menyerukan: “Adakan seseorang yang berdoa, maka doanya diluluskan? Adakah seseorang yang meminta, maka dia akan diberi? Adakah orang yang kesusahan, maka ia akan diberi jalan keluar? Maka tidaklah ada seorang muslim yang berdoa melainkan Allah akan mengabulkan doanya, kecuali perempuan tukang zina yang menjajakan kemaluannya atau asysyar (pemungut tarikan liar)”.

Riwayat-riwayat tersebut tidak saling menafikan (kontradiktif), sebagaimana tidak samar lagi bahwa malam tanggal separuh (bulan sya’ban juga) tercakup oleh riwayat Ahmad dan ath-Thabarani secara umum. Al Baihaqi meriwayatkan hadis dari Makhul dari Katsir bin Murrah, seorang tabi’in, dari Nabi SAW:

فِي لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ يَغْفِرُ اللهُ لأَهْلِ الأَرْضِ إلاَّ مُشْرِكًا أَوْ مُشَاحِنًا. قَالَ الْبَيْهَقِيُّ: هذَا مُرْسَلٌ جَيِّدٌ. اهـ

“Dalam malam Nisfhu Sya’ban Allah memberi ampunan kepada penduduk bumi kecuali orang musyrik dan masyahin (penyulut permusuhan)”. Al-Baihaqi berkata: “Hadis ini berstatus mursal jayyid. demikian kata beliau”.

Al Baihaqi juga meriwayatkan hadis dari dari al Ala` bin al Harits:

 أَنَّ السَّيِّدَةَ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: قَامَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنَ اللَّيْلِ، فَصَلَّى فَأَطَالَ السُّجُودَ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ قَدْ قُبِضَ، فَلَمَّا رَأَيْتُ ذلِكَ قُمْتُ حَتَّى حَرَكْتُ إِبْهَامَهُ فَتَحَرَّكَ، فَرَجَعْتُ، فَلَمَّا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ السُّجُودِ وَفَرَغَ مِنْ صَلاتِهِ قَالَ: ((يَا عَائِشَةَ – أَوْ يَا حُمَيْرَاءَ – أَظَنَنْتَ أَنَّ النَّبِيَّ قَدْ خَاسَ بِكَ؟)). قُلْتُ: لاَ، وَاللهِ يَا رَسُولَ اللهِ وَ لَكِنَّنِي ظَنَنْتُ أَنَّكَ قُبِضْتَ لِطُولِ سُجُودِكَ، فَقَالَ: ((أَتَدْرِينَ أَيُّ لَيْلَةٍ هذِهَ ؟)). قُلْتُ: اللهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ، قَالَ: ((هذِهَ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ، إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يَطَّلِعُ عَلَى عِبَادِهِ فِي لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِلْمُسْتَغْفِرِينَ وَيَرْحَمُ الْمُسْتَرْحِمِينَ وَيُؤَخِّرُ أَهْلَ الْحِقْدِ كَمَا هُمْ)). قَالَ الْبَيْهَقِيُّ: هذَا مُرْسَلٌ جَيِّدٌ، وَيَحْتَمِلُ أَنْ يَكُونَ الْعَلاءُ أَخَذَهُ مِنْ مَحْكُولٍ.

“Sesungguhnya Sayyidah Aisyah – Radhiyallahu anha – berkata: “Rasulullah SAW bangun malam, lalu shalat dan memanjangkan sujud, sehinggaa ku mrnduga sungguh ruh beliau telah dicabut. Maka ketika aku melihat hal itu, aku beranjak berdiri sehingga aku gerak-gerakkan ibu jari beliau, kemudian ibu jari beliau bergerak-gerak. Lalu aku kembali. Setelah beliau mengangkat kepalanya dan selesai dari shalatnya, beliau bersabda: “Wahai Aisyah -Wahai Humaira`- Apakah kamu menduga bahwa Nabi SAW telah menghianatimu (lalu tidak memenuhi hakmu)?”. Aku menjawab: “Tidak, wahai Rasulullah, akan tetapi aku menduga sungguh engkau telah dicabut nyawanya karena lamanya sujudmu”. Beliau bertanya: “Apakah kamu tahu malam apakah ini?”. Aku menjawab: “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui” Beliau bersabda: “Ini adalah malam nishfu sya’ban. Sungguh pada malam nishfu sya’ban Allah Swt menampakkan (rahmat-Nya) kepada para hamba-Nya, kemudian Ia mengampuni orang-orang yang memohon ampunan, mengasihi orang-orang yang memohon belas kasih, dan menunda para pendendam seperti halnya mereka”. Al-Baihaqi berkata: “Ini hadis mursal jayyid dan mungkin al-Ala` mengambilnya dari Makhul”


*Ustad Yusuf Suharto, Pengajar di Pondok Pesantren Denanyar Jombang