ilustrasi santri Tebuireng sedang mengikuti pengajian kitab kuning

Dalam ilmu gramatikal Arab ada sebuah cabang ilmu yang sangat penting guna memahami teks Arab, cabang ilmu itu adalah nahwu. Ilmu ini sering disandingkan dengan ilmu sharaf, yang memang tidak lengkap jika mempelajari ilmu nahwu tanpa ilmu sharaf. Sebuah ungkapan muncul guna melegitimasi pentingnya kedua ilmu ini yakni “ilmu sharaf adalah ibunya ilmu dan ilmu nahwu adalah bapaknya”.

Ilmu ini sangatlah penting bagi seseorang yang ingin mengawali belajar bahasa Arab. Tanpa ilmu ini, ia tidak mungkin bisa memahami seluk beluk kata dan kalimat bahasa Arab. Sebuah syair dalam kitab Imrithi disebutkan mengenai betapa pentingnya ilmu ini

وَالنَّحْوُ اَوْلَى اَوّلاً اَنْ يُـعْلَمَا ۞ اِذِ اْلكَـــــلاَمُ دُوْنَـــــهُ لَنْ يُــــــفْهَمَا

dan nahwu itu lebih baik untk dipelajari pertama kali, karena kalam tantap nahwu itu tidak difaham.[1]

Penjelasan selanjutnya mengenai pentingnya ilmu nahwu yakni dari Muhammad al-Utsaimin dalam kajiannya:

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

والحقيقة أن علم النحو مهم جداً لما فيه من الفوائد الكثيرة.فمن فوائده تقويم اللسان وتقويم البنان، أي: تقويم اللسان عند النطق، وتقويم البنان عند الكتابة.

Dan sebenarnya, ilmu nahwu sangat penting karena banyak manfaatnya. Diantara manfaatnya adalah memperbaiki lidah dan memperbaiki jari, yaitu: memperbaiki lidah saat berbicara, dan memperbaiki jari saat menulis.[2]

Seseorang mustahil bisa memahami bahasa Arab tanpa ilmu ini, lebih-lebih memahami seluruh ajaran agama Islam yaitu nash atau sumber keilmuan agama Islam yakni al-Quran dan Hadis yang berbahasa Arab. Jadi, bisa dipastikan orang yang tidak mahir dalam ilmu nahwu akan kesulitan dalam memahami agama Islam. Seseorang juga tidak bisa membuat karya tulis berbahasa Arab dikarenakan dia tidak memahami bahasa Arab.

Ilmu nahwu ini ibarat sebuah gerbang guna memasuki segala ilmu yang berkaitan dengan bahasa Arab. Sebuah ungkapan yang dinisbatkan kepada Imam Syafi’i berbunyi:

من تبحّر في النحو اهتدى إلى جميع العلوم

Siapa yang mendalami ilmu nahwu, ia akan mendapat petunjuk menuju ilmu-ilmu lainnya.[3]

Ungkapan Imam Syafi’i diatas memang sangatlah relevan jika melihat betapa urgensinya ilmu nahwu. Seseorang tidak mungkin bisa memahami bahasa Arab tanpanya, apalagi hanya melalu terjemah, yang tentunya terjemahan tidak bisa mewakili sepenuhnya makna yang terkandung dalam Nash agama. Orang yang mampu memahami ilmu nahwu punya kelebihan sendiri bahkan ada sebuah riwayat yang berbunyi

من قرأ القرآن وهو يعلم لم رفع ولم نصب كان له بكل حرف سبعمئة الحسنة

Barang siapa membaca al-Qur’an dan ia mengetahui mengapa dirofa’kan, mengapa di nashobkan (ilmu nahwunya), maka untuknya 700 kebaikan dalam setiap hurufnya.[4]

Seperti itulah ilmu nahwu, wajib hukumnya untuk mempelajari ilmu nahwu bagi orang-orang yang berkecimpung dalam keilmuan Islam. Seseorang yang tidak mampu memahami ilmu nahwu pastinya akan berefek pada ketidakpahamannya kepada ilmu-ilmu lain dalam rumpun ilmu agama Islam. Perannya sangat krusial dalam membantu memahami dalil-dalil agama yang notabene berbahasa Arab.

Baca Juga: Kamu Harus Tahu, Kisah di Balik 1002 Nadzam Alfiyah


[1] Nadzam Imrithi Muqaddimah.

[2] Muhammad bin Sholih bin Muhammad al-Utsaimin, Syarah Aliyah Ibnu Malik, Duruss Soutiyah, 3.

[3] Abu al-Falah, Shadarat al-Dhahab fi Akhbar min Dhahab, Beirut: Dar Ibnu Katsir, 1986, 2/407.

[4] Al-Habib Zain bin Smith, Al-Manhaj al-Sawi, Tarim: Dar al-Ilmu wa al-Da’wah, 497.


Penulis: Nurdiansyah Fikri A, Santri Tebuireng

Editor: Sutan Alam Budi