Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah.

Kehidupan merupakan sebuah anugerah yang Allah berikan kepada kita semua. Oleh karenanya, marilah kita senantiasa bersyukur atas anugerah kehidupan yang di dalamnya terselip kenikmatan yang tidak terhitung jumlahnya. Kehidupan memang unik dan bahkan kita sendiri sering sekali bertanya-tanya tentang kehidupan itu sendiri.

Allah berfirman dalam QS. Al-Insan ayat 1-2.

هَلْ أَتَى عَلَى الْإِنْسَانِ حِينٌ مِنَ الدَّهْرِ لَمْ يَكُنْ شَيْئًا مَذْكُورًا. إِنَّا خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ نُطْفَةٍ أَمْشَاجٍ نَبْتَلِيهِ فَجَعَلْنَاهُ سَمِيعًا بَصِيرًا.

Artinya :

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut? Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan). Karena itu, Kami jadikan dia mendengar dan melihat.

Dari dua ayat di atas, bisa jadi kita akan terusik oleh pertanyaan yang menggelikan, “Sesungguhnya sebelum kita di dunia ini, kita ada di mana?” Pertanyaan ini membuat kita berpikir, di mana kita sebelum di dunia, ada atau tidak? Islam yang menuturkan ajarannya melalui Al-Quran memberikan gambaran bahwa manusia itu sebelumnya tidak pernah dibicarakan.

Ketika itu, kita belum lahir dan belum diberi nama. Jadi, tidak ada yang pernah memanggil nama kita. Hal itu merupakan penegasan agar manusia selalu berpikir tentang dirinya sendiri, dari tidak ada menjadi ada, mau berbuat apa setelah ada di dunia, dan mau ke mana setelah melepaskan kehidupan di dunia ini.

Islam pun menegaskan bahwa akan ada kehidupan setelah kehidupan di dunia ini. Oleh karena itu, kita harus senantiasa merenungi bahwa kita itu bukanlah makhluk abadi di dunia ini karena kita pasti akan meninggalkan dunia dan menuju kehidupan berikutnya. Dunia merupakan kata yang dalam bahasa Arab adalah dunya, berarti pendek atau dekat. Arti secara harfiah tersebut mengisyaratkan bahwa kehidupan itu pendek dan jarak antara sebelum ada, kemudian ada, dan setelah itu kembali tidak ada, itu adalah dekat.

Ketika kita semakin berpikir tentang awal kehidupan atau sesuatu sebelum kehidupan di dunia, kita akan berada pada posisi kebingungan dalam berbagai tanda tanya. Kita hanya akan bisa mengandaikan tentang pra kehidupan di dunia, kemudian hidup di dunia, dan setelah itu adalah pasca kehidupan di dunia. Ilmuawan pun sulit untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang pra kehidupan.

Ada seorang ilmuawan, namanya Charles Robert Darwin, yang sangat berani menyampaikan bahwa awal kehidupan adalah biologi tunggal yang sangat terkenal dengan teori evolusinya. Setelah sekian waktu, teori tersebut digugurkan oleh muridnya sendiri, Lois Pasteur. Teori yang menyanggah teori Darwin juga dikuatkan oleh Alexander Opann yang dibantu oleh muridnya, Stanley Miller, yang akhirnya ditutup oleh ilmuwan Rusia, Jefer Buda.

Para ilmuwan tersebut tidak bisa menemukan dan menerka pra kehidupan itu seperti apa. Hal itu dikarenakan bahwa memang secara rasionalitas pra kehidupan  itu sulit dijangkau oleh otak manusia. Hanya kerja keimananlah yang mampu menjawabnya. Bahkan jawaban keimanan pun hanya dengan satu kalimat tauhid, “Allah yang menciptakan kehidupan dengan kehendak-Nya sendiri.”

Al-Quran pun membanding-bandingkan antara dua hal, yakni antara pra kehidupan dan kehidupan serta kehidupan di dunia dan pasca kehidupan di dunia. Hal itu merupakan sebuah pembuktian yang tidak terbantahkan bahwa betapa sedikit sekali persentase kehidupan ini dibanding setelah kita tidak hidup di dunia ini.

Jika dipersentase ke belakang, sebut saja mulai seratus tahun ke belakang dibanding seratus tahun setelah kita di dunia, mungkin digit kalkulator akan kehabisan angka-angka karena perbandingannya sungguh jauh. Coba kita renungkan, batu nisan yang menghiasi kuburan itu usianya akan lebih lama ketimbang orang yang dikubur di bahwa batu nisan itu sendiri. Itulah contoh dari perbandingannya.

Kenapa Al-Quran membanding-bandingkan hal tersebut? Jawabanya adalah bahwa sehebat apapun amal manusia dengan melihat durasi umur kita yang sangat pendek, itu tidak akan cukup untuk membeli surga yang sangat panjang dan kekal usianya. Walaupun kita bersujud selama seratus tahun atau selama kita hidup di dunia yang pendek ini, itu tidak akan sebanding dengan surga yang abadi.

Oleh karena, itu  Allah mempunyai dua pendekatan dalam menyikapi hamba-Nya, yakni dengan keadilan dan dengan rahmat. Jika manusia itu melakukan kesalahan sedikit, maka dia akan disiksa. Begitu juga ketika manusia mengerjakan kebaikan, maka dia akan dibalas pahala. Itulah keadilan Allah. Sementara itu, jika manusia itu melakukan kesalahan sedikit, maka dia akan diampuni dan jika manusia itu mengerjakan kebaikan, maka akan dilipatgandakan pahalanya. Itulah rahmat Allah.

Itulah sebabnya dalam syariat Islam, kita diberi syariat yang amalannya sedikit tetapi berbuah pahala berlipat-lipat ganda dikarenakan usia kita yang sangat terbatas. Hal itu seperti amalan-amalan produktif yang pahalanya terus mengalir walaupun si empunya sudah meninggal, yaitu shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang selalu mendokan kedua orangtuanya.

Jamaah Jumat yang dirahmati Allah.

Dari uraian khotbah ini, marilah kita bersama merenungkan kehidupan ini. Kehidupan di dunia ini sungguh tidak abadi sementara kehidupan di akhirat itu langgeng. Jika kita menyia-nyiakan kesempatan hidup di dunia yang singkat ini, maka sungguh kita telah berada pada jalur yang salah dan kita akan merugi. Untuk itu, marilah kita mempersiapkan bekal sebanyak-banyaknya selagi kita masih diberi kesempatan untuk mengecap kehidupan dunia yang singkat ini guna menyongsong kehidupan kekal di akhirat nanti. Mudah-mudahan, kita termasuk orang-orang yang beruntung ketika kita telah melepas hidup di dunia dan berada di akhirat kelak. Amiin.

KH. Mustain syafi’I M.Ag