
Oleh: Rara Zarary*
Pagar-pagar pesantren mengabarkan duka berulang
kemboja berkali-kali menebar keharuman
kalimat istirja’ terdengar di setiap pergantian bulan
semusim ini telah genap duka ditanggung badan
Air mata mengurai riwayat teladan
belum sempat bernapas lega dari luka lama
kabar lain menyusul menyesakkan dada
selimut duka memaksa kita untuk benar-benar berlapang dada
Wirid-wirid di serambi masjid basah dengan air mata
kepergian memang tak pernah memberi kesepakatan sebelumnya
istigfar yang hangat di bibir tak mampu menghentikan duka cita
rukuk dan sujud lumpuh di atas ketidakberdayaan penghambaan
Betapa duka ini telah melemahkan
atas gugur satu per satu
tokoh santri yang begitu teladan
Tebuireng sedalam-dalamnya berduka dari bulan ke bulan
Januari – September
menjadi penanggalan dihitungnya butir-butir air mata
dari duka ke duka
Duka sedalam-dalamnya
doa seluas-luasnya
ikhlas selapang-lapangnya
Tuhan telah memanggil satu per satu ke hadapanNya…
- KH. Jauhari Sidrah
- KH. Salahuddin Wahid
- KH. Jamaluddin Miri
- KH. Wahid Mahfudz
- KH. Agus M. Zaki Hadzik
- Gus Hasyim Wahid
- KH. Habib Ahmad
Lahum, Al Fatihah…
Tahun 2020 (Januari-September), menjadi Aamul Huzni bagi Pesantren Tebuireng.
Doa-doa dan Fatihah tak akan pernah kering selama-lamanya untuk mereka…
Tebuireng, 26 September
(Ditulis tepat hari pertama Hujan jatuh di bumi Pesantren Tebuireng).