sumber ilustrasi: kompas.com

Oleh: Rufki Ade Vinanda*

Mutakhir ini masyarakat memiliki kecenderungan mencari berita mengenai peristiwa, isu-isu terkini dan berbagai hal lainnya “hanya” melalui media sosial. Dan hadirnya media sosial mendorong munculnya praktik ‘jurnalisme instan’. Jurnalisme instan sendiri adalah istilah yang menggambarkan bagaimana sebuah produk jurnalistik diproduksi secara cepat, kurang riset yang mendalam dan informasi yang terkandung dikutip begitu saja dari sumber di internet.

Kehadiran jurnalisme instan tersebut juga memungkinkan semua orang atau warganet bisa menjadi jurnalis dadakan dan menyebarkan informasi lewat platform-platform media sosial yang berbiaya rendah seperti  Twitter, Facebook, Instagram dan TikTok. Tik-tok sendiri merupakan salah satu platform online yang paling digemari terutama oleh generasi muda era ini.

Kita tidak bisa menutup mata bahwa di era digital seperti saat ini telah terjadi pergeseran konsumsi informasi oleh masyarakat. Sebelum teknologi internet mendominasi, masyarakat mendapatkan survei informasi melalui media-media tradisional. Lalu hadirnya media baru memberi cakupan yang lebih luas dan muncul akibat adanya inovasi teknologi dalam bidang media seperti tv kabel, satelit, teknologi optic fiber, serta komputer (Croteau, 1997: 12).

Pergeseran selera konsumsi masyarakat yang terjadi pada akhirnya mendorong media-media mainstream untuk ikut beradaptasi. Media saat ini tidak bisa hanya bergantung pada satu corong tapi juga merambah media sosial. Saat ini hampir semua media di Indonesia pasti memiliki akun-akun media sosial agar dapat menjangkau masyarakat dengan lebih cepat. Perkembangan jurnalisme instan di media sosial selaras dengan risiko maraknya penyebaran media hoaks. Hal ini diakibatkan karena mudahnya memproduksi berita saat ini dan bahkan bisa diproduksi oleh kalangan manapun tanpa memperhatikan faktor kualitas dan kredibilitas berat.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Akan tetapi di samping faktor tersebut, menurunnya minta baca masyarakat juga menjadi salah satu pendorong mengapa jurnalisme instan yang dibayang-bayangi informasi hoaks menjadi. Masyarakat Indonesia memiliki kecenderungan untuk memilih berita instan atau berita yang singkat melalui medsos tanpa melakukan kroscek kembali ke sumber berita utama yang biasanya merupakan artikel panjang. Bahkan saat ini media koran pun telah berada dalam posisi ‘hidup segan mati tak mau’, bagi koran sepertinya hanya tinggal menunggu waktu untuk benar-benar hilang dari kehidupan. Informasi yang hanya berupa tulisan dianggap tidak menarik lagi apalagi mengingat minat baca yang rendah.

Berdasarkan data The United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) menyatakan minat baca masyarakat Indonesia sangat rendah yakni hanya sekira 0,001% yang artinya hanya ada satu dibanding 1.000 orang yang suka atau rajin membaca di Indonesia. Hal ini juga didukung data  riset dari Central Connecticut State University di 2016 yang menunjukkan peringkat minat baca Indonesia yang memiliki tingkat literasi sangat rendah. Terbilang dari 61 negara yang diriset, Indonesia menempati peringkat ke-60. Semakin miris karena diketahui rendahnya minat baca didominasi oleh kalangan remaja.

Kalangan remaja lebih suka mengonsumsi berita instan di media sosial ketimbang harus membaca satu artikel berita secara penuh. Semua faktor-faktor ini seolah membentuk sebuah rantai, jurnalisme instan semakin eksis akibat rendahnya minat baca dan menyebabkan masyarakat Indonesia mudah sekali termakan berita palsu atau hoaks. Tentu hal ini akan menimbulkan efek domino tidak hanya dari kalangan masyarakat yang menjadi rawan sebagai korban hoaks, tapi juga pada keberlangsungan dunia jurnalistik.

Jika minat baca masyarakat rendah maka tingkat kritis mereka akan berkurang terhadap informasi atau berita yang dibuat secara serampangan. Jika masyarakat mudah terpapar berita hoaks, ini bisa jadi awal sebuah kehancuran dunia jurnalistik. Berbagai pihak mulai dari pemerintah, media dan masyarakat sebaiknya bekerja sama untuk terus menjaga keberlangsungan jurnalisme yang sesuai kaidah.

*Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Amikom Yogyakarta.