
Oleh: Abdurrohman Habibul Auliya*
Di sebuah desa yang indah, hiduplah seorang pemuda bernama Doni. Doni adalah pemuda tampan yang dikenal sosok yang saleh dan selalu memperhatikan sekitarnya. Ia terlahir dari keluarga sederhana. Ia terlahir dikeluarga yang sederhana. Doni tinggal bersama keluarganya dan mempunyai adik bernama Ali.
Doni mempunyai sahabat dari kecil yang bernama Putri. Mereka berdua dari SD sampai SMP selalu bersama, hingga pada suatu hari ketika menjelang ujian kelulusan SMP, Doni meningkatkan belajarnya hingga larut malam dan ia melakukan sholat malam berdoa pada saat ujian diberi kemudahan oleh Allah. Saat ujian tiba, Doni bisa menjawab pertanyaan dengan mudah sehingga teman-temannya terheran.
“Eh Don, kamu kok cepet banget ngerjainnya?” Tanya Putri kepada Doni.
“iya dong kan aku belajar.” Jawab Doni.
Ujian telah mereka lewati dan hari kelulusan pun tiba. Mereka berdua pun terpisah karena Doni memilih melanjutkan Pendidikan di Pesantren. Mereka berpamitan dan berjanji bahwa suatu saat, ketika mereka sukses, mereka akan kembali kedesa ini lagi.
Doni diantar ke Pesantren oleh Ayahnya, saat dimobil Doni bertanya kepada ayahnya “yah, kenapa sih aku harus masuk Pesantren?” Ayahnya menjawab “Karena ilmu agama itu penting,Nak” Doni pun patuh kepada Ayahnya. Keesokan harinya,Doni merasa kurang nyaman di Pesantren,Karena itu Doni menelpon ayahnya,
“Assalamualaikum Ayah.”
“Waalaikumsalam, Nak. Ada apa?”
“Yah, Doni merasa kurang nyaman di Pesantren.”
“Jalani saja dulu, insyaallah itu akan menjadi berkah untuk dirimu sendiri, Nak.”
“Iya, Ayah.”
Lima bulan di Pesantren, tak terasa waktu terus berlalu. Akhirnya liburan tiba, Doni mempersiapkan diri untuk pulang, ia tidak sabar menemui sahabatnya yang bernama Putri. Sesampainya di desa, Doni mencari Putri, namun tidak menemukannya. Ia kemudian pergi ke rumah Putri, namun rumah seperti tidak berpenghuni. Ia bertanya kepada salah satu tetangga yang kebetulan lewat,
“Mohon maaf,Bu. Putri kemana ya,Bu? Saya lihat rumahnya tadi kosong.”
“Oh Mbak Putri,sudah dua bulan pindah, Mas.”
“Kalau boleh tahu pindahnya kemana ya, Bu?”
“Waah… Kalau itu Ibu kurang tau, Mas”
“Eeeh..Terima kasih, Bu”
“Iya sama sama, Mas”
Doni akhirnya pulang ke rumah,ia merasa kehilangan. Doni duduk termenung di teras depan rumahnya. Ibunya menghampiri Doni dan berkata “Ada apa, Nak?” Doni hanya terdiam menundukkan kepalanya. Ibunya menepuk Pundak Doni dan berkata “Sudah, Nak. Kalau memang takdirnya pasti terjadi.” Sambil mengelus Pundak Doni. Ibu Doni berkata,” Sudah jangan bersedih, fokus mondok saja,”
Mulai saat itu Doni, membulatkan tekad untuk mondok dan mencari barokah dari sang kyai. Tiga tahun berlalu, sekarang Doni menjadi pribadi yang lebih baik lagi, sekarang dia menjadi pengurus dipondok pesantren. Ia patuh kepada Kyai dan menjadi orang kepercayaan Beliau. Seringkali Doni diminta Kyai untuk mengantarkan Beliau menghadiri undangan. Doni juga sering mengajar anak-anak baru di pondok. Ia dihormati oleh adik- adik di pondoknya, hingga satu waktu Kyai memanggil Doni ke rumahnya untuk membicarakan hal yang penting.
“Assalamu’alaikum…”
“Wa’alaikumsalam, iya, Nak sini duduk. Ada hal penting yang mau saya bicarakan denganmu.”
Doni pun duduk di depan Kiai.
“Jadi gini, Nak. Kamu kan sudah banyak membantu pondok dan ndalem (rumah kyai).”
Doni hanya mengangguk dan tersenyum.
“Ini Abah punya temen dan rencananya anaknya mau saya jodohkan dengan kamu apakah kamu bersedia.”
Doni terdiam sebentar.
“Bolehkah Doni memikirkannya dulu abah, Doni ingin membicarakannya degan orang tua Doni terlebih dahulu.”
“Oh baik kalau begitu secepatnya kamu kabari saya ya, apakah kamu bersedia atau tidak.”
“ iya abah, Doni izin pamit assalamu’alaikum…“
“wa’alaikumsalam…”
Doni meninggalkan rumah Kiai dengan perasaan yang campur aduk antara senang dan bingung, sesampainya dikamar Doni bersiap-siap untuk pulang dan membicarakan hal ini dengan orang tuanya. Sesampainya dirumah Doni memberitahu semuanya kepada Orang tuanya,dan orang tuanya pun menyetujuinya.
“Iya tidak apa kamu dijodohkan oleh Kyai siapa tau itu membawa barokah.” Ucap ayah Doni.
“Iya, Yah aku akan memberitahu abah Yai jika aku dan keluarga sudah setuju.” Ucap Doni, mereka semua pun bergegas menuju Pesantren menemui Kyai disana mereka cukup lama berbincang, Hari lamaran telah ditentukan, meskipun Doni tidak tau siapa yang kelak akan dia lamar, tetapi dia yakin bahwa itu adalah pilihan terbaik.
Hari lamaran tiba, saat calon pengantin keluar dari kamar untuk acara penyematan cincin oleh ibu Doni, di balik kelambu putih samar-samar Doni melihat sosok yang dicintainya, ternyata yang dijodohkan dengan Doni adalah Putri, sahabat kecilnya. Di saat lamaran telah selesai mereka menangis haru,
“Aku ga nyangka yang dijodohkan dengan aku adalah kamu.” Ucap Putri.
“Aku juga tidak menyangkanya.” Jawab Doni.
Lamaran pun telah selesai dan tinggal menentukan tanggal untuk menikah, keluarga Doni dan keluarga Putri serta Kiai pun berkumpul untuk menentukan tanggal baik, hingga menemukan tanggalnya dan mempersiapkan semuanya dari sekarang. Hari pernikahan pun tiba para santri pun ikut membantu di acara pernikahan.
Di hari pernikahan, Doni dan Putri diijab oleh Kiai dan disaksikan oleh seluruh santri pesantren. Ketika ijab dilakukan, “Bagaimana saksi? Sah..” Ucap Kiai, semua santri pun berteriak, “Sah..”
Mereka pun hidup bahagia, hingga sekarang telah dikaruniai dua anak yang saleh Bernama Ali dan Rama yang kini tengah menempuh Pendidikan di pesantren yang sama seperti ayahnya dulu.
*Universitas UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung.