
Tebuireng.online— Tebuireng kedatangan Tamu dari Semarang tepatnya dari organisasi Tionghoa atau perkumpulan Boen Hian Tong (Rasa Dharma). Perkumpulan ini bergerak pada bidang sosial dan budaya terutama dalam nilai pluralisme. Mereka datang untuk melakukan Cengbeng (Ziarah) ke Makam KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Kegiatan ini diikuti oleh 35 orang. Tidak hanya dari umat Tionghoa saja, umat Kristen dan Islam di wilayah Semarang turut hadir mengikuti acara ini.
ketua Boen Hian Tong, Harjanto Halim, mengatakan bahwa kegiatan ini adalah agenda tahunan dari Boen Hian Tong. “Sekitar tahun 2018/2019 kami memulai tradisi ini. Setiap acara yang dilakukan, kami selalu mengajak umat lain sekitar Semarang untuk mengikuti kegiatan sebagai bentuk pluralisme,” katanya, Sabtu (31/5) saat di area makam Gus Dur.
Dalam sejarahnya, Gus Dur merupakan Bapak Tionghoa Indonesia yang menjunjung tinggi pluralisme. Beliau menjadi salah satu orang yang dihormati di Tionghoa. Saking dihormati, masyarakat Tionghoa ini membuat Sinci atau Papan Arwah dari kayu dan diletakan di Altar Penghormatan.
Sebelum berziarah, mereka melakukan ritual atau penghormatan di hadapan Sinci Gus Dur yang mereka bawa dari Semarang. Ritual ini dimulai dengan mengelilingi Tugu Museum Hasyim Asy’ari, lalu menuju area pemakaman Gus Dur.
Baca Juga: Komunitas Boen Hian Tong Ziarahi Makam Gus Dur
Selama perjalanan ke pemakaman, ritual ini diiringi oleh lagu Ya Lal Wathon dengan alat musik khas Tionghoa dan juga menyapu Sao Bong sebagai tanda penghormatan.
“Seperti halnya umat Islam lakukan ketika berziarah pasti membersihkan pemakaman atau dalam bahasa Tionghoa itu Sao Bong. Selain tanda kehormatan, kegiatan menyapu ini berarti membersihkan langkah atau niat kita hendak berziarah,” jelas Harjanto.

Rombongan pembawa Sinci Gus Dur tiba di area pemakaman, Gus Riza menyambut hangat para peserta Ceng Beng dengan pemberian hijab sebagai tanda toleransi antar agama. Setelah itu, dilakukan do’a bersama lintas Agama dan foto bersama.
“Tebuireng sangat menghargai terhadap toleransi antar etnis dan umat beragama. Di sini kami akan terus mengayomi dan menjalin hubungan baik tersebut,” ucap Gus Riza.
Baca Juga: komunitas-tionghoa
Dalam kegiatan Cengbeng ini, ada salah satu ritual yang tidak jadi dilaksanakan yaitu Mendirikan Telur. Gerimis menjadi salah satu penyebab tidak dilaksanakan ritual ini. Menurut Ulin, sebagai Divisi Humas Boen Hian Tong menjelaskan bahwa hari ini bertepatan dengan perayaan Peh Cun.
“Bagi Masyarakat Tionghoa di Indonesia, Peh Cun diadaptasi dari nelayan untuk perayaan sedekah laut. Selain itu, tradisi Peh Cun identik dengan mendirikan telur. Pendirian telur ini kita lakukan di siang hari atau saat matahari sejajar dengan bayangan dan nanti akan terjadi tarik-menarik antara matahari dan bumi sehingga telur akan berdiri dibagian ujungnya,” jelasnya.
“Nah, barangsiapa yang bisa mendirikan telur ini, maka akan mendapatkan keberkahan,” Pungkas Ulin.
Selesai Ziarah, rombongan mengunjungi Museum Islam Indonesia Hasyim Asy’ari. Mereka takjub dengan adanya patung barong pada ruangan Gus Dur yang diambil dari salah satu klenteng di Malang, Jawa Timur.
Baca Juga: Gusdurian Jombang Dampingi Masyarakat Tionghoa Ziarah ke Makam Gus Dur
Agenda selanjutnya, rombongan Cengbeng akan menikmati hidangan Nasi Kikil Merah, makanan favorit Gus Dur. Uniknya, tidak jarang mereka memesan langsung Nasi Kikil Merah ini untuk disajikan dalam acara penghormatan Gus Dur di Semarang. Malam harinya, mereka akan beristirahat dan menikmati pagelaran wayang potehi di Klenteng Tri Dharma Hong San Kiong Gudo, Jombang.
Harjanto mengaku senang dan berterima kasih kepada pihak Tebuireng yang sudah menerima dengan baik atas kehadirannya. Di samping itu, Harjanto berharap agar kegiatan ini dapat terus berjalan sebagai bentuk Pluralisme.
“Saya harap hubungan antara Boen Hian Tong dengan Tebuireng dapat berlangsung jangka panjang. Pluralisme dan perjuangan Gus Dur ini harus harus diteruskan, ditularkan, dan disemaikan dalam skala besar agar hadir Gus Dur- Gus Dur yang lain”, harapnya.
Pewarta: Bakhit Jauharullaudza
Editor: Rara Zarary