Ini Hukum Mengambil Foto Tanpa Izin

Oleh: Almara Sukma Prasintia*

Dewasa ini mengambil gambar bukanlah hal yang asing bagi milenial zaman sekarang. Seiring berkembangnya zaman alat elektronik pun ikut berkembang pesat. Salah satu di antaranya yakni, handphone (HP) yang memiliki fungsi utama sebagai alat komunikasi.

Penggunaan handphone pada zaman dahulu hanya bisa untuk telepon dan sms saja, di zaman sekarang hp sudah bisa digunakan untuk mengakses banyak hal seperti, google, Instagram, facebook, WhatsApp, dan masih banyak lagi. Selain itu, hp juga telah dilengkapi dengan fitur kamera.

Pada zaman dahulu kegiatan mengambil gambar hanya bisa dilakukan dengan kamera, dan tidak semua orang memilikinya. pada zaman sekarang, kegiatan mengambil gambar bisa menggunakan hp. Tentu hal ini memudahkan semua orang untuk bisa mengambi gambar di mana saja dan kapan saja tanpa harus mempunyai kamera.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti mengambil gambar adalah membuat gambar. Arti lainnya dari mengambil gambar adalah memotret, atau pada zaman sekarang lebih dikenal dengan istilah photography.

Kata fotografi diambil dari bahasa Yunani yaitu kata Fotos yang berarti sinar atau cahaya, dan Grafos yang berarti gambar. Dalam seni rupa, fotografi adalah proses pembuatan lukisan dengan menggunakan media cahaya. Sebagai istilah umum, fotografi berarti proses atau metode untuk menghasilkan gambar atau gambar dari suatu obyek dengan merekam pantulan cahaya yang mengenai obyek tersebut pada media yang peka cahaya.

Segala sesuatu bisa dijadikan objek photography. Kebanyakan, manusia pada umumnya di mana pun berada apabila menemukan objek menarik pasti di ambil gambarnya. Tidak menghiraukan objek tersebut ada pemiliknya atau milik umum. Lantas apakah hukum mengambil gambar segala sesuatu yang bukan milik kita tanpa adanya izin dari pemiliknya?

Secara sederhana kekayaan intelektual merupakan kekayaan yang timbul atau lahir dari kemampuan intelektual manusia. Karya-karya yang timbul atau lahir dari kemampuan intelektual manusia dapat berupa karya-karya di bidang teknologi, ilmu pengetahuan, seni dan sastra.

Hak Kekayaan Intelektual, disingkat “HKI” atau akronim “HaKI”, adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk Intellectual Property Rights (IPR), yakni hak yang timbul bagi hasil olah pikir yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia. HKI merupakan cara melindungi kekayaan intelektual dengan menggunakan instrumen-instrumen hukum yang ada, yakni Hak Cipta, Paten, Merek dan Indikasi Geografis, Rahasia Dagang, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dan Perlindungan Varietas Tanaman.

HKI merupakan hak privat (private rights) bagi seseorang yang menghasilkan suatu karya intelektual. Di sinilah ciri khas HKI, seseorang bebas untuk mengajukan permohonan atau mendaftarkan karya intelektualnya atau tidak .

Salah satu contoh kekayaan intelektual yang berupa karya sastra yang bisa dilindungi yakni puisi. Apabila seseorang mengcopy paste puisi karya orang lain kemudian orang tersebut mengganti nama pengarang menjadi namanya dan menjual (menjadikan uang) karya tersebut.  otomatis orang tersebut akan mendapatkan hukum pidana karena karya tersebut sudah dilindungi.

Berbeda halnya dengan orang yang mencopy paste karya orang lain, menyertakan nama pengarangnya, mengunggahnya di media sosial, dan tidak menjual karyanya maka orang tersebut tidak mendapatkan hukum pidana karena hal tersebut termasuk menyebarkan karya. Sama halnya dengan mengambil gambar, apabila kita hanya mengambil gambar kemudian mengunggah di sosial media, dengan tujuan menyebarluaskan gambar tersebut maka hal itu boleh dilakukan. Meskipun gambar yang kita ambil bukan milik kita dan tanpa adanya izin dari pemilik objek tersebut.

Sumber : Gus Ahmad Nuruddin


*Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari

Exit mobile version