Gambaran sahabar di dunia dan akhirat. (sumber: insanmandiri)

Ini cara agar kita dapat bertemu kawan di Surga, “Khutbah Jumat” Oleh: Ustadz Dr. Ahmad ‘Ubaydi Hasbillah, MA., Hum.

إِنّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُه

اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى سيّدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن

يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

الْأَخِلَّاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ

وقال النبي صلى الله عليه وسلم اتَّقِ اللَّهِ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ

Mengawali khutbah pada kesempatan yang penuh berkah ini, pertama kami mengingatkan diri kami pribadi secara khusus sekaligus segenap jamaah untuk senantiasa kualitas iman kita kepada Allah SWT., kita tingkatkan terus komitmen kita, usaha kita, dalam menjalankan perintah-perintah Allah dan Rasulnya sekaligus menjauhi larangan-laranganNya.

Jamaah Jum’ah yang dimuliakan Allah

Pada tanggal 20 Syawal tahun 1360 H, tepatnya pada hari Senin yang bertepatan dengan tanggal 11 November 1941 M, sekitar 84 tahun yang lalu, Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari selesai menulis sebuah kitab yang diberi judul “al-tibyan ‘an muqatha’atil arhman wal aqarib wal ikhwan”. Sebuah bentuk risalah singkat tapi isinya luar biasa besar tentang larangan untuk memutus persaudaraan juga kekerabatan. Data yang dikutip beliau didasarkan pada ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadis Rasulullah ditambah dengan perkataan ulama. Diperkirakan di akhir Syawal kitab tersebut mulai beredar.

Maka pada kesempatan yang penuh berkah ini sejenak kita merenungi apa yang ingin dinasihatkan oleh beliau. Pada pembuka kitab Kiai Hasyim mengutip penggalan ayat:

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ٱلَّذِی تَسَاۤءَلُونَ بِهِۦ وَٱلۡأَرۡحَامَۚ

Kiai Hasyim memaknainya dengan “Waspadailah kalian semua atas terpustusnya tali persaudaraan kalian semua.” Karena itu tak heran di negeri kita di bulan Syawal dijadikan sebagai bulan untuk menyambung persaudaraan. Rupanya ini tidak lepas peran dan campur tangan Kiai Hasyim dalam mengokokohkan budaya tersebut.

Apa yang menarik dari itu? Bahwa dalam menjaga keutahan persaudaraan itu harus dibangun dengan ketakwaan. Silaturrahmi yang dibentuk bukan hanya kepada keluarga dekat semata, melainkan juga kerabat jauh dan teman-teman. Kemudian kita tilik lagi Kiai Hasyim juga menulis kitab yang sangat populer, yaitu Adab al-‘Alim wal Muta’allim fi ma Yahtaju ilaihi al-Muta’allim fi Ahwali Ta’allumihi wa ma Yatawaqqfu ‘alaihi al-Mu’allim fi maqamati al-mua’llim. Padahal dari judul ini tersirat visi yang sangat jauh luar biasa. Bahwa basis pendidikan beliau adalah adab yang sebenarnya adalah salah satu bentuk ketakwaan. Karena sulit bagi kita untuk mendefinisikan takwa. Sehingga takwa dideskripsikan oleh Kiai Hasyim dengan adab.

Isi kitab ini adalah tentang hal-hal yang dibutuhkan oleh pelajar dalam menghadapi perubahan-perubahan keadaan dan kondisi dirinya ketika menuntut ilmu. Adab ini pula lah yang dijadikan sebagai pedoman oleh seorang mu’allim dalam menapaki setiap level-level pengajarannya. Ketika level murid masih anak-anak bagaimana adabnya, begitu pula ketika murid masuk remaja bagaimana adabnya, lalu ketika murid sudah dewasa bagaimana pula adabnya.

Kalau kita cermati semua hal dalam kitab tersebut muaranya adalah ketakwaan kepada Allah SWT. Termasuk hubungan persaudaraan yang dibangun atas sesama santri, atau bahkan sesama muslim semuanya dibangun atas dasar ketakwaan. Agar hubungan tersebut kekal hingga hari kiamat. Karena kalau dasar pertemanan atau persaudaraan bukan ketakwaan pasti hubungan itu akan terputus hanya di dunia saja. Sebagaimana firman Allah:

الْأَخِلَّاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ

“Sebuah hubungan pertemanan pada hari ini (kiamat) sebagian dari mereka menjadi musuh, kecuali orang-orang bertakwa.”

Sehingga pada hari kiamat bisa jadi sebagian orang bermusuh-musuhan, anak dengan orang tua, santri dengan guru, atau santri dengan santri. Maka, untuk mengantisipasi itu Kiai Hasyim menyusun kitab Adab al-‘Alim wal Muta’allim ini agar menjadi jalur adab. Karena hingga hari ini tak sedikit lembaga pendidikan yang tak mampu menjaga hubungan antara murid dan gurunya, kecuali pesantren dengan mempertahankan proporsi adabnya. Tak heran meski santri sudah lama lulus dan jauh dari gurunya secara fisik, mereka tetap akan tetap terhubung suatu saat nanti lantaran hubungan adab dengan gurunya.

Di sinilah kemudian Ali ibn Abi Thalib mengatakan;

خَلِيلَانِ مُؤْمِنَانِ، وخَلِيلَانِ كَافِرَانِ، فَتُوُفِّيَ أَحَدُ الْمُؤْمِنَيْنِ، وبُشِّرَ بِالْجَنَّةِ فمات أحد المؤمنين فقال : يا رب ، إن فلانا كان يأمرني بطاعتك ، وطاعة رسولك ، وكان يأمرني بالخير وينهاني عن الشر . ويخبرني أني ملاقيك ، يا رب فلا تضله بعدي ، واهده كما هديتني ، وأكرمه كما أكرمتني . فإذا مات خليله المؤمن جمع الله بينهما

“Ada dua orang mukmin, salah satunya meninggal lalu ia sudah diperlihatkan Surga. Lalu teman satunya akan menyusul. Mukmin pertama berkata, “Wahai tuhanku, orang itu yang menyuruhku untuk taat kepada-Mu dan Rasul-Mu, ia juga memerintahkanku kebaikan dan melarang keburukan. Ia juga mengabarkanku bahwa aku pasti akan mati. Maka wahai tuhanku, jangan engkau jauhkan aku dengannya, berikanlah petunjuk seperti Engkau memberi aku petunjuk, serta muliakanlah dia seperti Engkau memuliakan aku. Ketika keduanya meninggal Allah mengumpulkan keduanya.”

Oleh karena itu, penting untuk kita menjaga adab-adab yang telah diajarkan oleh guru kita di pesantren. Sehingga hubungan tersebut akan kekal hingga hari nanti kiamat.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ

وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ

وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ



Pentranskrip: Yuniar Indra Yahya

Editor: Rara Zarary