Oleh : KH. Fahmi Amrullah Hadzik*

اَلْحَمْدُ لِلّهِ . نَحْمَدُهُ وَ نَسْتَعِيْنُهُ وَ نَسْتَغْفِرُهُ . وَ نَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَ اَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا أَمَّابَعْدُهُ. فَيَا عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَي اللهِ . اِتَّقُوْ اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

Jamaah Jumah Rahimakumullah

Marilah kita senantiasa meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah. Haqqa tuqatihi, dengan sebenar-benar takwa menjalankan perintah dan meninggalkan  larangan. Janganlah kita sekali-kali meninggalkan dunia ini kecuali dalam keadaan beragama Islam dan khusnul khotimah.

Jamaah Jumah Rahimakumullah

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Dikisahkan bahwa Fudhail bin Iyadh adalah seorang waliyullah. Tetapi pada masa mudanya, Fudhail adalah seorang pencuri dan perampok yang sangat disegani. Suatu hari Fudhail muda hendak menyatroni sebuah rumah. Mencuri ke rumah yang sudah lama ia incar. Maka dengan membawa peralatan, Fudhail pun mencungkil salah satu jendela yang ada di rumah itu.

Setelah berhasil, Fudhail pun berusaha pelan-pelan untuk masuk ke rumah tersebut. Sayup-sayup dari dalam rumah terdengar pemilik rumah sedang membaca al-Quran. Kebetulan yang dibaca adalah surah al-Hadid ayat 16;

أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ .. الاية

Belumkah tiba waktunya bagi orang-orang yang beriman itu untuk tunduk hatinya mengingat Allah.

Mendengar ayat yang dibaca oleh pemilik rumah ini tiba-tiba Fudhail hatinya berdebar, tubuhnya bergetar, linggis yang dia bawa pun terjatuh seolah-olah ia tidak mempunyai daya kekuatan sama sekali. Maka dia pun mengurungkan niatnya untuk mencuri di rumah tersebut. Dengan tubuh sempoyongan dia pulang ke rumahnya. Sampai di rumah, dia mengambil air wudlu kemudian dia shalat dan bermunajat kepada Allah. Dan hidayah Allah pun datang.

Sejak saat itu Fudhail pun berjanji untuk tidak mengulangi perbuatan-perbuatannya yang telah lalu. Hidupnya dihabiskan untuk bermunajat. Sampai suatu hari ia memutuskan untuk keluar rumah mencari guru guna mengobati kegalauan hatinya. Maka ia pun berusaha mencari guru. Waktu terus berlalu, perjalanan dari satu guru ke guru yang lain suatu saat mengantarkan Fudhail ke kota Makkah untuk menunaikan ibadah haji.

Ketika di padang Arafah, tak satu doa pun yang dia ucapkan. Hanya tetesan air mata dan ingasan tangis yang dilakukan oleh Fudhail. Ketika satu per satu jamaah meninggalkan padang Arafah, maka Fudhail pun berdiri seraya berdoa dengan singkat, “Ya Allah, hanya ampunan-Mu yang aku pinta”.

 Jamaah Jumah Rahimakumullah

Perjalanan waktu mengantarkan Fudhail telah menjadi seorang ulama besar. Suatu hari khalifah yang berkuasa pada saat itu, Harun al-Rasyid, mengundang para ulama untuk datang ke istana memberikan nasihat termasuk Fudhail pun mendapat undangan. Dia belum mengenal wajah dan tidak tahu siapa sang khalifah.

Maka berangkatlah Fudhail dan para ulama menuju ke istana khalifah Harun al-Rasyid. Di tempat acara, satu per satu ulama maju naik ke atas mimbar untuk memberikan tausiyahnya. Ketika tiba giliran Fudhail, karena dia belum mengenal khalifah maka dia pun bertanya kepada rekan di sebelahnya, ‘Yang mana khalifah itu?’. Ketika ditunjukkan, ‘Itulah khalifah yang duduk di sebelah sana’. Maka Fudhail pun berdiri, tidak menuju ke mimbar tetapi menuju ke tempat khalifah Harun al-Rasyid sedang duduk. Kemudian sampai di hadapan khalifah, Fudhail mengucapkan satu kalimat, ‘Wahai khalifah, di pundakmu urusan umat dan urusan agama’.

Mendengar satu kalimat yang sangat singkat ini, tiba-tiba sang khalifah meneteskan air mata. Dia menangis setegukan. Mungkin membayangkan betapa berat amanah yang diemban sebagai seorang khalifah. Walaupun satu kalimat, namun itu tetap membekas di hati khalifah.

Kaum Muslimin Rahimakumullah

Demikianlah kisah perjalanan Fudhail. Seorang pencuri yang akhirnya menjadi wali. Tentu tidak sembarang orang bisa seperti Fudhail ini. Kalau seseorang itu imannya tidak pas, tidak akan bisa. Hanya orang yang imannya benar saja, ketika dibacakan al-Quran hatinya bisa bergetar.

Syaikh Hasan Basri, seorang tabi’in, pun tidak berani mengklaim ketika ada seseorang bertanya, “Wahai Syaikh, apakah anda orang yang beriman?”. Hasan Basri menjawab, “Kalau ukuran iman itu percaya kepada rukun iman, percaya kepada Allah, percaya kepada malaikat dan seterusnya. Saya mungkin iya, termasuk orang yang beriman. Tapi kalau ukuran iman itu adalah firman Allah di dalam surah al-Anfal ayat 2;

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka ketika disebut asma Allah maka bergetar hatinya karena takut. Dan ketika dibacakan ayat-ayat Allah kepadanya, semakin bertambah imannya. Dan hanya kepada Allah, mereka bertawakkal.

Jamaah Jumah Rahimakumullah

Iman yang bersih hanya lahir dari hati yang bersih pula. Seorang pencuri sekali pun, kalau Allah takdirkan dia memiliki hati yang bersih maka melahirkan iman yang bersih pula. Karena hati yang bersih akan melahirkan hal-hal yang bersih. Ketika seseorang itu memiliki hati yang bersih, ucapannya menjadi ucapan yang bersih, perbuatannya adalah perbuatan yang bersih. Sehingga ketika memberikan nasihat tidak butuh waktu berjam-jam, tidak perlu tausiyah yang lama. Hanya dengan satu kalimat. Ketika satu kalimat ini lahir dari hati yang bersih. Maka ucapan itu langsung akan masuk kepada hati orang yang diberikan nasihat.

Tetapi apabila seseorang itu mempunyai hati yang kotor, maka pikirannya pun penuh dengan kekotoran. Ucapan dia menjadi ucapan kotor dan selalu mempunyai prasangka yang kotor-kotor kepada orang lain. Hal yang baik pun akan dianggap kotor. Ada orang berdoa, disebut menyerobot doa. Ada orang bersilaturahmi, dianggap pencitraan. Ini semua biasanya lahir dari hati yang kotor.

Penting bagi kita untuk membersihkan hati. Karena hati adalah pusat atau sentral dari manusia. Baik dan buruk manusia itu tidak dilihat dari penampilannya, tetapi dilihat dari hatinya.

إِنَّ اللهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوْبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ

Sesungguhnya Allah tidak melihat pada penampilanmu dan hartamu. Tetapi Allah melihat pada hatimu dan amalmu.

Maka, mari kita senantiasa menjaga hati kita agar tetap bersih dan bening. Karena kata baginda Nabi Saw.;

 أَلَا إِنَّ فِي الجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الجَسَدُ كُلُّهُ, وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الجَسَدُ كُلُّهُ؛ أَلَا وَهِيَ القَلْبُ

Sesungguhnya di dalam jasad (tubuh manusia) itu ada segumpal daging, apabila daging ini baik maka baiklah manusia itu. Dan sebaliknya, apabila gumpalan daging ini rusak, maka rusaklah manusia itu.

Semoga kita diberikan hati-hati yang baik oleh Allah Swt. Semoga bermanfaat, khususnya bagi diri saya dan umumnya pada semua jamaah.

إِنَّ أَحْسَنَ الْكَلَامِ كَلَامُ اللهِ الْمَلِكِ الْمَنَّانِ وَبِالْقَوْلِ يَهْتَدُ الْمُرْتَضُوْنَ . مَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِهِ وَمَنْ أَسآءَ فَعَلَيْهَا وَمَا رَبُّكَ بِظَلَّامٍ لِلْعَبِيْدِ . بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي اْلقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلأٓيَةِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِوَتَقَبَّلَ اللهُ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ وَاسْتَغْفِرُوْا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ


Pentraskip: Sutan